Bijak Melihat Konflik Israel Palestina dari Berbagai Perspektif

Tri Apriyani | Rico Andreano
Bijak Melihat Konflik Israel Palestina dari Berbagai Perspektif
Seorang wanita Palestina mengangkat tangan di depan tentara Israel yang menghancurkan kandang hewan miliknya dekat Hebron, wilayah pendudukan Israel, Tepi Barat, Rabu (2/9/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Mussa Qawasma/FOC/djo

Tragedi kemanusiaan yang menimpa saudara-saudara di Palestina sungguh sangat memprihatinkan. Mereka adalah saudara-saudara kita sesama Muslim dan juga saudara-saudara dalam sesama manusia. Ribuan orang yang tak berdosa banyak menjadi korban. Agresi Zionis Israel tergolong dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.

Dentuman bom-bom yang diluncurkan oleh jet-jet Zionis Israel dan serangan artileri Zionis Israel meluluhlantakkan rumah-rumah warga Palestina. Agresi demi agresi tak henti-hentinya menyerang Palestina.

Sebagai Muslim kita juga sangat marah atas tindakan perlakuan pasukan Zionis Israel yang telah merusak kesucian Masjidil Aqsha, tempat suci Umat Muslim ketiga setelah Ka’bah Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah.

Hal inipun tentu sangat wajar kemarahan Umat Islam di seluruh dunia atas tindakan biadab pasukan Zionis Israel terhadap Masjidil Aqsha. Mengingat saat Isra’ Mi’raj, Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melakukan perjalanan dari Mekkah ke Masjidil Aqsha.

Konflik Israel dan Palestina yang berlangsung selama lebih dari 40 tahun lamanya, mengetuk nurani kita atas tragedi kemanusiaan tersebut. Namun kita juga lebih bersikap bijak dalam melihat konflik Israel dan Palestina.

Isu kemanusiaan yang sangat rentan menjadi bahan framing seolah-olah konflik Israel-Palestina adalah perang Muslim melawan Yahudi.

Memang sebagai Muslim kita perlu membela saudara Muslim Palestina dengan wujud solidaritas sesama Muslim tanpa memandang mazhab apapun. Yang perlu menjadi perhatian adalah framing konflik Israel-Palestina digoreng dengan isu-isu agama perlu kita sikapi dengan bijak.

Sehingga propaganda-propaganda isu Muslim melawan Yahudi dihembuskan oleh pihak-pihak mengambil keuntungan dari konflik tersebut.

Kelompok intoleransi gencar-gencarnya melakukan propaganda di media sosial dengan mengasosiasikan bahwa di Palestina adalah mayoritas Muslim dan harus dibela, sedangkan Israel adalah mayoritas Yahudi yang harus diperangi, karena Israel biadab maka otomatis Yahudi adalah biadab semua.

Bahkan lebih fatal mereka mencap Yahudi sebagai kafir yang harus dibunuh. Tentunya tidak bisa kita memberikan cap kafir begitu saja. Dalam fiqih, ada pembagian kafir menjadi kafir dzimmi dan kafir harbi. Dalam konteks Zionis Israel maka jelas mereka adalah kafir harbi yang harus dilawan.

Konflik Israel dan Palestina yang dibungkus dengan propaganda perang antar agama dikhawatirkan bisa menjadi potensi konflik antar agama di Indonesia. Kebencian-kebencian antar agama lain dengan doktrin “semua kafir harus dibunuh” digunakan oleh kelompok intoleran dalam menindas minoritas saudara-saudara Non-Muslim.

Tapi tidak bisa dikatakan semua rakyat Israel adalah Yahudi, ada juga yang beragama Islam, Kristen, dan lain sebagainya. Tidak bisa juga Palestina dikatakan mayoritas Muslim semua, bahkan ada yang beragama Kristen, Katolik, Kristen Maronit, dan lain sebagainya.

Kelompok intoleran getol memanfaatkan konflik Israel dan Palestina dalam bentuk kedok donasi untuk menggalang dana, tetapi entah transparansinya bagaimana. Hal inipun sangat rentan untuk disalahgunakan sebagai menyandang dana bagi kelompok teroris. 

Polanya sama seperti tragedi kemanusiaan di Suriah dengan framing bahwa rezim Assad membantai Ahlussunnah Suriah. Berbagai hoax yang bertebaran di media sosial tentang Suriah dan tak sedikit dari netizen yang memposting berita-berita tentang tragedi di Suriah yang kebenarannya dipertanyakan.

Sudah ada lembaga amal yang kredibel, seperti NU Care, LazisMu, Dompet Dhuafa, ACT, dan lain sebagainya. Tentunya bagi masayarakat yang ingin memberikan donasi kepada saudara-saudara di Palestina bisa melalui lembaga amal yang sudah terjamin kredibilitasnya.

Dalam konteks politik internal di Palestina, sebenarnya Palestina mengalami perpecahan antar faksi utama, Hamas dan Fatah. Saling klaim pemerintahan dan kekuasaan. Hamas yang didukung oleh Iran dan Ikhwanul Muslimin menggunakan jalur konfrontatif, sedangkan Fatah faksi sekuler Palestina lebih menggunakan jalur diplomatis dengan Isarel. Perlu langkah penyatuan antar faksi dan konsolidasi politik secara utuh untuk melawan pendudukan Israel.

Maka dari itu, Pemerintah Indonesia perlu mengambil jalan dua kaki dalam bersikap atas konflik Israel dan Palestina.

Di sisi lain, Pemerintah perlu bersikap sangat tegas kepada Israel melalui Dewan Keamanan PBB dan negara-negara mitra Israel dan dalam sisi kemanusiaan Indonesia perlu mengajak pemimpin Palestina dalam konsolidasi politik antar faksi dan memberi dukungan penuh kemerdekaan pada Palestina.

Sehingga kita berharap agar tidak ada lagi penjajahan Zionis Israel terhadap Palestina, serta Palestina bisa berdamai dengan Israel dengan rukun.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak