Aki adalah salah satu novelet Idrus yang diterbitkan pada tahun 1950 oleh Balai Pustaka. Sementara itu, edisi digitalnya dirilis pada tahun 2021 oleh Balai Pustaka dengan jumlah halaman sebanyak 66 halaman. Novelet Aki mengisahkan Aki, tokoh utama yang memiliki penyakit paru-paru, yang meramalkan kematiannya pada tanggal 16 Agustus, pukul tiga sore.
Hari berlalu dengan banyak persiapan; bahkan kain kafan sudah dibeli. Aki tidak merasa takut; dia hanya senang menjemput kematian. Namun, ramalan Aki tidak tepat. Aki masih hidup pada pukul tiga sore tanggal 16 Agustus. Kenyataan itu membuat Aki lebih menghargai hidupnya, seperti keinginan membesarkan kedua anaknya, menghabiskan waktu bersama istrinya, mengemban ilmu lebih banyak, serta mengejar gelar.
Seno Gumira Ajidarma (2009), dalam kata pengantar novelet Aki, memberikan pengantar berupa "Kematian sebagai Proyek" karena Idrus melihatnya sebagai kematian objektif, membuat kematian itu berjarak dari dirinya, serta mengamati kematian dengan teliti dari berbagai segi dan bahkan menjadikannya suatu "proyek" seperti pada novelet Aki. "Dalam Being and Time karya Heidegger terdapat suatu bagian yang menggagas antisipasi terhadap kematian, yang disebutnya sebagai proyek eksistensial dari suatu keberadaan menuju kematian autentik."
Dalam buku Being and Time, Heidegger menyebutkan bahwa fenomena terpadu masa depan yang menjadikan masa kini dalam proses adalah temporalitas. Temporalitas menunjukkan bahwa manusia itu mewaktu, yakni hidup dalam tiga susunan waktu (masa lalu, masa kini, dan masa depan). Temporalitas ini tampak dengan sangat runtut dalam novelet Aki:
Masa Lalu
Masa lalu terdiri atas peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum tanggal 16 Agustus. Mulai dari penyakit paru-paru yang dimiliki Aki; sifat Aki yang tidak dekat dengan Tuhan, tetapi sering menolong sesama; ramalan mandiri Aki mengenai kematiannya; sampai tersebarnya ramalan kematian Aki diikuti oleh terciptanya sajak kematian Aki. Di masa ini, digambarkan bahwa masa lalu manusia memiliki kausalitas dengan masa kini dan masa depan. Novelet Aki membawakannya dengan apik nan rapi, yang juga diselipkan candaan satire.
Masa Kini
Masa kini, atau disebut juga sebagai "sekarang", berupa peristiwa yang terjadi pada tanggal 16 Agustus karena menjadi tumpuan kemajuan plot serta perkembangan tokoh Aki. Pada 16 Agustus, ramalan Aki terkait kematiannya terbukti keliru. Babak ini kuat nan pekat atas kebingungan dan ketidakpercayaan. Kematian Aki hanyalah fragmen imajinasi yang belum terjadi dan keterbuktiannya menunjukkan sisi terdalam manusia yang menginginkan kedamaian sekaligus kebebasan. Dalam hal ini, terpotret secara implisit pada penokohan tokoh Aki.
Masa Depan
Adapun masa depan yang tampak pada perkembangan tokoh Aki, yakni peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah tanggal 16 Agustus. Mulai dari tokoh Aki yang jadi lebih menghargai hidup walaupun masih tetap menanti kematian. Aki ingin hidup lebih lama demi kedua anaknya; mengemban ilmu lebih banyak; serta meraih gelar.
Perkembangan tokoh Aki menunjukkan keautentikan manusia terhadap kematian, bahwa kematian akan selalu ada dan menjadi titik kehidupan manusia di dunia, yang membedakan hanyalah cara pandangnya saja. Masa kini pada novelet Aki menyentil pembaca secara halus nan terampil terkait akhir kehidupan manusia dan bagaimana cara memaknainya.
Pembawaan yang ringan dan karikatural karena disisipi dark jokes membuat novelet Aki dapat dinikmati dalam sekali duduk. Pembawaan Idrus yang ringan meskipun topiknya berat serta perkembangan tokoh Aki yang relevan dengan kehidupan sehari-hari pun membuat pembaca seolah berkaca pada sebuah cermin, bahwa hidup tidak berputar pada lahir kemudian mati; bahwa titian hidup dilalui atas tiga masa yang signifikan: masa lalu, masa kini, dan masa depan; bahwa sadar ataupun tidak, manusia pasti pernah mempertanyakan eksistensi dirinya.
Meskipun demikian, gaya bahasa dalam novelet Aki terbilang "sudah jarang ditemui di masa kini" mengingat novelet Aki pertama kali terbit pada tahun 1950. Secara keseluruhan, novelet Aki sangat sesuai bagi pembaca yang ingin memaknai temporalitas dalam eksistensi manusia, khususnya berdasarkan pandangan filsuf Martin Heidegger.
Baca Juga
-
Ulasan Novel CADL: Lipogram tanpa Huruf E dengan Keunikannya
-
Review Buku Cermin Dua Arah, Sebuah Fiksi Mini yang Bermakna Ganda
-
Fenomena Unpopular Opinion: Ajang Ujaran Kebencian di Balik Akun Anonim
-
3 Novel ini Merupakan Medium atas Sebutan "Perempuan yang Melawan"
-
3 Rekomendasi Bacaan untuk Temani Momen Ngabuburit, Mana Favoritmu?
Artikel Terkait
-
Begini Cara Pintar Manjakan Aki Mobil, Biar Tak Ngambek saat Dipakai
-
Bangkitkan Si Kuda Besi! Rahasia Menghidupkan Motor yang "Tidur Panjang"
-
Yuasa Rilis AKi Hybrid untuk Menunjang Pemakaian Kendaraan Harian
-
Anggap Polemik Soal Gas Melon Sudah Selesai, Idrus Marham: Hubungan Golkar-Gerindra Tak Perlu Lagi Dipertanyakan
-
Yakin Menteri Golkar Tak Kena Reshuffle, Idrus Marham: Sudah Bangun Kesepahaman Koalisi Permanen
Ulasan
-
Review Film Fear Street - Prom Queen: Pembantaian Malam Pesta yang Melempem
-
Review Pee-wee as Himself: Dokumenter yang Mengantar Kejujuran Paul Reubens
-
Ulasan Buku One in a Millennial: Refleksi Kehidupan dalam Budaya Pop
-
Ketika Tubuh Menjadi Doa: Refleksi dalam In The Hands of A Mischievous God
-
Bukan Sekadar Lagu Ulang Tahun, Ini Pesan Berani di Lagu SEVENTEEN Bertajuk HBD
Terkini
-
Komunitas Perlitas Membingkai Semangat dan Kreativitas Penghuni Panti Laras
-
Timnas China Kehilangan 2 Pemain Pilar di Laga Lawan Indonesia, Sepenting Apakah Mereka?
-
Usung Konsep Sporty, USPEER Resmi Debut Lewat Single Bertajuk 'Zoom'
-
5 Sistem Kekuatan Terbaik Sepanjang Sejarah Anime, Ada Favoritmu?
-
Maudy Ayunda 'Bulan, Bawa Aku Pulang': Persembahan untuk Ketenangan Batin