Ada sesuatu yang selalu bikin tertarik dengan film horor yang diangkat dari kisah-kisah nyata atau cerita rakyat. Mungkin karena realitasnya yang dekat, atau karena rasa takutnya terasa lebih membekas.
Dan ketika ‘The Dark House’ lahir hasil dari terinspirasi urban legend Sukma dan Ayu (sepasang anak kembar yang dikabarkan menghilang secara misterius di Baturraden tahun 1958) jelas banyak sinefil yang bakal menganggap ini bukan film horor biasa. Apalagi film ini disutradarai Hans Wanaghi, dengan backing dari Infinix Pictures dan Citrus Sinema.
Setelah penantian panjang sejak teaser-nya beredar di akhir 2023, film ini akhirnya resmi tayang di bioskop sejak 12 Juni 2025.
Sekilas tentang Film The Dark House
Cerita film ini dimulai dengan pasangan suami istri, Dewi (diperankan Karina Ranau) dan Arya (Ade Bilal Perdana), yang memutuskan liburan ke sebuah rumah tua di kaki Gunung Slamet.
Liburan mereka tuh bukan sekadar healing santai, tapi bagian dari proses pemulihan Arya yang sedang menjalani terapi pasca psikosis, sekaligus usaha mereka untuk memulai program kehamilan.
Namun, sejak awal sampai, suasana sudah ganjil. Rumah yang terisolasi, hawa dingin menusuk, dan interior yang seolah-olah membeku di masa lalu, rasa-rasanya semua itu bak mengancam.
Mereka mencoba tetap rasional, sampai akhirnya dua sahabat mereka, Gaby (Delia Alena) dan Ansel (Theo Culver), datang berkunjung dan mereka iseng memainkan permainan pemanggilan arwah: Charlie Charlie.
Begitu permainan dimulai, entitas yang datang ternyata lebih dari sekadar ‘tamu iseng’. Mereka bukan cuma memanggil sesuatu, tapi juga membuka portal yang nggak bisa ditutup begitu saja. Dan ketika mereka sadar semuanya sudah salah, semuanya sudah terlambat!
Impresi Selepas Nonton Film The Dark House
Yang bikin film ini nggak biasa tuh, terkait bagaimana horornya datang nggak cuma dari sosok-sosok nggak kasat mata, tapi juga dari dalam diri karakter itu sendiri. Arya, dengan latar belakang gangguan psikosisnya, bikin aku terus bertanya-tanya, mana yang nyata, mana yang delusi? Dan di sinilah ‘The Dark House’ jadi horor yang nggak cuma menyeramkan, tapi juga mengganggu.
Hans Wanaghi kayak tahu betul cara memanfaatkan lokasi. Rumah tua itu nggak cuma latar lho. Kayu yang berderit pelan, bayangan yang seolah-olah bergerak sendiri, lorong-lorong yang sempit dan memanjang bak labirin, semuanya dibangun perlahan dan mencekam. Nggak terlalu banyak jumpscare murahan di sini. Sebaliknya, Hans Wanaghi lebih suka menyerang psikologis penonton. Dan jujur aja, itu jauh lebih menyiksa.
Scoring-nya nggak lebay lho, dan itu ampuh. Musik latar cuma muncul ketika benar-benar dibutuhkan. Dan saat film memilih sunyi total, justru itu yang paling bikin nggak tenang.
Buat Sobat Yoursay yang suka sajian horor lokal, terutama yang suka horor psikologis dan berbasis urban legend, Film The Dark House bisa jadi pengalaman yang layak dicoba.
Pada akhirnya, skor hanyalah angka. Dan angka, seperti halnya kesan pertama atau kata-kata penutup, sering kali cuma jadi penanda bukan penentu. Karena di balik setiap skor, ada perjalanan pribadi: siapa kita, di mana kita menonton, apa yang sedang kita rasakan waktu itu, dan bagaimana film itu menyentuh (atau nggak menyentuh) sesuatu di dalam diri kita.
Jadi wajar banget kalau Sobat Yoursay mungkin punya pendapat berbeda setelah nonton. Mungkin kamu merasa film ini terlalu lambat, atau justru merasa lebih dalam dari yang aku tangkap. Dan itu semua sah-sah aja. Karena pengalaman nonton itu bukan kompetisi mencari siapa yang paling benar, tapi ruang untuk berbagi rasa. Yang bisa sama, bisa juga berseberangan.
Kalau kamu sudah nonton dan nggak sepakat denganku, itu sama sekali nggak masalah. Aku malah senang kalau kita bisa ngobrol soal perbedaan itu, karena dari sanalah percakapan jadi hidup.
Selamat menonton, semoga film ini membawa sesuatu, entah itu pertanyaan baru, tawa kecil, atau sekadar rasa hangat yang tinggal sebentar.
Skor: 3,5/5
Baca Juga
-
Review Film Sunlight: Kisah Emosional di Balik Kostum Monyet
-
Review Film Keluarga Super Irit: Lebih dari Sekadar Komedi, Satir Ringan yang Kena Banget!
-
Review Film The Winter Lake: Ketika Rahasia Mengapung ke Permukaan
-
Film Roman Dendam: Balas Dendam Luka Lama yang Menyingkap Konspirasi Besar
-
Review Film Barron's Cove: Kematian Anak dan Amarah Ayah
Artikel Terkait
-
Postingan Terakhir Gustiwiw di Medsos, Ngomongin Film GJLS
-
Review Film Sunlight: Kisah Emosional di Balik Kostum Monyet
-
Tayang November 2025, Intip Sinopsis dan Pengisi Suara Film In Your Dreams
-
13 Fakta Menarik Gustiwiw, Sosok Kreatif di Balik Genre EnDiKup dan Innalillahi Aaliyah
-
Sempat Viral di Jagat Maya, The Backrooms Resmi Diangkat Jadi Film oleh A24
Ulasan
-
Menelusuri Pulau Rahasia Bersama Widdershins di Novel a Sprinkle of Sorcery
-
Review Film Sunlight: Kisah Emosional di Balik Kostum Monyet
-
Kedalaman Emosi Cinta Pertama yang Bikin Kesemsem di Lagu TWS 'Go Back'
-
Hutan Pinus Nongko Ijo, Spot Wisata Alam Terbaik untuk Piknik Bareng Keluarga di Madiun
-
Review Film Keluarga Super Irit: Lebih dari Sekadar Komedi, Satir Ringan yang Kena Banget!
Terkini
-
Sop Iga Sapi Warisan Mama, Pelajaran Kasih dalam Semangkuk Kuah Hangat
-
Anti-Bosan! 4 Ide Outfit Monokrom ala Sheon BILLLIE yang Klasik dan Stylish
-
Ironisme Piala Presiden 2025: Dari Turnamen Pramusim, Menjadi Event Eksklusif Berbatas Peserta
-
Tayang November 2025, Intip Sinopsis dan Pengisi Suara Film In Your Dreams
-
Mau Tampil Elegan? Ini 4 Inspirasi Gaya Rambut ala Karina AESPA!