Seiring berjalannya waktu, kondisi bumi kini semakin terancam. Pemanasan global, perubahan iklim global, hingga kualitas lingkungan hidup menjadi isu serius bagi dunia. Kini kian diperlihatkan kondisi bumi yang sangat mengkhawatirkan. Perubahan cuaca dan curah hujan, meningkatnya suhu global, bahkan mencairnya lapisan es di kutub utara dan selatan bumi sudah menjadi sebagian kecil bukti bahwa kondisi bumi sudah tidak baik-baik saja.
Kondisi bumi semakin diperparah akibat ulah manusia yang apatis terhadap lingkungan, seperti pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan, eksploitasi berlebih, dan masih banyak lagi. Hal tersebut tentunya sangat terlihat di kota-kota besar dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi, salah satunya ialah DKI Jakarta, yang merupakan ibu kota Indonesia. Melalui data yang dikeluarkan oleh perusahaan konsultan Verisk Maplecroft, Jakarta berada di posisi pertama sebagai kota yang akan mengalami ancaman lingkungan paling besar. Bahkan IQAIR merilis data bahwa Jakarta menempati posisi keempat dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Kualitas lingkungan di Jakarta semakin memburuk sejalan dengan pembangunan besar-besaran yang kurang memperhatikan lingkungan. Akibatnya dalam dunia arsitektur muncul fenomena sick building syndrome, yaitu permasalahan kesehatan dan ketidaknyamanan karena kualitas udara yang cukup buruk dalam bangunan sehingga memengaruhi aktivitas pengguna, yang disebabkan oleh buruknya ventilasi udara, hingga kurangnya pencahayaan alami.
Menurut World Health Organization (WHO), 30% bangunan tinggi di dunia memiliki kualitas udara dalam ruangan yang cukup buruk. Fenomena ini yang kemudian menjadi salah satu penyebab utama turunnya kualitas lingkungan di kota-kota besar seperti Jakarta. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan konsep arsitektur hijau, yaitu pendekatan perencanaan arsitektur yang difokuskan untuk meminimalisasi berbagai pengaruh buruk atau membahayakan manusia dan khususnya lingkungan, agar menghasilkan tempat hidup yang lebih baik lagi dalam segala aspeknya, dengan memanfaatkan sumber energi dan sumber daya alam secara efisien serta optimal, tetapi tidak berlebihan.
Penerapan arsitektur hijau kemudian memunculkan konsep Green Building, yang menjadi jawaban atas isu kualitas lingkungan Jakarta bahkan hingga pemanasan global. Green Building adalah bangunan yang dirancang, dilaksanakan atau sudah dibangun, yang pengoperasiannya mengutamakan lingkungan. Arsitektur hijau dengan konsep green building memiliki peran yang sangat besar sebagai jawaban sekaligus tantangan atas kualitas lingkungan di Jakarta yang kian memburuk.
Untuk mendukung peran tersebut, terdapat lembaga non-profit yang berada di Jakarta, yaitu Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia). Lembaga itu berkomitmen penuh untuk melakukan transformasi serta diseminasi kepada masyarakat dan pelaku bangunan untuk menerapkan arsitektur hijau dengan konsep green building. Lantas, apa saja peran arsitektur hijau sebagai jawaban sekaligus tantangan bagi kualitas lingkungan Jakarta yang lebih baik?
Efisiensi Energi
Penerapan konsep arsitektur hijau mampu mengurangi konsumsi energi atau efisiensi penggunaan energi. Bangunan dengan konsep arsitektur hijau atau dapat disebut dengan green building dirancang khusus supaya dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Efisiensi energi harus diterapkan dari awal konsep rancangan bangunan, seperti mengoptimalkan ruang terbuka atau bukaan dan pemanfaatan cahaya dengan energi matahari sebagai energi utama operasi bangunan.
Ruang terbuka atau bukaan jendela dalam jumlah yang optimal dapat memaksimalkan udara alami, sehingga sirkulasi udara dalam bangunan dapat berjalan dengan baik. Hal ini juga dapat mengurangi penggunaan pendingin ruangan yang juga menjadi salah satu penyebab utama pemanasan global dan penipisan lapisan ozon. Penempatan bukaan jendela yang efektif juga dapat memaksimalkan cahaya alami yang dapat mengurangi penggunaan energi listrik pada siang hari.
Bukaan yang optimal akan memaksimalkan pemanfaatan cahaya dan energi matahari sebagai sumber energi listrik atau disebut dengan energi surya. Energi surya dapat diterapkan melalui pemasangan panel surya pada atap bangunan, sehingga cahaya dan panas matahari dapat berubah menjadi energi listrik. Selain itu, pemilihan warna cerah pada interior dapat memberikan efek terang pada ruangan sehingga dapat mengurangi penggunaan lampu di siang hari. Penerapan efisiensi tersebut akan mengurangi dampak buruk lingkungan dari bangunan.
Efisiensi Air
Konsumsi air yang lebih efisien dan melindungi kualitas air juga merupakan salah satu tujuan utama penerapan konsep arsitektur hijau. Bangunan harus memiliki cara konservasi air yang baik melalui fasilitas di mana air dapat dikumpulkan, digunakan, dimurnikan, dan digunakan kembali. Penyediaan ruang terbuka, sumur resapan, hingga tandon air penadah hujan dapat menjadi wadah untuk mendapatkan air. Hal tersebut akan turut mengurangi limbah air yang dihasilkan. Limbah air juga dapat diminimalkan dengan memanfaatkan peralatan dan perlengkapan konservasi air yang baik dan berkualitas.
Efisiensi Material
Konsep arsitektur hijau dirancang dengan mengoptimalkan material, seperti menggunakan material yang sudah ada untuk mengurangi penggunaan material baru, sehingga pada akhirnya lebih banyak bangunan yang direnovasi atau digunakan kembali untuk menerapkan konsep arsitektur hijau, khususnya bangunan-bangunan di Jakarta yang sebagian besar telah dibangun tanpa penerapan konsep arsitektur hijau.
Apabila dibutuhkan penggunaan material baru, harus terlebih dahulu memperhitungkan seberapa banyak material yang dibutuhkan sehingga akan sesuai dengan kebutuhan, tidak lebih dan juga tidak kurang. Pasalnya, semakin banyak material yang digunakan, tidak hanya berdampak buruk bagi lingkungan tetapi dapat memberatkan dana pembangunan dan pengeluaran energi dalam konstruksi. Konsep arsitektur hijau memanfaatkan material yang dapat dan mudah untuk didaur ulang dalam konstruksi bangunan, sehingga mengurangi limbah yang dihasilkan.
Memanfaatkan Lingkungan untuk Operasional dan Optimasi Pemeliharaan
Memanfaatkan lingkungan untuk operasional melalui konsep arsitektur hijau diterapkan dengan berorientasi pada sinar matahari serta memaksimalkan lingkungan dan iklim dengan air serta tumbuhan. Bangunan arsitektur hijau juga menerapkan bukaan yang mengadopsi sistem cross ventilation untuk mendapatkan dan menghasilkan udara yang sejuk dan bersih di dalam ruangan. Bukaan dan jendela juga diatur agar dapat memaksimalkan sebaran udara dan cahaya ke dalam bangunan.
Konsep arsitektur hijau mengutamakan pendekatan dengan kondisi lingkungan di sekitar bangunan agar pengoperasian bangunan lebih ramah lingkungan. Keberlanjutan bangunan harus dioperasikan dengan penuh tanggung jawab dan dipelihara dengan baik. Hal ini menjadi sangat penting karena suatu bangunan akan berdiri dalam jangka waktu yang lama dan apabila pengoperasiannya tidak diutamakan dan dipertanggungjawabkan, lingkungan akan menerima dampak buruk dari bangunan.
Mengurangi Limbah atau Sampah
Arsitektur hijau juga difokuskan untuk dapat mengurangi pemborosan energi, air, dan bahan atau material yang digunakan selama masa konstruksi. Pada masa konstruksi terdapat penegasan untuk mengurangi jumlah bahan atau material pergi ke tempat pembuangan sampah. Bangunan dirancang dengan baik juga untuk membantu mengurangi jumlah limbah yang akan dihasilkan oleh pengguna, yaitu dengan penyediaan fasilitas tempat pembuangan sampah yang sudah diklasifikasikan berdasarkan jenis sampahnya, agar sampah yang dapat didaur ulang dapat dipisahkan dengan cepat dan mudah. Karena itu, limbah dari penggunaan material bangunan maupun yang dihasilkan oleh pengguna akan jauh lebih sedikit karena konsep arsitektur hijau memaksimalkan sistem daur ulang.
Meningkatkan Kualitas atau Mutu Lingkungan
Kualitas lingkungan yang baik mampu memberikan kenyamanan, kesejahteraan, dan produktivitas bagi penghuninya, serta mencakup kualitas udara, termal, dan pencahayaan dalam ruangan yang baik dapat memadai aktivitas pengguna. Bangunan dengan konsep arsitektur hijau tentunya mengutamakan bagaimana dampak bangunan terhadap lingkungan, sehingga kualitas ruangan pada bangunan juga menjadi fokus utama. Contohnya adalah sistem ventilasi yang dirancang dengan baik sehingga dapat memadai udara bersih dari luar bangunan begitu pula saat udara keluar dari bangunan. Pasalnya, itu pemakaian bangunan juga harus selaras dengan konsep arsitektur hijau, seperti menghindari penggunaan bahan bangunan atau produk pembersih dan pemeliharaan yang dapat mengeluarkan gas beracun. Gas-gas tersebut tidak hanya memiliki dampak buruk bagi pengguna tetapi juga lingkungan di sekitarnya. Maka dari itu, interaksi antara semua komponen indoor, outdoor, dan pengguna akan menentukan kualitas lingkungan.
Meningkatkan Gaya Hidup Pengguna
Penggunaan material ramah lingkungan hingga limbah yang jumlahnya lebih sedikit, akan menyebabkan dampak negatif dari bangunan terhadap lingkungan sangat berkurang, sehingga kualitas lingkungan dapat membaik. Hal ini juga menunjukkan bahwa konsep arsitektur hijau dapat memengaruhi gaya hidup pengguna bangunan menjadi lebih baik karena kualitas bangunan yang sangat terjaga. Pengguna dapat menikmati udara yang segar dan sehat tanpa harus menggunakan pendingin ruangan serta kualitas ruangan dengan pencahayaan matahari yang optimal sehingga mampu menciptakan lingkungan yang sehat bagi pengguna.
Konsep arsitektur hijau adalah sebuah konsep yang berusaha untuk meminimalkan dampak negatif bangunan terhadap lingkungan maupun manusia, yang dapat menciptakan kualitas lingkungan yang lebih sehat dan lebih baik dengan memanfaatkan lingkungan dan sumber daya alam sebagai sumber utama pengoperasian dan pemeliharaan bangunan secara efisien dan optimal. Konsep arsitektur hijau yang sejalan dengan konsep green building melalui proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh aspek bangunan.
Konsep arsitektur hijau yang mengutamakan lingkungan mampu menjadi jawaban atas isu kualitas lingkungan di Jakarta yang kian memburuk, tetapi sekaligus menjadi tantangan bagi sektor industri Jakarta untuk dapat membangun atau pun merenovasi bangunan dengan menerapkan konsep arsitektur hijau. Karena dengan begitu, tidak hanya kualitas lingkungan Jakarta yang membaik, tetapi bahkan mampu menjadi permulaan untuk turut menyelamatkan bumi dari kondisi yang kian memprihatinkan.
Perlu diingat, bumi tidak membutuhkan manusia tetapi manusia yang membutuhkan bumi, maka dari itu bumi adalah tanggung jawab kita semua tanpa terkecuali, mari turut melestarikan bumi dengan menerapkan bagian dari konsep arsitektur hijau dalam kehidupan kita sehari-hari.