Kali ini Film Ozora: Penganiayaan Brutal Penguasa Jaksel yang rilis sejak 4 Desember 2025 di bioskop, rupanya nggak sebatas menghibur, tapi juga mengajak penonton buat mikir keras dan membuka hati selebar-lebarnya.
Film ini muncul seperti tamparan keras di tengah hari, memaksa kita duduk tegak, menatap layar, dan melihat kejahatan dari pelaku maupun korban yang digambarkan begitu nyata.
Disutradarai duo Umbara (Anggy Umbara dan Bounty Umbara) film ini terasa proyek yang sangat personal. Cara mereka menangkap rasa putus asa, amarah, dan harapan yang hampir padam itu terasa sangat manusiawi.
Apalagi film ini diproduksi Umbara Brothers Film, yang berkolaborasi dengan VMS Studio, 786 Entertainment, Rumpi Entertainment, Makara Production, A&Z Films, sampai Dbay Film Factory. Suatu kolaborasi besar yang nggak mengecewakan.
Penasaran?
Yuk, Kepoin Bareng Kisah Film Ozora: Penganiayaan Brutal Penguasa Jaksel
Ceritanya mengikuti Jonathan (Chicco Jerikho) yang berjuang menyelamatkan nyawa putranya, David Ozora (Muzakki Ramdhan), setelah dianiaya anak pejabat tinggi negara.
Bukan perkelahian biasa. Bukan bullying biasa. Ini penganiayaan brutal yang membuat David koma selama berminggu-minggu, membuat Indonesia bersatu dalam doa dan amarah.
Didampingi dua sahabatnya, Melissa (Tika Bravani) dan Rustam (Rizky Hanggono), Jonathan berupaya menuntut keadilan.
Namun, sistem nggak selalu berpihak pada korban. Dennis (Erdin Werdrayana), pelaku, mendapat keringanan demi keringanan, karena ayahnya yang merasa dirinya penguasa wilayah. Privilese itu dipajang tanpa malu, dan film ini nggak segan-segan menunjukkan itu.
Yakin deh, ini keren dan menguras emosi. Tonton saja sendiri di bioskop kalau mau merasakan betapa darahmu bisa ikutan mendidih. Ups.
Apa yang Membuatnya Menarik dan Wajib Tonton?
Dari menit pertama, atmosfernya sudah berat. Bukan berat yang sok gelap, tapi berat karena kita semua tahu, ini cerita yang pernah membuat satu negara tertuju, marah, dan bersatu. Dan yang lebih mengena lagi, film ini nggak hanya mengulang tragedi, tapi menelusuri kelamnya sisi psikologis dan spiritual orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Yang jelas ini bukan rekonstruksi kriminal, melainkan interpretasi emosional, terkait bagaimana rasanya menjadi ayah yang hampir kehilangan anak, bagaimana rasanya melihat keadilan seperti permainan politik, dan bagaimana harapan tetap digenggam begitu eratnya.
Dan jujur, akting para pemainnya tuh keren-keren banget.
Chicco Jerikho sebagai Jonathan tampil kayak seorang ayah yang hidupnya diremuk dari dalam. Nggak ada overacting. Semuanya pas, tipis, tapi nusuk. Ada adegan tertentu di mana tatapan kosongnya itu lebih bising daripada teriakan mana pun. Seakan-akan beban dan harapan hidup itu benar-benar ada di pundaknya.
Muzakki Ramdhan sebagai David, meskipun banyak berada di ranjang rumah sakit, tetap menghadirkan kehadiran yang kuat. Tubuhnya diam, tapi emosionalnya nggak pernah mati.
Erdin Werdrayana sebagai Dennis, wadaw deh! Dia berhasil memainkan karakter yang bikin aku ingin melempar sandal. Jelas itu tanda perannya berhasil.
Lalu ada Tika Bravani, Donny Damara, Annisa Kaila, Mathias Muchus, yang semuanya saling mengisi celah cerita dengan rapi, nggak lebay, dan tanpa mengalihkan fokus dari tragedi intinya.
Film ini jelas bukan parade drama murahan. Aktingnya benar-benar jadi pilar yang menyangga keseluruhan emosinya.
Betewe, banyak adegan yang bukan hanya menyulut emosi, tapi juga membuka kembali perasaan nggak berdaya yang dulu sempat dirasakan ketika kasus ini terjadi.
Ada rasa muak, marah, tapi juga ada rasa solidaritas. Film ini mengingatkan bahwa publik pernah bersatu membela seseorang yang bahkan nggak mereka kenal. Dan dunia digital, ruang-ruang kecil tempat suara warga tumpah ruah, punya magnet ketika ketidakadilan mulai terasa menyesakkan.
Dan di tengah semua itu, film ini tetap menyodorkan gagasan tentang harapan. Tentang iman yang diuji sampai titik terakhir. Tentang bagaimana seseorang bisa tetap berdiri meski seluruh dunia seakan ingin menjatuhkannya. Mantap banget deh! Buruan ke bioskop dan selamat nonton ya.
Baca Juga
-
Review Film Zootopia 2: Petualangan yang Lebih Dewasa dan Emosional
-
Review Film In Your Dreams: Serunya Petualangan Ajaib Menyusuri Alam Mimpi
-
Review Film Air Mata Mualaf: Mendalami Gejolak Batin Tatkala Pindah Agama
-
Gentong yang Ingin Gantung Diri
-
Review Film Legenda Kelam Malin Kundang: Menarik di Awal, Kendor di Akhir
Artikel Terkait
-
Review Film Ozora: Penganiayaan Brutal Penguasa Jaksel, Kritik Pedas Buat Sistem Hukum
-
Hari Ini Terakhir! Serbu Promo Beli 1 Gratis 1 Film Ozora di Bioskop
-
No Viral No Justice: Ketika Kasus Bullying Baru Dipedulikan setelah Ramai
-
Cerita Belakang Layar Film Ozora, Anggy Umbara dan Ayah David Ozora Sahabat Lama Beda 'Mazhab' Metal
-
Anggy Umbara Ciptakan Bullycon di Film Ozora, Simbol Perlawanan Terhadap Kekuasaan
Ulasan
-
Review Buku Walau Jomblo Tetap Produktif: Menjadi Single Berkualitas dan Berprestasi
-
Ulasan Buku "What i Ate in One Year", Kuliner Dunia Yang Menakjubkan
-
Review Film Now You See Me: Now You Don't, Kritik Tajam ke Dunia Korup
-
Perjuangan Melawan Kemiskinan dan Tradisi Kaku dalam Novel Bertajuk Kemarau
-
Review Film Ozora: Penganiayaan Brutal Penguasa Jaksel, Kritik Pedas Buat Sistem Hukum
Terkini
-
Bintangi The Judge Returns, Park Hee Soon Kagum dengan Karakternya Sendiri
-
Mengulik Defender, Pembela yang Kadang Menjadi Target Serta Dampaknya
-
Ternyata, Pelaku Bullying Itu Bukan Selalu Orang Jahat: Kenapa Orang Baik Ikut Terlibat?
-
The Drama: Zendaya dan Robert Pattinson Hadapi Konflik Jelang Menikah
-
Aksi Komeng Hibur Korban Banjir Sumatra Tuai Pujian, Warganet: Mending Gini