Dialog adalah percakapan antara dua orang/lebih sebagai ciri sebuah buku, drama, ataupun film. Ini tidak terbatas pada pembicaraan, melainkan memungkinkan kita untuk mengintip ke dalam pikiran dan hati para karakter.
Lalu kira-kira, apa yang terjadi kalau dialog yang kamu buat asal-asalan? Pembacamu pasti bakal bilang:
“Nggak ada yang bicara kayak gitu.”
“Bingungin. Entah karakter mana yang ngomong.”
“Isinya ngomong satu halaman, tapi nggak tahu inti topiknya apa.”
Ya ampun, jangan sampai dunia fiksi yang susah payah kamu bangun malah hancur karena kurangnya perhatianmu buat belajar menulis dialog yang tepat.
Intinya, yang perlu kamu ingat dan garis bawahi: dialog yang baik tidaklah alami, melainkan dibuat-buat.
Bentar, bentar, bukannya dialog yang ditulis harus natural kayak orang bicara di real life? Ya, tapi kalau realistis banget, kamu bayangkan deh betapa tidak menariknya untuk menyimak percakapan seperti itu.
Jadi, bukannya harus sama persis, melainkan ada elemen kunci yang bisa kamu perhatikan dari percakapan orang dii dunia nyata. Seperti: aliran, sintaksis, dan bahasa sehari-hari regional.
Oke, sampai situ paham? Nah, perlu diingat juga, dialog yang kita bikin bakal diterapkan di dunia fiksi dan diucapkan oleh karakter imajiner kita untuk menggerakkan plot cerita. Ini berarti, aturan yang harus dipatuhi adalah aturan di dunia fiksi.
Berikut adalah tiga tips menulis dialog dalam novel yang setidaknya harus kamu ketahui:
1. Buatlah dialog yang singkat dan padat
Maksudnya gimana? Maksudnya kalau dialogmu tidak terlalu penting buat memajukan plot cerita, mending dihapus.
Contoh dialog yang kurang tepat:
“Sore,” sapa Aisyah. “Apa kabarmu?”
“Kabarku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?” jawab Elis.
“Aku juga baik. Bukankah cuacanya bagus hari ini?”
“Ya, sangat bagus.” Elis tersenyum. “Oh ya, Aisyah, ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu. Apa kamu ….”
Sungguh, menanyakan kabar hingga mengomentari cuaca ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan perkembangan plot ceritamu. Hanya menambah jumlah kata dan terkesan bertele-tele, tanpa langsung membahas intinya. Maka silakan dihapus saja!
Lalu bagaimana contoh dialog yang padat dan jelas itu? Kamu bisa menganalisisnya langsung dari novel-novel penulis terkenal.
Contohnya seperti dialog yang dikutip dari novel Keajaiban Toko Kelontong karya Keigo Higashino berikut:
“Hah? Rumah bobrok yang pas. Apa maksudmu?” Atsuya menatap Shouta yang berperawakan mungil dan seperti anak-anak.
“Maksudku, rumah itu pas sekali dipakai untuk bersembunyi. Kebetulan saja aku menemukannya. Aku tidak menyangka kita akan benar-benar menggunakannya.”
Dari percakapan antara Atsuya dan Shouta ini jelas topiknya apa, bukan? Ya, topik dari percakapan mereka ini mengenai “rumah bobrok” yang ditemukan oleh Shouta.
Dialog yang ditulis oleh Keigo langsung melibatkan intinya.
2. Kenali tokoh-tokohmu dalam cerita sebelum mulai menulis
Bagaimana cara mengenalinya? Kamu bisa membuat catatan terperinci mengenai umur, ciri-ciri karakter, kesukaan, kepribadian, dan sebagainya. Kalau sudah, kamu bisa merancang dialog yang sesuai dengan karakter ceritamu.
Tidak mungkin, kan, karakter pendiam mempunyai dialog yang panjang lebar? Tidak mungkin juga karakter anak-anak memiliki dialog rumit yang tidak sesuai dengan usianya?
Karena itulah, penting untuk mengenali karakter, menyesuaikan dialog, sehingga suara setiap karakter akan terdengar berbeda. Juga karakter jadi lebih konsisten dan terlihat nyata.
3. Pisahkan dialog dengan tindakan
Please, jangan hanya menulis pertukaran dialog antara dua orang tanpa dipecah dengan tindakan apa pun, ini membuat laju cerita terhenti dan terkesan statis. Seolah-olah tokohmu hanya berdiri diam tanpa melakukan apa-apa dan terus bicara hingga lelah.
Kalau begitu, coba kamu perhatikan dialog yang dikutip dari novel The One of Us Is Next karya Karen M. McManus ini:
Aku mendongak dari pesan yang melintas di ponselku dan menemui tatapan bertanya Knox Myers. “Menurut Browyn, aku sebaiknya kuliah di University of Hawai,” laporku, dan dia hampir tersedak semulut penuh empanada.
“Dia sadar itu letaknya di sebuah pulau, kan?” tanya Knox, mengambil segelas air es dan menandaskan separuh isinya sekali teguk.
Dan bandingkan jika tindakan pada dialog tersebut jika tidak ada.
“Menurut Browyn, aku sebaiknya kuliah di University of Hawai,” laporku.
“Dia sadar itu letaknya di sebuah pulau, kan?” tanya Knox.
Nah, bisa terasa, kan, bagaimana perbedaan sensasi membacanya? Pada kasus pertama, gambaran di benak kita tentang bagaimana Meave (alias si aku) melapor setelah memeriksa pesan dan Knox mendengarkan sambil minum. Ini baru terasa bahwa karaktermu hidup, mereka mengobrol sambil bertindak.
Ya, jika itu hanya pertukaran dialog singkat, tidak apa-apa jika tidak dilengkapi tindakan. Akan tetapi, jika ini pertukaran dialog yang panjang, tentu orang pasti melakukan reaksi atau tindakan-tindakan sederhana selama mengobrol.
Itu dia tiga tips yang bisa kamu coba untuk menulis dialog dalam karya fiksi. Tentunya tidak terbatas pada ketiga tips tersebut, kamu bisa mencoba untuk mencari tips-tips lainnya yang pastinya akan membantumu dalam memoles novel yang sedang kamu rancang!