Thariq Halilintar, anggota termuda dari keluarga Halilintar, telah memantik perhatian publik. Dia menuai kontroversi setelah diklaim menunaikan ibadah haji pada usia 2 bulan. Keputusan ini diambil oleh orang tuanya, Halilintar Anofial Asmid dan Lenggogeni Faruk, yang merupakan orang tua dari 11 anak yang terkenal di Indonesia dengan sebutan Gen Halilintar.
Berita tentang Thariq Halilintar yang melakukan ibadah haji pada usia 2 bulan mendadak viral dan menimbulkan perdebatan di berbagai platform media sosial. Banyak yang mempertanyakan keputusan tersebut, mengingat usia Thariq yang masih sangat muda dan belum mampu memahami atau merasakan esensi dari ibadah haji itu sendiri.
Beberapa kritikus berpendapat orang tua Thariq Halilintar memanfaatkan momen untuk meningkatkan popularitas keluarga mereka, tanpa mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak mereka. Mereka menyoroti bahwa perjalanan haji adalah ibadah yang membutuhkan kesiapan fisik dan mental, yang jelas tidak dimiliki oleh seorang bayi.
Di sisi lain, ada juga yang mendukung keputusan tersebut, dengan alasan bahwa mengajak anak mereka untuk melakukan ibadah haji sejak dini adalah bentuk pendidikan dan pengenalan agama yang baik. Mereka berpendapat bahwa ini adalah hak orang tua untuk mengambil keputusan terbaik bagi anak mereka.
Nah, bagaimana dari perspektif hukum dan agama?
Dari perspektif hukum dan agama, ibadah haji memiliki syarat tertentu yang harus dipenuhi, termasuk baligh (dewasa) dan mampu secara fisik serta finansial. Dalam Islam, haji diwajibkan bagi mereka yang telah memenuhi syarat tersebut, dan jika dilakukan oleh anak kecil, ibadah tersebut tetap sah namun tidak menggugurkan kewajiban haji ketika mereka dewasa nanti.
Para ulama dan ahli agama juga memberikan pandangan yang beragam mengenai kasus ini. Sebagian besar berpendapat bahwa meskipun sah secara syariah, haji yang dilakukan oleh bayi tidak membawa manfaat spiritual yang seharusnya dirasakan oleh jamaah dewasa.
Fenomena Thariq Halilintar yang melakukan ibadah haji pada usia dua bulan memang memicu berbagai reaksi dari masyarakat. Keputusan ini menggugah diskusi yang lebih luas tentang hak anak, kewajiban agama, dan bagaimana media sosial mempengaruhi keputusan-keputusan keluarga di era modern ini.
Bagaimanapun, penting bagi kita semua untuk menghormati setiap pandangan dan terus belajar dari setiap peristiwa yang terjadi di sekitar kita.