Berlatar satu bulan sebelum pernikahannya, seorang psikiater bernama Shun Fujishiro tiba-tiba menerima surat dari mantan kekasihnya, Haru, yang sudah lama tidak ia temui. Surat tersebut dikirim dari tempat yang penuh kenangan bagi mereka berdua, yaitu Uyuni Salt Flat di Bolivia. Di saat yang sama, tunangan Shun, Yayoi, menghilang secara misterius tanpa jejak. Kejadian-kejadian ini memaksa Shun untuk merenungkan kembali hubungan-hubungannya di masa lalu dan masa kini, mempertanyakan arti cinta, kehilangan, dan keberadaan seseorang dalam hidupnya.
Film ini tidak hanya bicara soal hubungan cinta antara sepasang kekasih, lho. Tapi juga hubungan dengan orang-orang lain yang penting dalam hidup, mungkin teman lama, atau bahkan hubungan kita dengan diri sendiri. Yang paling menarik, film ini menunjukkan dengan gamblang bagaimana pengalaman kita di masa lalu, terutama dengan orang-orang yang pernah dekat, punya dampak besar pada cara kita menjalani hubungan di masa sekarang. Pengalaman-pengalaman lama itu seperti membekas dan ikut membentuk cara kita melihat, merasa, dan bertindak dalam hubungan yang sedang kita jalani saat ini.
Film ini seperti mengajak kita mengintip dan merenungkan betapa rumitnya cara kita terhubung dengan orang lain, dan bagaimana jejak-jejak masa lalu kita ikut menentukan seperti apa hubungan kita sekarang. Film ini juga mendalami perasaan kehilangan. Bukan cuma kehilangan barang ya, tapi lebih ke kehilangan orang, kehilangan momen, atau bahkan rasa kosong karena ada seseorang yang tadinya penting sekarang tidak ada lagi di sisi kita.
Yang menarik dari film ini adalah mengajak kita berpikir tentang apa sih sebenarnya yang namanya cinta itu. Film ini tidak langsung memberi tahu jawabannya, tapi pelan-pelan membuat kita merenung lewat ceritanya. Film ini juga membuat kita berpikir tentang betapa berharganya keberadaan seseorang.
April Come She Will ini seperti mengajak kita untuk ikut mencari tahu, bagi diri kita sendiri, apa sih makna sejati dari sebuah hubungan cinta. Ini bukan cuma soal romansa, tapi lebih dalam dari itu, soal kehadiran, ketiadaan dan apa yang benar-benar membuat hati kita terhubung dengan orang lain.
Mereka mengambil gambar di tempat-tempat yang pemandangannya luar biasa indah dan unik. Contohnya yang paling terkenal itu di Uyuni Salt Flat di Bolivia, padang garam yang sangat luas dan seringkali terlihat seperti cermin raksasa yang memantulkan langit. Pemandangan yang dramatis dan indah ini bukan sekadar latar belakang biasa. Mereka punya peran penting. Visual yang memukau ini membantu menciptakan suasana tertentu di film.
Karena film ini punya nuansa yang agak sendu, melankolis atau penuh perenungan, pemandangan yang luas, indah dan terkadang terasa sunyi itu justru sangat mendukung perasaan tersebut. Ibaratnya, visualnya itu ikut bercerita dan membantu penonton merasakan emosi yang ingin disampaikan film ini. Jadi, keindahan gambarnya bukan cuma untuk dilihat, tapi juga untuk dirasakan dan makin mendalami cerita filmnya.
Film April Come She Will ini punya cara bercerita yang unik, tidak terburu-buru sama sekali. Alurnya itu terasa sangat tenang dan mengalir perlahan. Tidak pakai banyak adegan cepat atau aksi yang mengagetkan. Justru kebalikannya, ceritanya berjalan pelan, memberi ruang yang banyak. Dengan alur yang tenang ini, kita sebagai penonton jadi punya waktu dan kesempatan untuk ikut berpikir, merasakan, dan merenung bersama karakter utamanya, Shun. Kita diajak untuk ikut memikirkan pertanyaan-pertanyaan sulit yang dia hadapi, ikut merasakan kebingungannya dan pelan-pelan memahami perasaannya. gaya cerita yang lambat ini bukan berarti membosankan. Justru ini adalah cara filmnya agar kita bisa benar-benar masuk ke dalam cerita, merasakan kedalamannya, dan ikut memikirkan tema-tema yang ada di film ini secara lebih personal. Cocok buat kamu yang suka film yang bikin mikir dan merasakan emosi pelan-pelan.
Baca Juga
-
Review Anime Yuru Camp Season 3, Menjelajah Destinasi Baru
-
Wajib Masuk Watchlist! 4 Rekomendasi Anime Rock dengan Musiknya Bikin Candu
-
4 Film Korea Terbaik Tentang Bobroknya Pemerintahan Otoriter
-
Jangan Sampai Ketinggalan! 4 Anime Terbaru yang Rilis di Januari 2026
-
Review Film The Girl with the Needle, Pembunuh Bayi Berkedok Adopsi
Artikel Terkait
-
Kenapa Thunderbolts* Ganti Judul Jadi The New Avengers? Simak Penjelasannya
-
Film Agak Laen Bakal Dibikin Ulang Dalam Versi Hollywood
-
Review The Luckiest Man in America: Keberuntungan di Panggung Game Show
-
Film Panji Tengkorak: Nostalgia Komik yang Siap Hidup di Layar Lebar
-
Review Public Disorder, Kehidupan Keras Polisi Italia Menghadapi Huru-Hara
Ulasan
-
Refleksi Keserakahan Manusia dan Kritik Penguasa dalam Antologi Puisi Negeri Daging Karya Gus Mus
-
Ulasan Novel Norwegian Wood: Haruki Murakami Tulis Kenangan Manis dan Pahit Masa Remaja
-
Ulasan Novel Kembara Rindu: Pengingat Lembut Karya Habiburrahman El Shirazy
-
Ulasan Drama Who Rules the World: Memperjuangkan Keadilan dan Kebenaran
-
Buku Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya: Strategi Cerdik Rusdi Mathari
Terkini
-
5 Tanaman Buah yang Bisa Ditanam di Polybag, Solusi Berkebun di Lahan Sempit
-
Bukan Sekadar Resolusi: Tahun Baru sebagai Ruang Belajar dan Resiliensi
-
Simu Liu Bintangi Film Live-Action Sleeping Dogs Arahan Timo Tjahjanto
-
CERPEN: Senyum yang Tertinggal di Tanah Basah
-
4 Clay Cleanser Ampuh Bersihkan Pori-pori untuk Kurangi Minyak dan Jerawat