Memanfaatkan sains demi hidup lebih sejuk. Indonesia harusnya belajar dari Singapura. Ya, negara dengan ikon patung singa ini berhasil membuat proyek dengan memanfaatkan sains agar negaranya lebih sejuk dan nyaman.
Dilansir kanal YouTube @Sepulang Sekolah, berbagai disiplin ilmu di bidang sains seperti kimia, teknik, dan masih banyak lagi, bersatu dalam "Cooling Singapore", projek untuk "mendinginkan" negara mereka akibat pemanasan global.
Pemanasan global memang menjadi masalah seluruh negara dan semakin parah dalam beberapa dekade terakhir. Bahkan, suhu udara diperkirakan akan meningkat hingga 7 derajat di tahun 2050.
Hal ini tentu sangat tidak nyaman. Banyak orang menjadi sangat bergantung dengan AC dan tidak bisa nyaman di luar ruangan karena kualitas udara yang buruk dan cuaca yang panas.
Masalah iklim ini tentu tidak hanya dialami oleh Singapura, tapi juga Indonesia. Terlebih karena lokasinya yang berdekatan, sehingga cuaca di kedua negara ini terbilang mirip.
Namun sebelum semuanya bertambah parah, Singapura cepat melakukan terobosan dengan proyek berkelanjutan yang disebut "Cooling Singapore".
Projek ini tidak hanya bertujuan untuk mengatasi masalah iklim. Namun ternyata program ini membuka banyak lowongan kerja baru. Maka projek ini serasa cocok dengan slogan di era Jokowi yaitu "kerja, kerja, dan kerja".
Menurut Dr. Christina Orehounig, di masa mendatang Singapura akan mengganti energi yang digunakan sehari-hari dengan energi terbarukan. Dengan demikian, akan lebih ramah lingkungan dan tidak memperburuk kualitas udara serta menaikkan suhu udara.
Selain itu, sektor industri dan listrik akan mengalami dekarbonasi secara signifikan. Mereka juga akan melakukan vegetasi perkotaan sehingga membuat suhu di luar ruangan lebih sejuk dan nyaman.
Jadi banyak masyarakat yang bisa menikmati waktu luangnya di jalan dengan nyaman. Mereka juga tidak akan kepanasan atau kegerahan lagi.
Selanjutnya negara ini juga akan membangun sistem air bawah tanah, yaitu kolam dengan kedalaman tertentu. Hal ini akan membuat udara lebih adem karena air bisa menjadi penghalau panas alami.
Panas alami ini juga bisa dihalau dengan mengecat gedung menjadi berwarna. Karena bahan bangunan seperti besi, beton, dan baja umumnya berwarna gelap. Warna gelap mudah untuk menyerap panas.
Namun dengan mengecat gedung menjadi berwarna, cahaya akan lebih mudah dilepas sehingga panas tidak terperangkap di dalam rumah atau gedung. Hanya dengan mengecat gedung juga dilaporkan bisa mengurangi pemanasan hingga 41% di Amerika. Padahal semua ini hanyalah dasar sains yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Mengatur sirkulasi udara juga tak kalah pentingnya, sehingga masyarakat tidak perlu bergantung pada AC karena udara sudah sejuk alami dari angin yang masuk melalui ventilasi.
Proyek "Cooling Singapore" semuanya hanya menerapkan sains dasar. Namun dengan riset yang benar dan penggunakan yang tepat hasilnya bisa maksimal.
Indonesia seharusnya juga tidak kalah dengan Singapura karena negeri ini juga memiliki banyak orang-orang cerdas di bidang sains. Maka, proyek seperti ini tidak mustahil untuk dilakukan, tentunya dengan beberapa adaptasi sesuai dengan kondisi di lapangan.
Selain itu, untuk menghemat pengeluaran dan tenaga, pihak "Cooling Singapore" juga melakukan simulasi sebelum menerapkannya di dunia nyata, sehingga tidak perlu bongkar pasang yang mubazir.
Hal ini tentu bisa menjadi refleksi mendalam bagi era Prabowo untuk lebih mengedepankan sains alih-alih mitos. Terlebih isu lingkungan semacam ini juga pernah dibahas dalam debat capres dan cawapres yang lalu. Sebelum kondisi semakin parah, kita sudah harus bergerak sejak hari ini.
Sudah sejak lama sarjana sains sering dicemooh karena disebut tidak memiliki masa depan. Kuliahnya susah tapi lapangan pekerjaannya terbatas. Maka tak jarang, para lulusan sains memilih bekerja di bidang lain.
Padahal, setiap negara sangat memerlukan para saintis untuk mengatasi isu lingkungan, mengatur tata kota, dan membangun infrastuktur, seperti yang dilakukan Singapura. Bahkan, projek saintis seperti ini bisa membuka banyak lapangan pekerjaan. Maka seperti kata pepatah, sekali dayung, dua pulau terlampaui.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS