Dua dekade lebih telah berlalu sejak puisi Rangga dan binar mata Cinta kali pertama mengguncang layar sinema. Bukan hanya sekadar romansa remaja SMA, kisah mereka adalah kapsul waktu yang membungkus gejolak-gejolak indah masa SMA di era 2000-an.
Kini, Riri Riza dan Mira Lesmana kembali mengajak kita untuk menengok romansa ikonik ini melalui film Rangga dan Cinta, sebuah rebirth dari film Ada Apa dengan Cinta?. Dengan latar waktu awal tahun 2000-an dan wajah-wajah baru yang tetap membawa nostalgia, pertanyaan besarnya adalah: apa yang benar-benar berubah dari Rangga dan Cinta di dunia baru ini?
El Putra Sarira sebagai Rangga dan Leya Princy sebagai Cinta, jelas secara tegas menandai bahwa film Rangga dan Cinta bukanlah sekuel dari Ada Apa dengan Cinta?. Dengan judul baru, format baru, dan pemeran baru, film Rangga dan Cinta membawa kita bernostalgia dengan kacamata yang lebih segar dan nuansa yang lebih kaya.
Jika Ada Apa dengan Cinta? 2 tahun 2016 menjawab pertanyaan ke mana perginya Rangga dan Cinta setelah 14 tahun?, maka film Rangga dan Cinta menjawab pertanyaan bagaimana jika kita menafsirkan ulang kisah romansa yang melegenda itu?
Perubahan pertama yang jelas terasa dari film rebirth Ada Apa dengan Cinta? ini tentu saja adalah formatnya. Pada film pendahulunya, soundtrack disajikan sebagai puisi lirik yang mengiringi adegan-adegan dalam film. Pada film Rangga dan Cinta, lagu-lagu lama dengan gubahan dan aransemen baru, menjadi inti penceritaan. Rangga tetaplah misteri yang terbungkus puisi, sementara Cinta tetaplah perempuan cerdas nan populis.
Namun, format musikal memungkinkan keduanya untuk mengekspresikan pergolakan batin secara langsung yang menjadi pembeda jelas dengan film sebelumnya.
Perubahan penting lainnya terletak pada detail interpretasi karakter Rangga dan Cinta serta beberapa adegan-adegan ikonik pada film sebelumnya. Perubahan di beberapa adegan ikonik ini muncul disesuaikan dengan penggambaran tokoh dan karakter Rangga yang sekarang. Hal tersebut juga memperkuat anggapan bahwa meskipun ceritanya sama, interpretasi karakter dan zamannya harus berbeda. Ini secara persis menunjukkan bahwa meskipun kisah mereka abadi, cara Rangga dan Cinta saling merajut romansa tetaplah harus relevan dengan konteks dan medium baru yang membingkainya.
Meski film Rangga dan Cinta lahir di 2025, Mira Lesmana dan Riri Riza tetap mempertahankan latar waktu awal tahun 2000-an. Pemilihan latar waktu tersebut tentu bukan hanya sekadar upaya nostalgia, melainkan sebuah penegasan bahwa persahabatan, cinta pertama, dan pendewasaan adalah kisah yang tak lekang oleh waktu.
Pemilihan latar waktu juga dilakukan untuk mempertahan kemurnian interaksi antara Rangga dan Cinta yang terjadi melalui surat, puisi, dan tatap muka, bukan sosial media.
Rangga dan Cinta adalah sebuah kisah romansa yang telah kita semua kenal dan kita semua alami, namun ditafsirkan dalam bahasa yang baru. Hal ini bukan tentang membandingkan siapa yang lebih baik, El Putra atau Nicholas Saputra, Leya Princy atau Dian Sastro.
Film Rangga dan Cinta tidak berusaha menjadi bayangan dari film pendahulunya, tetapi menjelma sebagai cermin baru yang memantulkan ingatan kita pada masa di mana kisah Rangga dan Cinta melegenda.
Film Rangga dan Cinta adalah tentang menghormati ingatan kolektif masyarakat sembari memberi ruang bagi generasi sekarang untuk menyelami kisah romansa versi mereka sendiri. AADC terlalu kuat untuk ditandingi, sehingga satu-satunya upaya adalah menafsirkan ulang, bukan meniru. Romansa lama di dunia baru ini adalah bukti bahwa selalu ada cerita yang patut untuk selalu kita rayakan.
Baca Juga
-
Pegawai Melimpah, Kinerja Seret: Potret Ironi Birokrasi Kita
-
Refleksi Satu Tahun Komunikasi Publik Pemerintahan Presiden Prabowo
-
Melestarikan Budaya: Transformasi Jamu dari Gendongan ke Kafe Instagramable
-
Dominasi Konten Video Pendek dalam Aktivitas Digital Gen-Z
-
Di Balik Pintu Kelas: Refleksi Pembelajaran di Hari Pendidikan Nasional
Artikel Terkait
-
Review Film Jembatan Shiratal Mustaqim: Horor Religi yang Mengguncang Iman!
-
Review Film Vicious: Saat Kesunyian Membunuhmu Perlahan
-
5 Zodiak yang Katanya Paling Mudah Jatuh Cinta: Ada Capricorn Sampai Cancer
-
Totalitas Fedi Nuril di Film Pangku, Bawa Pulang Truk Pengangkut Ikan ke Rumah
-
Fedi Nuril Sorot Gaya Reza Rahadian Sutradarai Film Pangku: Gabungan Hanung Bramantyo dan Garin
Ulasan
-
Review Film Jembatan Shiratal Mustaqim: Horor Religi yang Mengguncang Iman!
-
Review Film Vicious: Saat Kesunyian Membunuhmu Perlahan
-
Harapan Kecil untuk Tetap Hidup dalam Novel As Long as the Lemon Trees Grow
-
Ulasan Novel Jodoh di Tangan Aplikasi, Mengejar Jodoh Sampai ke Aplikasi
-
Buku Sandiwara Langit: Sebuah Kisah Nyata Bertabur Hikmah Penyubur Iman
Terkini
-
Nggak Perlu Obat! 6 Pose Yoga Ini Bikin Nyeri Haid Hilang dan Perut Gak Kram
-
Rahasia Orang Okinawa Bisa Hidup 100 Tahun Lebih,Ternyata Sesederhana ini!
-
Contek Gaya Edgy Janistar Phomphadungcheep: 5 Outfit Monokrom yang Bikin Penampilanmu Lebih Keren!
-
Anak Sering Ngambek? Atasi dengan 5 Permainan Sederhana yang Ternyata Bisa Jadi 'Obat' Mujarab!
-
Rekap Perempat Final Denmark Open 2025:2 Wakil Indonesia Lolos ke Semifinal