Baru berusia dua tahun, anak gajah betina bernama Kalistha Lestari, atau kerap disapa Tari menghembuskan napas terakhirnya di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Tari bukan sembarang gajah, ia bagian dari Elephant Flying Squad, pasukan gajah jinak yang membantu menjaga hutan.
Pada tanggal 10 September 2025, gajah Tari ditemukan mati mendadak. Berdasarkan hasil laboratorium Medika Satwa yang diposting akun Instagram BTN Tesso Nilo pada Senin (15/9/2025) menunjukkan penyebab kematian Tari adalah virus mematikan bernama EEHV.
Apa Itu EEHV?
Mengutip dari Association of Zoos & Aquariums, EEHV atau Elephant Endotheliotropic Herpes Viruses adalah infeksi alami pada gajah dan telah berevolusi bersama gajah selama jutaan tahun.
Virus ini dapat hidup dalam tubuh gajah tanpa masalah, namun dalam kondisi tertentu, bisa aktif dan menyebabkan penyakit hemoragik akut (EEHV-HD) yang sangat cepat dan fatal pada gajah Asia (Elephant maximus) dan gajah Afrika (Loxodonta africana).
EEHV bukan virus baru. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada seekor anak gajah Asia berusia 16 bulan di Kebun Binatang Nasional di Washington, DC.
Gejala EEHV
Melalui Association of Zoos & Aquariums, gejala EEHV sangat samar dan dapat dengan mudah diabaikan dan dikaitkan dengan faktor lain. Gejala awal seringkali meliputi perubahan kecil pada perilaku, nafsu makan, konsumsi air, aktivitas atau respon terhadap pelatihan.
Karena gejalanya halus, banyak kasus terlambat dideteksi. Dalam kondisi parah, gajah bisa mengalami syok hemoragik, dan lidahnya akan tampak membiru (sianosis) karena kurangnya oksigen dalam darah. Kematian bisa terjadi dalam hitungan jam setelah gejala muncul.
Pentingnya Kewaspadaan dan Kesiapan
Kasus kematian Gajah Tari di Tesso Nilo memperlihatkan betapa cepat dan mematikannya virus ini jika tidak terdeteksi dan ditangani sejak dini. Oleh karena itu, pemantauan kesehatan secara rutin, kesiapan obat-obatan, dan laboratorium yang memumpuni, sangat penting upaya penyelamatan anak gajah.
Di tengah krisis konservasi gajah di Indonesia, pemahaman mendalam tentang EEHV bisa menjadi pembeda antara hidup dan mati bagi satwa yang terancam punah ini.
Respon Publik Atas Kematian Tari
Kabar kematian gajah Tari memicu golombang kesedihan publik. Di media sosial, nama “Tari” sempat menjadi perbincangan hangat sejak kabar kematiannya beredar. Banyak warganet mengekspresikan kesedihan mereka.
“Tariii sudah bahagia di surga yah sayangg…sudah banyak semangka dan gula merah yang bertaburan yahh,” tulis warganet di kolom komentar Instagram BTN Tesso Nilo.
“Adekk selamat jalan sayang,” imbuh warganet lain.
Kematian Tari seharusnya bukan sekadar berita duka, tapi juga pengingat keras bahwa konservasi satwa tak bisa hanya mengandalkan niat baik. Dibutuhkan sistem yang solid, dukungan kebijakan, fasilitas medis memadai, dan edukasi publik tentang penyakit satwa.
Jika tidak ada langkah konkret setelah ini, kematian Tari hanya akan menjadi satu dari banyak kasus yang terus berulang.