Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Poster Film Ballerina (IMDb)

Rasanya masih ingat betapa memukaunya aksi ‘John Wick’. Visualnya yang sleek, koreografi laganya yang brutal, serta sejarah dunia hitamnya yang digarap dengan sangat rapi, yang membuatnya jadi bukan sekadar film aksi. Jadi, ketika ‘Ballerina’ diumumkan dan mengambil latar dunia ‘John Wick, fans pun antusias. Terlebih lagi, nama Ana de Armas, yang sudah membuktikan kemampuan aktingnya dalam ‘No Time to Die’, jelas ekspektasi fans jadi terlalu tinggi.

Film Ballerina disutradarai Len Wiseman, yang sebelumnya menggarap Film Underworld dan Film Live Free or Die Hard. Film ini merupakan produksi dari Lionsgate dan dikembangkan tim kreatif yang turut merancang semesta ‘John Wick’, dengan Shay Hatten sebagai penulis naskahnya. 

Para aktor kawakan dari semesta John Wick turut kembali: Ian McShane sebagai Winston, Anjelica Huston sebagai The Director, dan tentu saja Keanu Reeves sebagai John Wick sendiri. Nggak ketinggalan, ada Gabriel Byrne (Chancellor), Norman Reedus (Daniel Pine), serta almarhum Lance Reddick yang kembali sebagai Charon.

‘Ballerina’ berkisah tentang apa sih? Yuk, kepoin bareng!

Sekilas tentang Film Ballerina 

Cerita ‘Ballerina’ mengambil tempat di antara John Wick: Chapter 3 – Parabellum dan Chapter 4. 

Sobat Yoursay akan diperkenalkan lebih jauh pada sosok Eve Macarro (Ana de Armas), si penari balet yang juga merupakan pembunuh bayaran terlatih dari kelompok Ruska Roma. Karakternya sempat muncul sekilas di awal ‘Parabellum’, tapi kini dia mendapatkan panggung utamanya.

Setelah ayahnya dibunuh kelompok pembunuh yang dipimpin Chancellor (Gabriel Byrne), Eve hidup dalam bayang-bayang dendam. 

Eve Macarro sendiri dibesarkan The Director (Anjelica Huston), yang memimpin komunitas Ruska Roma, dan dilatih untuk jadi mesin pembunuh dalam balutan elegansi balet.

Ketika Eve menemukan jejak pembunuh ayahnya, dia memulai misi balas dendam yang membawanya ke berbagai tempat berbahaya, termasuk Continental di Praha, di mana dia bertemu karakter misterius bernama Daniel Pine (Norman Reedus). Setiap langkah yang diambil Eve makin mendekatkannya ke Chancellor, hingga akhirnya, aksinya yang terlalu mencolok membuat Winston mengirimkan John Wick untuk menghentikannya.

Mantap sih, asli! Tapi ….

Impresi Selepas Nonton Film Ballerina 

Saat menonton paruh awal ‘Ballerina’, aku sempat kecewa. Koreografi laga yang disajikan terasa jauh dari standar ‘John Wick’. Kamera yang sering bergoyang, potongan edit yang terlalu cepat, dan ritme yang terburu-buru membuat adegan aksinya kehilangan keanggunan yang biasanya jadi daya tarik waralaba ini. Bahkan, beberapa pertarungan terasa hambar, seolah-olah ingin cepat selesai. Untuk film yang berasal dari semesta ‘John Wick’, ini jelas bukan awal yang menjanjikan.

Untungnya, semuanya berubah ketika film memasuki babak kedua. Setelah Eve benar-benar memulai misinya memburu Chancellor, intensitas mulai naik. Ada satu adegan di sebuah restoran bersalju yang menurutku adalah puncak visual dan aksi film ini. Pertarungan yang terencana rapi, penggunaan properti di sekitarnya, serta energi khas ala Gun Fu John Wick benar-benar hidup di momen ini. 

Menariknya, ‘Ballerina’ sempat menyelipkan humor visual lewat TV yang menampilkan cuplikan dari Buster Keaton dan The Three Stooges, seolah-olah ingin mengingatkan bahwa aksi pun bisa punya rasa slapstick tanpa kehilangan daya bunuhnya. Dan memang, di babak akhir, ‘Ballerina’ jadi film aksi yang sangat menghibur. Ada sekuens gila di mana satu desa Eropa penuh pembunuh memburu Eve. Gila, konyol, tapi seru luar biasa.

Sebagai pemeran utama, Ana de Armas tampil dengan keanggunan dan teknik yang cukup meyakinkan. Dia punya gerakan yang luwes dan kontrol tubuh yang bagus di adegan laga, tapi entah kenapa, karakternya terasa kurang membekas. Mungkin karena dialog-dialognya kurang kuat, atau karena pengembangan karakternya nggak sedalam karakter John Wick yang penuh luka tapi jarang bicara. Di sini, Eve lebih banyak mengandalkan ekspresi wajah dan kemarahan internal, tapi nggak selalu berhasil menyentuh emosi penonton.

Sementara itu, Keanu Reeves tetap jadi magnet. Meski kehadirannya agak terasa sebagai fan service, kemunculannya di babak akhir ngasih suntikan energi baru. Dia nggak muncul sekadar lewat cameo, tapi benar-benar jadi bagian dari penyelesaian konflik Eve. Dan tentu saja, dengan gaya khas John Wick, Keanu Reeves tetap memikat, bahkan di usianya yang menginjak 60 tahun.

Menurutku, ‘Ballerina’ bukanlah film yang sempurna. Namun pada akhirnya, saat aksinya menyala, aku tetap bisa menikmati perjalanan Eve Macaroon. Dan kalau semesta ini terus berkembang, mungkin suatu hari nanti, kita bisa melihatnya kembali menari (beraksi) lebih anggun dan sadis lagi. 

Skor: 3,5/5

Athar Farha