Rasa-rasanya masih ingat saat pertama kali memutuskan nonton ‘The Dreaming Boy is a Realist’ (2023). Jujur nggak berharap banyak. Poster dan sinopsisnya terasa kayak romansa sekolah biasa, sesuatu yang sudah sering ada di anime lain. Nggak ada sesuatu dalam premisnya yang bikin penasaran, cuma tentang cowok yang tiba-tiba menyadari usahanya mengejar cinta selama ini (mungkin) hanya mengganggu orang yang dia sukai.
Memang awalnya membayangkan ini cuma akan kisah cinta standar. Gitu deh, cowok ngejar cewek, lalu mereka akhirnya bersama. Namun, ternyata kisahnya lebih dari itu!
Anime sepanjang 12 episode ini disutradarai Kazuomi Koga secara full, yang juga berkolaborasi dengan empat sutradara lainnya.
Sekilas tentang The Dreaming Boy is a Realist
Anime ini mengisahkan Wataru Sajou (pengisi suaranya yakni Naoya Miyase) cowok yang tergila-gila pada teman sekelasnya yang cantik, Aika Natsukawa (Akiho Suzumoto), selalu berusaha mendekatinya tanpa rasa takut, sambil membayangkan kisah cinta mereka yang indah.
Namun suatu hari, dia tiba-tiba sadar kalau mungkin dia bukan orang yang pantas untuk Aika.
Setelah menyadari hal itu, Wataru pun mulai menjaga jarak dan mencoba bersikap lebih realistis. Akan tetapi, perubahan sikapnya justru membuat Aika bingung. Kok tiba-tiba dia menjauh? Aika pun mulai merasa nggak tenang dan malah salah paham dengan situasinya.
Inilah awal dari kisah komedi romantis yang penuh dengan kesalahpahaman, di mana dua orang yang saling menyukai justru berpikir cinta mereka nggak terbalas. Uhuk!
Impresi Selepas Nonton The Dreaming Boy is a Realist
Mengejutkan sekali ya, aku langsung bisa memahami perasaan Wataru Sajou. Dia tipe cowok yang gigih, yang selalu berusaha menarik perhatian cewek yang dia suka, Aika Natsukawa. Setiap hari, dia selalu mencoba untuk berada di dekat Aika, ngobrol dengannya, berusaha menjadi sosok yang menonjol di matanya. Dan semakin dalam nonton, aku menyadari sesuatu, semua itu bukan kisah cinta yang indah, tapi lebih ke arah seseorang yang terobsesi tanpa sadar.
Dan ketika Wataru akhirnya sadar bahwa apa yang dia lakukan selama ini bisa jadi hanya mengganggu Aika, dia memilih untuk berhenti. Dia mulai menjaga jarak, nggak lagi terlalu memaksakan perhatiannya pada Aika. Awalnya, aku mengira ini hanya akan membuatnya patah hati dan menyerah, tapi ternyata nggak. Yang terjadi justru lebih menarik.
Tanpa Wataru sadari, Aika mulai merasa kehilangan! Iya, bagi Aika, mungkin perhatian Wataru selama ini terasa melelahkan, tapi ketika itu menghilang, ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Aku suka bagaimana anime ini menggambarkan dinamika hubungan mereka. nggak ada adegan yang terlalu dramatis atau berlebihan. Semua terasa realistis, di bagian ‘kita’ baru menyadari perasaan yang sesungguhnya ketika ‘dia’ mulai menjauh.
Dari segi animasi, aku nggak bisa bilang ini anime yang memanjakan mata. Latar sekolahnya terasa biasa saja, ekspresi karakter nggak terlalu menonjol, dan bahkan di momen emosional, aku merasa ada yang kurang dari sisi visualnya.
Musiknya juga nggak terlalu meninggalkan kesan. Aku bahkan nggak bisa mengingat soundtrack-nya setelah selesai menonton. OP dan ED-nya cukup enak didengar, tapi bukan sesuatu yang membuatku ingin memasukkannya ke playlist.
Namun anehnya, aku tetap menikmati anime ini. Kenapa? Karena ceritanya relatable!
Aku merasa ini bukan anime yang dibuat untuk mengesankan lewat visual atau musiknya, tapi lebih ke bagaimana ceritanya berbicara ke penonton. Bagaimana seseorang menghadapi kenyataan pahit, bagaimana kita seringkali terjebak dalam perasaan yang kita pikir cinta, padahal mungkin itu hanya obsesi atau kebiasaan.
Saat nonton pun, aku jadi kepikiran, berapa banyak dari kita yang pernah berada di posisi Wataru, mengejar seseorang sampai nggak menyadari apakah mereka benar-benar menginginkan perhatian kita. Atau mungkin justru berada di posisi Aika, yang terbiasa diperhatikan seseorang, lalu merasa kehilangan ketika perhatian itu hilang.
Anime ini memang nggak ngasih jawaban yang jelas. nggak ada drama berlebihan atau adegan klimaks yang membuat semuanya tiba-tiba berubah. Justru itulah yang membuatnya terasa nyata.
Dan aku rasa, itulah kekuatan dari ‘The Dreaming Boy is a Realist’. Yang mana bukan sekadar kisah cinta remaja biasa, tapi tentang bagaimana kita memahami perasaan kita sendiri dan belajar menghadapi kenyataan, bahkan jika itu nggak selalu berakhir seperti yang kita harapkan.
Apakah aku akan merekomendasikan anime ini? Jika kamu mencari sesuatu yang penuh aksi atau visual yang luar biasa, mungkin ini bukan untukmu. Namun, kalau kamu ingin sesuatu yang lebih tenang, lebih reflektif, dan mungkin membuatmu berpikir tentang hubungan dan perasaan, aku rasa ini layak masuk list tontonmu.
Kadang, anime nggak perlu spektakuler untuk bisa meninggalkan kesan. Terkadang, yang sederhana justru lebih membekas. Yes!
Baca Juga
Artikel Terkait
-
3 Rekomendasi Anime yang Cocok Ditonton Penggemar Solo Leveling
-
Review Anime Solo Leveling Season 2, Sung Jin-Woo Semakin Overpower
-
Sayang untuk Dilewatkan, Inilah 5 Anime yang Mengangkat Kisah Pemburu Iblis
-
Review Anime Mob Psycho 100 Season 2, Kekuatan Esper Bukanlah Segalanya
-
Review Anime Isekai Yururi Kikou, Petualangan Tanpa Beban di Isekai
Ulasan
-
Ulasan Buku Less is More, Sebuah Panduan Hidup Minimalis ala Jepang
-
Golden dari HUNTR/X, Lagu tentang Jadi Versi Terbaik dan Terus Bersinar
-
Tingkatkan Potensi dan Raih Mimpimu dalam Buku The Potential Dream
-
Review Anime Takopi's Original Sin: Pesan Tersirat dan Tamparan Realita
-
Ulasan Novel 40 Hari: Takdir itu Bernama Hidup dan Mati
Terkini
-
4 Lip Tint Lokal untuk Sempurnakan Glass Skin Makeup Kamu, Fresh Abis!
-
Yuki Tsunoda Harus Penuhi Syarat Ini Jika Ingin Tetap di Red Bull, Sanggup?
-
Mulai Turun Harga, Ini 6 iPhone yang Makin Worth-It Dibeli di Tahun 2025
-
Crab Mentality: Ketika Kesuksesan Teman Justru Jadi Beban
-
Sony Garap Film Spider-Punk, Daniel Kaluuya Ditunjuk Tulis Naskahnya