Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Rana Fayola R.
Cuplikan laga Timnas Indonesia vs Vietnam di final Piala AFF U-23 (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wpa.)

Meski berhasil menembus final Piala AFF U-23 2025, Timnas Indonesia menuai sejumlah kritik tajam usai kalah tipis 0-1 dari Vietnam di partai puncak penentuan juara. Salah satu kritik paling keras datang dari legenda hidup sepak bola Indonesia, yakni Rully Nere.

Dalam komentarnya seusai pertandingan di SUGBK, Rully menyebut bahwa Garuda Muda terlalu mudah terpancing oleh permainan lawan. Menurutnya, para pemain tidak tampil seperti biasanya karena fokus mereka terpecah. Bukan pada strategi tim sendiri, tetapi justru pada gerak-gerik tim lawan.

"Pertandingan tadi, kalau saya lihat, anak-anak bukan fokus ke permainan, tapi fokus ke lawan. Akhirnya jadi tidak jalan," ujar Rully sebagaimana mengutip Antara News pada Rabu (30/7/2025).

Rully juga menyoroti minimnya variasi serangan dan pola permainan Indonesia yang cenderung monoton. Ia mengungkapkan bahwa tim terlihat terlalu sering memainkan bola ke belakang dan kurang berani dalam eksplorasi strategi di lini depan.

"Sebelumnya itu kan kita lihat mereka bisa main satu, dua. Ini tidak. Main bola ke depan, belakang lagi, ke depan, ke belakang lagi. Jadi tidak ada variasi," tambah pria yang pernah mengenakan seragam Timnas Indonesia sebanyak 38 kali itu.

Salah satu sorotan utama lainnya adalah soal mentalitas para pemain Garuda Muda yang dinilai terlalu reaktif terhadap keputusan wasit. Rully menyayangkan sikap pemain Indonesia yang kerap mengerubungi wasit ketika merasa dirugikan.

"Lihat, ada apa-apa, datang berkerumun. Kayak kompetisi di kita, maaf kalau kita bilang kayak tarkam, kan tidak bagus juga. Ini kan kesebelasan nasional. Seharusnya mereka juga main yang baik, penonton juga senang," tambahnya.

Ia turut menilai bahwa gaya bermain seperti ini tidak pantas ditunjukkan oleh tim nasional yang seharusnya menjadi panutan dan kebanggaan bangsa. Menurutnya, kontrol emosi adalah bagian penting dari mentalitas pemain profesional.

Rully yang semasa aktif dikenal sebagai gelandang dengan visi permainan tinggi itu juga menyoroti kurangnya pemain yang memiliki kemampuan individu mumpuni.

Berbagai Kritik dan Evaluasi Jadi Modal Penting Timnas Indonesia Menuju Ajang Selanjutnya

Kritik dari Rully Nere dan pengamat lain semestinya tidak dipandang sebagai cercaan, tetapi sebagai bahan evaluasi yang berharga. Dalam dunia sepak bola, masukan tajam sering kali menjadi pemicu perubahan besar asal disikapi dengan bijak.

Jika pelatih Gerald Vanenburg dan staf kepelatihan mampu membaca kritik ini dengan hati terbuka, maka proses perbaikan bisa berjalan lebih sistematis. Kritik mengenai variasi taktik, efektivitas serangan, dan pengendalian emosi perlu dijadikan agenda utama dalam program latihan ke depan.

Apalagi, pasukan Garuda Muda akan menghadapi tantangan besar di Kualifikasi Piala Asia U-23 2026 yang akan digelar di Sidoarjo pada September mendatang. Turnamen tersebut akan menjadi pembuktian sejauh mana Garuda Muda belajar dari kekalahan di final AFF U-23.

PSSI dan pihak manajemen juga diharapkan memberikan dukungan penuh. Pembinaan yang berkelanjutan dan evaluasi menyeluruh. Ttak hanya kepada pemain, tetapi juga tim pelatih dan manajemen. Lantaran ini bisa menjadi kunci untuk mempersiapkan skuad yang lebih matang dan siap tempur.

Gerald Vanenburg sebagai pelatih debutan juga patut mendapat kesempatan untuk membenahi sistem permainannya. Banyak pengamat menilai bahwa meskipun membawa tim ke final, ia masih memiliki pekerjaan rumah dalam menyiapkan strategi antisipatif melawan tim-tim dengan pertahanan solid.

Momentum turnamen kemarin harus dimanfaatkan sebagai bahan refleksi, bukan sekadar penyesalan. Garuda Muda telah menunjukkan potensi besar, tinggal bagaimana potensi ini dibentuk menjadi konsistensi.

Kritik pedas dari Rully Nere, terutama soal mentalitas, reaksi berlebihan terhadap wasit, dan minimnya variasi serta pemain dengan skill individu merupakan pengingat penting bahwa sepak bola tak hanya soal fisik dan teknik, tetapi juga kedewasaan berpikir dan mental. 

Jika Jens Raven CS mampu menjadikan kritik ini sebagai cambuk perbaikan, bukan tidak mungkin Garuda Muda akan terbang lebih tinggi di ajang berikutnya.

Rana Fayola R.