Di tengah ritme hidup yang semakin cepat dan dominasi layar digital, membaca buku sering kali menjadi aktivitas yang terpinggirkan. Namun, di sudut-sudut kota, muncul sebuah gerakan kecil yang perlahan menumbuhkan kembali kebiasaan membaca sebagai pengalaman sosial.
Komunitas baca buku bareng Aksaraya Semesta hadir sebagai ruang alternatif bagi siapa pun yang ingin membaca tanpa batasan dan tanpa tekanan.
Aksaraya Semesta tidak hanya tumbuh di satu wilayah. Komunitas ini telah hadir dan berkembang di beberapa kota, yakni Yogyakarta, Bengkulu, Jakarta, dan Bogor.
Kehadiran Aksaraya di berbagai daerah menunjukkan bahwa kebutuhan akan ruang membaca yang inklusif dan bebas dirasakan oleh banyak orang, lintas kota dan latar belakang.
Berbeda dengan komunitas literasi pada umumnya yang kerap menetapkan tema atau judul bacaan tertentu, Aksaraya mengusung konsep kebebasan membaca.
Setiap anggota diperbolehkan membawa dan membaca buku apa pun sesuai minat masing-masing, mulai dari novel fiksi, buku filsafat, puisi, nonfiksi populer, hingga bacaan ringan. Kebebasan inilah yang menjadi ciri khas utama Aksaraya sekaligus daya tariknya.
Kegiatan utama Aksaraya adalah sesi baca buku bareng, di mana para anggota berkumpul dalam satu ruang dan meluangkan waktu untuk membaca secara mandiri namun bersama.
Suasana yang tercipta bukan keheningan yang canggung, melainkan keheningan yang hangat setiap orang tenggelam dalam dunianya, tetapi tetap merasa ditemani. Konsep ini diterapkan secara konsisten di setiap kota tempat Aksaraya hadir, dengan menyesuaikan ruang dan karakter anggotanya.
Usai sesi membaca, kegiatan berlanjut ke sharing session. Pada momen ini, anggota dipersilakan berbagi insight, kesan, atau pertanyaan dari bacaan yang mereka baca.
Tidak ada kewajiban untuk berbicara, namun ruang ini terbuka bagi siapa saja yang ingin mengekspresikan pikirannya. Diskusi yang muncul pun beragam, karena sumber bacaan yang dibawa anggota juga beragam. Dari obrolan ringan soal tokoh novel, hingga refleksi mendalam tentang isu sosial dan kehidupan.
Untuk menjaga suasana tetap cair dan inklusif, Aksaraya juga menyelipkan mini games dalam setiap pertemuan. Permainan sederhana ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga menjadi sarana untuk membangun kedekatan antar anggota. Dari sinilah tercipta rasa kebersamaan yang kuat, membuat komunitas ini tidak hanya menjadi tempat membaca, tetapi juga tempat berjejaring dan berteman, bahkan lintas kota.
Salah satu Volunteer Aksaraya, Ibrahim (26), memandang komunitas ini sebagai ruang yang sangat relevan bagi generasi muda saat ini. Menurutnya, Aksaraya memberikan pengalaman membaca yang berbeda dari yang pernah ia rasakan sebelumnya.
Ibrahim menilai bahwa keberadaan Aksaraya membantu menciptakan lingkungan yang suportif bagi mereka yang ingin kembali membangun kebiasaan membaca. “Kadang yang bikin susah konsisten membaca itu rasa sendirian. Di komunitas ini, ada rasa kebersamaan yang bikin kita pengin datang lagi dan lagi,” tambahnya.
Lebih dari sekadar komunitas baca, Aksaraya berfungsi sebagai ruang aman untuk bertumbuh. Tidak ada hierarki pengetahuan, tidak ada penilaian atas pilihan bacaan, dan tidak ada paksaan untuk selalu aktif berbicara. Semua orang diterima apa adanya, dengan minat dan latar belakang yang berbeda baik di Jogja, Bengkulu, Jakarta, maupun Bogor.
Di tengah minimnya ruang publik yang mendorong interaksi bermakna, Aksaraya menunjukkan bahwa literasi tidak selalu harus formal dan kaku. Dengan pendekatan yang sederhana namun inklusif, komunitas ini berhasil menjadikan membaca sebagai aktivitas yang menyenangkan, relevan, dan penuh makna.
Aksaraya membuktikan bahwa ketika kebebasan, kebersamaan, dan rasa aman dipadukan, membaca bukan hanya soal halaman demi halaman, tetapi juga tentang manusia, cerita, dan pengalaman yang tumbuh bersama, lintas kota dan lintas ruang.