Novel “Bedebah di Ujung Tanduk” karya Tere Liye menjadi buku keenamdalam serial aksi dari para tokoh negeri yang politiknya kacau balau. Mulai dari Bujang alias Agam yang dijuluki Si Babi Hutan, Thomas si konsultan keuangan Kondang, hingga Padma si virgilante.
Banyaknya kemunculan tokoh-tokoh baru di serial aksi ini membuat intrik kekuasaan di antara para pentolan shadow economy kian memanas. Ada yang menganggapnya sebagai puncak ketegangan, ada pula yang menilai karakterisasi mulai bergeser.
Identitas buku
- Judul: Bedebah di Ujung Tanduk
- Pengarang: Tere Liye
- Penerbit: Sabak Grip Nusantara
- Tahun Terbit: Desember 2022
- ISBN: 9786239726218.
- Tebal: 415 halaman,
- Serial: Buku ke-6 Seri Aksi
Melanjutkan kisah penuh intrik dari Negeri Para Bedebah, Negeri di Ujung Tanduk, Pulang, Pergi, dan Gnalup-Pergi. Kali ini, Tere Liye kembali membawa pembaca pada petualangan penuh aksi, plot twist yang mengejutkan, dan eksplorasi karakter yang semakin kompleks.
Premis yang Menggigit: Negeri Para Penipu
Dalam dunia Thomas & Bujang, “pencuri dan perampok” tidak selalu tampak seperti penjahat. Dalam dua buku pertama, Tere Liye menggambarkan negeri penuh kepalsuan.
Di Negeri Para Bedebah, mereka menyamar bak musang berbulu domba—tersenyum di depan, menipu di belakang.
Di Negeri di Ujung Tanduk, mereka bahkan berani tampil sebagai penegak hukum tanpa rasa malu.
Kini, di Bedebah di Ujung Tanduk, situasi semakin gawat. Thomas dan Bujang harus menghadapi pertarungan bukan hanya dengan musuh yang kuat, tetapi juga dengan pengkhianatan, misteri keluarga, hingga rahasia masa lalu yang mengguncang.
Plot Twist, Lokasi Eksotis, dan Detail yang Kaya
Salah satu daya tarik utama novel ini adalah plot twist yang tiada henti. Mulai dari identitas Ayako, sejarah keluarga Thomas, keahlian bertarung Bujang, hingga kecerdikan Pak Tua Salonga yang selalu mengundang decak kagum sekaligus tawa.
Tere Liye juga tetap konsisten memberikan setting eksotis yang memikat imajinasi. Dari Kathmandu yang mistis hingga Bhutan yang damai, pembaca dibawa berkeliling ke tempat-tempat yang sarat sejarah, termasuk Jalur Sutra yang legendaris. Tidak hanya itu, penulis menyelipkan detail teknologi militer seperti helikopter Sikorsky X-2 dan V-22 Osprey, serta transaksi jual beli properti bersejarah yang membuat pembaca penasaran.
Banyak pembaca mengaku harus membuka Google berkali-kali hanya untuk mengecek tempat, senjata, dan istilah yang disebutkan di buku ini—menunjukkan betapa riset penulis cukup mendalam.
Aksi Spektakuler, tapi Karakterisasi Mulai Dipertanyakan
Meskipun menyajikan aksi tiada henti—dari pertarungan brutal hingga duel di atas langit—sebagian penggemar setia justru merasa seri ini mulai kehilangan ciri khasnya.
Pada novel-novel awal, Thomas dikenal sebagai karakter berwibawa. Ia jarang berceloteh sembarangan, bahkan dalam situasi genting sekalipun. Namun dalam buku ini, beberapa pembaca merasa karakter Thomas berubah—lebih banyak aksi fisik dibanding permainan logika yang dulu menjadi daya tarik utama.
Selain itu, munculnya istilah seperti “perkamen” dan “teknik bertarung” membuat beberapa pembaca merasa seri ini sedikit terkontaminasi nuansa fantasi ala Serial BUMI, yang biasanya tidak terkait langsung dengan dunia Thomas & Bujang.
Catatan Kritis untuk Bedebah di Ujung Tanduk
Bagi pembaca yang menyukai novel penuh aksi dan kejutan, “Bedebah di Ujung Tanduk” adalah bacaan yang memuaskan. Namun bagi mereka yang merindukan kedalaman logika, intrik finansial, dan elegansi karakter seperti di dua novel pertama, buku ini terasa berbeda.
Beberapa pembaca bahkan menyarankan agar seri ini segera diakhiri atau diarahkan ke spin-off baru dengan karakter berbeda. Pasalnya, pengembangan cerita yang terlalu melebar dikhawatirkan mengaburkan identitas asli seri Thomas & Bujang.
“Bedebah di Ujung Tanduk” tetap menunjukkan kemampuan Tere Liye dalam meracik aksi, humor, dan drama emosional. Namun, perubahan gaya bercerita dan nuansa fantasi membuatnya menjadi novel yang akan menuai reaksi beragam. Bisa dibilang jika novel ini menjadi titik awal dari pergeseran besar serial aksi. Di buku-buku berikutnya seperti Tanah Para Bandit, Bandit-bandit Berkelas, hingga Bandit Terakhir, Tere Liye banyak menambah aksi pertarungan para tokoh di dunia shadow economy.
Tag
Baca Juga
-
Ulasan Novel Mean Streak: Keberanian Memilih Jalan Hidup Sendiri
-
Ulasan Novel Yang Telah Lama Pergi: Runtuhnya Negeri Penuh Kemunafikan!
-
Ulasan Novel Algoritme Rasa: Ketika Setitik Luka Jadi Dendam Abadi
-
Ulasan Novel Bandit-Bandit Berkelas: Nasib Keadilan di Ujung Tanduk!
-
Ulasan Novel Tanah Para Bandit: Ketika Hukum Tak Lagi Memihak Kebenaran
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Jalani Aja, Teman Setia Saat Hidup Terasa Berat dan Melelahkan
-
Ulasan Novel Sorge: Memberi Ruang untuk Mendengar Suara Hati
-
Senjata Paling Sunyi: Kenapa Membaca Buku Bisa Jadi Bentuk Protes Paling Kuat?
-
Rendahnya Literasi, Cermin Buram Pendidikan Indonesia
-
Rumah Politikus Kosong Buku, Penulis Muda: Jangan Pertaruhkan Masa Depan dengan Kepala Kosong
Ulasan
-
Rangga dan Cinta Bukan Sekuel, Tapi Reinkarnasi Romansa Ikonik AADC
-
Review Film Jembatan Shiratal Mustaqim: Horor Religi yang Mengguncang Iman!
-
Review Film Vicious: Saat Kesunyian Membunuhmu Perlahan
-
Harapan Kecil untuk Tetap Hidup dalam Novel As Long as the Lemon Trees Grow
-
Ulasan Novel Jodoh di Tangan Aplikasi, Mengejar Jodoh Sampai ke Aplikasi
Terkini
-
4 Sleeping Mask dengan Peptide, Rahasia Kulit Kencang & Glowing Pagi Hari
-
IFI Yogyakarta: Kolaborasi Sinema & Peluang Film Indonesia di Kancah Dunia
-
Kemenangan Akademisi IPB, Napas Baru Perlindungan Pembela Lingkungan
-
Cozy Vibes! 4 Ide Padu Padan Knitwear ala Wonyoung IVE yang Super Sweet
-
Timnas Indonesia, Patrick Kluivert dan Hattrick Pemecatan Memalukan yang Harus Ditanggungnya