Pernah menonton film horor yang membuat kepala terasa penuh, bukan karena takut, tapi karena terpukau oleh cara ceritanya disusun?
Weapons adalah salah satu pengalaman sinematik yang jarang muncul di tengah dominasi film franchise yang seragam.
Film ini bukan sekadar horor biasa, ia adalah eksperimen naratif yang berani, menggairahkan, dan mengusik rasa penasaran sejak menit pertama.
Disutradarai oleh Zach Cregger, yang sebelumnya sukses lewat Barbarian (2022), Weapons sudah menarik perhatian bahkan sebelum diproduksi. Naskahnya diperebutkan banyak studio besar, hingga akhirnya jatuh ke tangan New Line Cinema.
Dengan modal USD 38 juta dan deretan aktor papan atas seperti Josh Brolin, Julia Garner, Alden Ehrenreich, Benedict Wong, dan Amy Madigan, ekspektasi terhadap film ini memang tinggi. Tapi apakah hasilnya sepadan?
Cerita dimulai dengan hilangnya tujuh belas anak secara misterius di tengah malam. Mereka semua adalah murid dari Justine Gandy (Julia Garner), dan hanya satu siswa yang tersisa: Alex Lilly (Cary Christopher).
Waktu berlalu, dan Justine menjadi sasaran kemarahan para orang tua, terutama Archer Graff (Josh Brolin) yang kehilangan putranya. Trauma yang dialami Justine mendorongnya untuk melakukan investigasi sendiri, dimulai dari Alex. Namun, ia tidak menyadari bahwa ada kekuatan gelap yang menjadi akar dari semua kekacauan ini.
Yang membuat Weapons berbeda adalah cara penyampaian ceritanya. Film ini dikemas dalam beberapa babak, masing-masing dari sudut pandang karakter yang berbeda. Ada Justine, Archer, Paul, Alex, dan lainnya.
Setiap segmen saling bersinggungan dan beberapa adegan diulang dari perspektif berbeda. Teknik ini mengingatkan pada Rashomon plot, yang jarang digunakan dalam genre horor. Hasilnya adalah pengalaman menonton yang intens, penuh teka-teki, dan sangat memikat.
Zach Cregger tampaknya terinspirasi oleh gaya Quentin Tarantino, terutama dalam hal struktur nonlinier dan perpaduan genre. Weapons tidak hanya horor, tapi juga misteri, investigasi, thriller, bahkan komedi. Kombinasi ini jarang berhasil, tapi Cregger mampu menjaga keseimbangan dengan sangat baik. Ketegangan tidak pernah benar-benar hilang, bahkan ketika humor muncul sebagai selingan.
Salah satu kekuatan utama film ini adalah naskahnya. Dibandingkan dengan film horor konvensional, Weapons berada di level yang berbeda. Ia mengingatkan pada Pulp Fiction era 1990-an, dengan karakter-karakter yang kompleks dan dialog yang tajam. Tidak heran jika naskahnya diperebutkan banyak studio—potensinya memang besar.
Dari sisi akting, Julia Garner tampil solid sebagai guru yang dihantui rasa bersalah. Josh Brolin membawa intensitas emosional yang kuat sebagai ayah yang kehilangan anak. Alden Ehrenreich mencuri perhatian dengan karakter yang penuh gejolak. Bahkan aktor cilik Cary Christopher mampu memberikan performa yang menyentuh.
Namun, yang paling menonjol adalah talenta Zach Cregger sebagai sineas. Ia berhasil mengemas cerita yang rumit menjadi tontonan yang tetap bisa dinikmati. Penggunaan perspektif beragam, perpaduan genre, dan pengadeganan yang berani menjadikan Weapons sebagai karya yang menyegarkan di tengah pasang surut industri film Barat.
Film ini bukan untuk penonton yang mencari jumpscare murahan atau plot yang mudah ditebak. Weapons menuntut perhatian, mengajak berpikir, dan sesekali membuat tertawa di tengah ketegangan. Ia adalah bukti bahwa horor bisa menjadi medium eksplorasi artistik yang kaya, bukan sekadar hiburan instan.
Di tengah dominasi film franchise yang sering terasa repetitif, Weapons hadir sebagai pengingat bahwa seni film masih bisa berkembang dengan bentuk dan variasi baru. Bagi penikmat film sejati, terutama yang menghargai narasi kompleks dan karakter yang kuat, Weapons adalah salah satu rilisan terbaik tahun ini.
Jangan lewatkan film ini. Karena di balik kegelapan dan misterinya, Weapons menyimpan banyak hal yang layak untuk dibicarakan—baik sebagai karya seni maupun sebagai refleksi atas ketakutan dan trauma manusia.
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Novel Terjebak denganmu Meneer: Indahnya Skenario yang Dibuat Tuhan
-
Ulasan Film The Noisy Mansion, Misteri di Balik Teror Bising Dini Hari
-
Review Film An Officer and a Spy: Skandal di Balik Seragam Militer Prancis
-
Ulasan Buku Revolution of Life, Inspirasi untuk Jalani Hari dengan Maksimal
-
Novel My Wife, the Serial Killer: Rahasia di Balik Istri yang Sempurna
Terkini
-
Ada Uhm Jung Hwa, Ini 4 Pemeran Utama Drama Korea My Troublesome Star
-
Pembalap Ducati Lainnya Tak Sepakat dengan Keluhan Pecco Bagnaia pada GP25
-
Buktikan Prestasi: Perempuan Tak Lagi Hanya Penonton di Lapangan Futsal
-
BRI Super League: Boyong Anton Fase, PSIM Yogyakarta Kental Aroma Belanda
-
Memaknai Filosofi Futsal dalam Pembentukan Karakter Manusia