Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Ardina Praf
Novel Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa: Sepasang Elang dari Diyarbakir (goodreads.com)

Zaky Yamani melanjutkan buku keduanua dengan kisah yang lebih menarik berjudul Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa: Sepasang Elang dari Diyarbakir.

Jika pada buku pertama pembaca diperkenalkan pada tokoh Samiam dan latar keras kehidupannya sebagai seorang budak, maka di buku kedua ini, Zaky membawa kita menyelami lebih dalam sisi kemanusiaan Samiam yang diuji berbagai cobaan di hidupnya.

Buku kali ini tetap mengusung narasi kuat, tetapi terasa lebih matang secara emosi dan perenungan.

Ceritanya masih berpusat pada perjalanan hidup Samiam, yang dituturkan lewat catatan harian yang menjadi jendela batinnya.

Di tengah statusnya sebagai budak, harapan untuk bisa kembali bertemu sang istri dan ayah mertua menjadi satu-satunya api yang tetap menyala.

Ulasan buku Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa: Sepasang Elang dari Diyarbakir

Seperti yang tertulis pada judulnya, perjalanannya sangatlah tidak mudah.  Bahkan, kisah ini dipenuhi oleh hal-hal mustahil yang sulit dipercaya benar-benar terjadi.

Salah satu kekuatan utama buku ini adalah kemampuan Zaky dalam menggambarkan suasana dan latar lokasi yang dilalui Samiam dengan sangat hidup dan meyakinkan.

Lewat narasinya, pembaca seakan diajak ikut menapaki jejak-jejak sejarah dan menyusuri kemegahan peradaban masa lampau yang digambarkan dengan begitu rinci dan nyata.

Imajinasi seakan ditarik untuk percaya bahwa kita benar-benar hadir di sana, menyusuri lorong-lorong kota, mencium debu perjalanan, dan merasakan ketegangan yang menghantui setiap langkah Samiam.

Sayangnya, detail visual dalam bentuk peta yang dihadirkan kurang maksimal. Kenapa petanya dibuat kecil? Pembaca jadi kurang bisa membayangkan rute perjalanan tokohnya.

Semoga dalam seri berikutnya (jika ada), aspek ini mendapat perhatian lebih agar bisa mendukung pengalaman membaca secara visual.

Dari sisi pengembangan karakter, Samiam di buku kedua tampil lebih dewasa. Ia tidak lagi menjadi sosok menyebalkan layaknya di buku pertama.

Meskipun masih terbawa emosi, tapi sikapnya masih bisa dimaklumi oleh pembaca karena beratnya tekanan hidup yang dia jalani.

Rasa lelah, ketakutan, harapan, dan luka yang ia bawa begitu terasa dan membekas. Keunikan utama buku ini adalah rangakaian kisahnya yang penuh dengan emosi yang menyentuh.

Salah satu aspek paling tak terduga namun membekas adalah hadirnya elemen spiritual yang muncul secara alami dan tidak terbayangkan sebelumnya.

Meski bukan termasuk buku bertema religi, nilai-nilai keislaman terasa hadir secara halus dan tidak menggurui, mengalir melalui pengalaman hidup tokoh dan kekuatan batinnya dalam menghadapi berbagai ujian.

Pendekatan ini justru membuat pesan moral dan spiritual terasa lebih kuat dan menyentuh hati.

Namun demikian, tempo penceritaan dalam buku ini kadang terasa terlalu terburu-buru. Perjalanan panjang Samiam yang penuh penderitaan dan pergolakan batin seolah tidak diberikan cukup ruang untuk diolah lebih mendalam.

Perjalanan tiga tahun dalam cerita ini terasa tergesa-gesa, sehingga sejumlah momen emosional yang semestinya bisa menyentuh hati justru berlalu begitu saja tanpa sempat meninggalkan dampak mendalam bagi pembaca.

Terlepas dari itu, novel Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa ini sangat direkomendasikan untuk kalian baca. Bukan hanya sekedar perjalanan saja, tapi banyak sekali konflik batin yang bisa diambil hikmahnya.

Secara keseluruhan, Zaky Yamani berhasil menjaga semangat petualangan dan kompleksitas emosional dari buku pertamanya.

Seri Samiam bukan hanya kisah fiksi sejarah biasa, melainkan kisah tentang keteguhan hati, iman yang diuji, dan bagaimana manusia bisa tetap berdiri meski berkali-kali dijatuhkan. Buku ini adalah perjalanan mustahil yang justru terasa sangat nyata.

Ardina Praf