Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sabit Dyuta
Novel Kucing Tamu (Goodreads)

Pernahkah merasa bahwa hal-hal kecil dalam hidup bisa membawa perubahan besar? Kadang, sesuatu yang tampaknya sepele justru meninggalkan jejak mendalam dalam keseharian.

Inilah yang terjadi dalam novel "Kucing Tamu" karya Takashi Hiraide, sebuah kisah sederhana yang menggugah tentang hubungan manusia dengan dunia di sekitarnya.

Mengambil latar di Tokyo, novel ini berkisah tentang sepasang suami istri yang menjalani kehidupan tenang di sebuah rumah sewaan. Rutinitas mereka berjalan tanpa banyak perubahan, hingga seekor kucing bernama Chibi mulai bertandang ke rumah mereka. 

Chibi bukanlah kucing mereka, tetapi kebiasaannya datang, bermain, dan beristirahat di rumah itu membuat kehadirannya begitu berarti.

Interaksi yang terjalin antara pasangan tersebut dengan Chibi membawa kehangatan sekaligus membangkitkan kesadaran akan arti keterikatan dan kehilangan.

Lebih dari sekadar kisah tentang kucing, novel ini menyentuh tema hubungan tanpa kepemilikan. Chibi datang dan pergi sesuka hati, menghadirkan kebahagiaan tanpa tuntutan.

Dalam kehidupan nyata, manusia sering terjebak dalam keinginan untuk memiliki sesuatu yang dicintai, padahal makna sejati dari hubungan justru ada dalam kebersamaan yang tulus tanpa paksaan. Kucing ini menjadi simbol bagaimana kasih sayang bisa hadir dalam bentuk yang tidak selalu bisa dikontrol.

Novel ini juga menyentuh isu perubahan dan kehilangan. Saat pemilik rumah memutuskan untuk menjual properti tersebut, pasangan itu harus berhadapan dengan kenyataan bahwa mereka mungkin harus berpisah dengan Chibi.

Situasi ini mencerminkan realitas kehidupan urban yang terus berubah, di mana rumah, lingkungan, dan bahkan hubungan sosial bisa berubah dalam sekejap.

Dalam dunia modern yang serba cepat, novel ini memberikan refleksi bahwa segala sesuatu bersifat sementara, dan yang terpenting adalah bagaimana manusia menghargai momen yang ada.

Takashi Hiraide menulis dengan gaya puitis dan penuh detail. Deskripsi tentang rumah, taman, dan interaksi dengan Chibi terasa hidup, seolah-olah pembaca dapat merasakan setiap perubahan suasana hati dalam cerita. Pendekatan yang lembut namun mendalam menggugah emosi tanpa perlu menggunakan drama berlebihan.

Pada akhirnya, "Kucing Tamu" adalah kisah yang sederhana namun dalam. Novel ini mengingatkan bahwa kebahagiaan sering kali ditemukan dalam hal-hal kecil, dan bahwa perubahan, meskipun menyakitkan, adalah bagian tak terhindarkan dari kehidupan.

Bacaan yang menenangkan dan penuh refleksi, cocok bagi siapa saja yang ingin melihat dunia dari sudut pandang yang lebih sederhana namun bermakna.

Sabit Dyuta