Ada film yang selesai kita tonton, terus langsung direkomendasikan ke semua orang. Namun, ada juga film yang selesai ditonton bikin kita diam lama, napas berat, dan malah nggak yakin buat merekomendasikannya ke siapa pun buat nonton. Bukan karena jelek, tapi karena terlalu dalam dan terlalu menyakitkan. Nah, Film April, drama garapan Dea Kulumbegashvili, masuk kategori yang kedua.
Film ini bukan tontonan ringan. Ini bukan kisah yang gampang dicerna sambil ngunyah popcorn. ‘April’ lebih mirip kayak lukisan surealis yang gelap tapi indah, yang bikin kita berdiri lama di depan kanvasnya, bingung, terganggu, tapi juga nggak bisa berpaling. Campur aduk deh!
Penasaran dengan kisahnya? Sini merapat!
Sekilas tentang Film April
Film April yang tayang perdana di Venice Film Festival 2024 dan menang Special Jury Prize, dari menit pertama, langsung ngajak penonton masuk ke dunia yang asing dan nggak ramah.
Sobat Yoursay akan dilempar ke satu adegan brutal, yakni momen perempuan melahirkan, tapi bayinya meninggal saat lahir. Shot-nya terang, overhead, dan tanpa sensor.
Dalam Film April, Sobat Yoursay akan diperkenalkan sosok Nina (diperankan Ia Sukhitashvili), dokter kandungan yang mulai mendapat tekanan. Namun ternyata, cerita Nina lebih dari sekadar kasus malpraktik.
Nina bukan pahlawan yang terang-terangan. Di balik profesinya, dia juga sosok pemberontak senyap. Di sela-sela pekerjaannya di rumah sakit, dia keliling ke desa-desa buat ngasih kontrasepsi dan layanan aborsi untuk perempuan yang nggak punya akses—baik secara finansial maupun sosial.
Di masyarakat yang super patriarkal, tindakan Nina ini jelas bahaya. Justru di sanalah letak keberaniannya.
Uniknya, kita nggak langsung dikasih potret Nina secara gamblang. Sobat Yoursay akan dibawa buat mengamati Nina dari jauh, dari belakang, dari tatapan matanya saat nyetir di jalanan sepi, napasnya yang memburu, atau tangan yang menggenggam erat setir mobil.
Ironis banget, kan?
Impresi Selepas Nonton Film April
Judul April kayaknya sengaja dipilih buat nyindir harapan. Biasanya April identik sama musim semi, simbol awal baru, kelahiran, dan kehidupan yang tumbuh. Namun, film ini malah dibuka dengan kematian bayi saat lahir. Jadi kesannya, bulan yang seharusnya penuh harapan justru diisi duka. Ironis banget. Dan di situlah film ini bermain, di ruang antara yang kita harapkan dan kenyataan yang pahit.
Film ini tuh disajikan dalam rasio layar kotak (Academy ratio), yang bikin Nina keliatan makin "terkurung" dalam dunia yang menekannya dari segala sisi.
Banyak adegan long-take (sebenarnya kamera diam saja), tapi kita dipaksa nonton satu adegan utuh tanpa potongan. Termasuk momen saat Nina melakukan aborsi meja dapur buat remaja tunarungu. Kamera nggak bergerak, dan kita cuma dikasih lihat tangan sang ibu yang menggenggam anaknya. Nggak ada musik, nggak ada dramatisasi. Justru itu ngilu banget.
Meski temanya berat dan visualnya banyak yang gelap, Film April sesekali menyuguhkan momen-momen keindahan yang nggak kalah menyentuh. Ladang bunga poppy merah yang kontras dengan tanah kering. Langit fajar yang bergradasi ungu-pink setelah malam yang panjang dan penuh hujan. Hingga momen metaforis Nina berusaha menarik mobilnya yang nyangkut di lumpur, kayak simbol perjuangannya sendiri dalam hidup yang terus-terusan "macet".
Film ini memang lambat. Sangat lambat. Eh, tapi nggak sia-sia ya. Setiap detik yang lewat terasa kayak nambah beban emosional. Kayak kita lagi duduk di ruang sunyi, dan satu-satunya suara yang terdengar adalah pikiran kita sendiri.
Ada satu kalimat dari Nina yang mungkin jadi benang merah seluruh film: "There’s no space for anyone in my life." Kalimat itu nggak cuma menegaskan kesepian, tapi juga tekanan batin luar biasa yang dialami perempuan yang selama ini dianggap harus selalu kuat, harus selalu mengabdi, harus selalu nurut.
Pada akhirnya aku bisa bilang, ‘April’ bukan film buat semua orang. Jujur saja, banyak yang mungkin bakal menyerah di tengah jalan karena gaya naratifnya yang super pelan dan suasana film yang kelam terus-terusan. Namun, buat kamu yang mau sabar, suka film yang mengulik sisi terdalam manusia dan realita sosial yang getir, Film April bisa jadi salah satu pengalaman nonton yang nggak akan kamu lupakan.
Skor: 3/5
Baca Juga
-
Review Film Together: Ngerinya Body Horror yang Melekat hingga ke Tulang
-
Review Film Bertaut Rindu: Terlalu Dangkal dan Nggak Setulus Niatnya
-
Review Film Drowning Dry: Tentang Menyelami Luka dan Mengulang Ingatan
-
Review Film The Home: Horor Lansia yang Kacau Balau
-
Review Film Life After: Hak Hidup dan Mati yang Jadi Pertanyaan Etis
Artikel Terkait
-
Sinopsis dan Fakta Menarik Film Mendadak Dangdut 2025, Tayang Hari Ini!
-
Review Film William Tell: Panah, Perlawanan, dan Drama yang Tampil Beda
-
Sinopsis Now You See Me: Now You Don't, Suguhkan Aksi Menarik Penuh Intrik
-
Ngarep Bisa Main Film Komedi Romantis, Vanesha Prescilla Sadar Diri: Tapi Aku Gak Lucu
-
Penjagal Iblis: Dosa Turunan: Gadis Dituduh Pembantai Keluarga, Fakta Tersembunyi Bikin Merinding
Ulasan
-
Ulasan Novel Overruled: Ambisi Dua Pengacara dalam Memperebutkan Kemenangan
-
Probabilitas atau Performa? Review Gim Demon Slayer The Hinokami Chronicles
-
Heavenly Blue oleh XngHan & Xoul: Menemukan Penyemangat di Tengah Kehampaan
-
Review Nothing Hill, Pria Biasa yang Menjalin Cinta dengan Aktris Populer
-
Buku Jingwei Menimbuni Lautan: Reinkarnasi Tragis dalam Mitologi Tiongkok
Terkini
-
Baru Main Futsal? Ini Formasi yang Wajib Kamu Coba Biar Nggak Keteteran
-
Futsal Bukan Sekadar Hobi, Tapi Gaya Hidup Anak Muda Zaman Now!
-
7 Drama China yang Dibintangi Zhao Qing, Terbaru The Immortal Ascension
-
Futsal dan Filosofi Hidup: Dari Lapangan, Mimpi dan Karakter Diri
-
BRI Super League: PSIM Yogyakarta Ratakan Menit Bermain dalam Uji Coba