Salah satu genre novel yang menyajikan plot yang seru adalah perpaduan antara distopia, petualangan, dan aksi. Bagi saya, ini adalah perfect combo yang memadukan banyak unsur dalam sebuah cerita. Yakni tentang masa depan sebuah negeri tapi berbalut petualangan-petualangan yang menguji adrenalin.
Hal tersebut bisa dijumpai dalam serial novel The Hunger Games karya Suzanne Collins. Meskipun novelnya sudah pernah diadaptasi menjadi film, tapi membaca cerita dalam versi novel tentu punya kesan tersendiri.
Kali ini saya pengin mengulas seri kedua dari novel tersebut. Yakni novel berjudul Catching Fire (Tersulut). Nah, di bagian kedua ini, Katniss dan Peeta sebagai tokoh utama yang keluar sebagai pemenang The Hunger Games tersandung sebuah masalah.
Sikap yang ditunjukkan di akhir games pada akhirnya akan mengancam nyawa mereka dan orang-orang yang dikasihi.
Bagaimana tidak, Katniss ibarat telah menyalakan bara api dalam sekam dengan menunjukkan sikap perlawanan terhadap Capitol. Hal itu memicu terjadinya pemberontakan di beberapa distrik.
Selama ini, beberapa wilayah distrik yang miskin dan tertindas memang cenderung tidak menyukai pemerintahan sentralisasi yang terpusat di Capitol. Apalagi dengan aturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden Snow.
Tapi mereka hanyalah distrik kecil yang tidak berdaya. Melawan Capitol artinya menjadi pengkhianat. Dan pengkhianatan dalam bentuk apapun tak termaafkan bagi Capitol.
Termasuk ulah Katniss dan Peeta yang menyulut semangat rakyat di beberapa distrik untuk melawan pemerintah.
Meskipun keduanya keluar sebagai pemenang di Hunger Games, pada akhirnya mereka tidak menikmati kemenangan karena harus kembali ke arena Quarter Quell, bagian dari Hunger Games selanjutnya.
Dalam Quarter Quell ini, ada beberapa kejutan dengan munculnya tokoh-tokoh baru dengan karakter yang tak kalah menarik.
Selain itu, bagian akhir juga menyajikan plot twist ketika juri dari Quarter Quell ternyata bersekongkol dengan beberapa peserta dan mentor untuk menjalankan misi pemberontakan.
Pada bagian ending, Suzanne Collins tetap membuat pembaca penasaran dengan hancurnya distrik 12, dan keberadaan Peeta yang ditawan oleh Capitol. Rasanya tak sabar untuk membaca seri yang ketiga.
Satu hal menarik yang saya tangkap pada seri kedua ini adalah intrik politik yang semakin memanas. Pembaca tidak sekedar disuguhkan dengan momen-momen epik dari aksi peserta Quarter Quell, tapi juga dibuat greget dengan berbagai propaganda dan permainan kekuasaan yang dijalankan oleh pemerintahnya.
Nah, bagi kamu yang penasaran dengan versi novel dari serial kali ini, Catching Fire adalah salah satu rekomendasi bacaan yang seru untuk disimak!
Baca Juga
-
Ulasan Buku Beruang dan Sahabatnya, Ajarkan Empati dan Saling Menolong
-
Tips Afirmasi Positif dalam Buku From Powerful Words to Powerful Actions
-
Ulasan Buku Catatan Kriuk untuk si Single, Kiat Menjadi Jomblo yang Bahagia
-
Ulasan Buku Monster Motivasi: Ketika Motivasi yang Biasa Saja Tidak Cukup
-
Ulasan Buku 'Cara Cerdas Mengelola Aset', Ragam Tips Manajemen Keuangan
Artikel Terkait
-
Ideologi Gender dalam Novel Belenggu: Sebuah Analisis Wacana Kritis
-
Ketika Manusia Kembali ke Naluri Dasar: Review Novel 'Lord of the Flies'
-
Satire Politik Kekuasaan Novel Animal Farm yang Tetap Relevan di Zaman Ini
-
Menggali Kedalaman Mental dan Krisis Eksistensial di Novel 'The Bell Jar'
-
Saat Rasa Bersalah Jadi Hukuman: Review Novel 'Kejahatan dan Hukuman'
Ulasan
-
Mikie Funland Berastagi, Pilihan Tempat Wisata Keluarga di Akhir Pekan
-
Perjamuan Khong Guan, Sekumpulan Puisi dengan Sentuhan Humor yang Menghibur
-
Kawah Putih Tinggi Raja, Wisata Alam dengan Pesona Eksotis di Simalungun
-
Review Anime Dark Gathering, Ketika Roh dan Manusia Hidup Berdampingan
-
Ulasan Buku Cinta (Tidak Harus) Mati: Cinta, Kehidupan, dan Pencarian Diri
Terkini
-
Mahasiswa PMM UMM Membuat Inovasi Lampu Cerdas yang Bisa Menyala Otomatis
-
Sinopsis Officer on Duty, Film Thriller India Dibintangi Kunchacko Boban
-
BRI Liga 1: Dewa United Ingin Lengserkan Persebaya dari Peringkat Kedua
-
Buka-bukaan, Joaquin Gomez Sempat Baper dengan Kartu Merah Diego Michiels
-
Inikah Negara Klarifikasi? Saat Kritik Tak Lagi Bebas di Negeri Demokrasi