Sekolah Berdandan Digital, Tapi Isi Hatinya Masih Tradisional

Hayuning Ratri Hapsari | Luthfiyatul Muniroh
Sekolah Berdandan Digital, Tapi Isi Hatinya Masih Tradisional
Ilustrasi anak- anak sekolah (pexels.com/Katerinaholmes)

Di era digital yang serba cepat ini, sekolah berlomba-lomba mengekspresikan diri secara digital. Website sekolah yang menarik, akun media sosial yang aktif, dan penggunaan teknologi dalam pembelajaran seolah menjadi simbol kemajuan dan modernitas.

Namun di balik gemerlapnya riasan digital, terdapat sebuah pertanyaan menarik. Apakah hati sekolah-sekolah ini benar-benar telah diubah oleh tren digital?

Banyak sekolah yang terjebak dalam tren digital tanpa memahami esensi transformasi pendidikan. Mereka hanya mengadopsi teknologi tanpa memikirkan bagaimana teknologi dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih interaktif dan berpusat pada siswa.

Misalnya, sekolah menggunakan platform pembelajaran daring hanya sebagai alternatif pengganti buku teks tanpa mempertimbangkan bagaimana platform tersebut dapat menumbuhkan kolaborasi, komunikasi, dan kreativitas di kalangan siswa.

Mereka masih berpegang pada metode pembelajaran tradisional, guru adalah titik fokus informasi dan siswa bertindak sebagai penerima pasif.

Ironisnya, di era digital sekalipun, banyak sekolah yang masih terjebak dalam sistem pendidikan yang kaku dan tidak responsif terhadap kebutuhan zaman.

Kurikulum yang ketinggalan zaman, metode pembelajaran yang monoton, dan kurangnya pelatihan guru dalam pemanfaatan teknologi menjadi kendala utama dalam mewujudkan potensi teknologi dalam pendidikan secara maksimal.

Misalnya, di SMP di Jakarta, guru masih menggunakan metode pembelajaran tradisional yaitu dengan menggunakan papan tulis dan buku teks.

Mereka masih baru dalam menggunakan platform pembelajaran online dan aplikasi pendidikan yang memperkaya proses belajar mengajar.

Memang benar bahwa teknologi digital mempunyai potensi besar untuk mentransformasikan pendidikan. Platform pembelajaran online, aplikasi pendidikan, dan sumber belajar digital memberikan akses terhadap pengetahuan dan keterampilan yang lebih luas.

Teknologi membantu guru mengembangkan metode pembelajaran yang lebih interaktif, menarik dan efektif.

Namun jika sekolah tidak berubah pikiran dan hanya memalsukannya secara digital, itu semua hanyalah mimpi indah. Transformasi pendidikan tidak hanya melibatkan teknologi, tetapi juga perubahan pola pikir dan budaya belajar.

Sekolah harus berani melepaskan diri dari tradisi lama dan menerapkan budaya pembelajaran yang lebih inovatif, kolaboratif, dan berpusat pada siswa.

Kita perlu memikirkan bagaimana teknologi dapat dimanfaatkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih interaktif, menarik, dan menantang bagi siswa. Guru harus diberikan pelatihan dan dukungan untuk menggunakan teknologi guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

Kita perlu memudahkan siswa untuk menjelajahi dunia digital dan mengembangkan keterampilan yang mereka butuhkan di era digital. Perubahan dalam pendidikan bukan hanya soal teknologi, tapi juga pola pikir dan budaya belajar.

Sekolah perlu berani melepaskan diri dari tradisi lama dan mengadopsi budaya pembelajaran yang lebih inovatif, kolaboratif, dan berpusat pada siswa.

Sekaranglah waktunya untuk beralih dari riasan digital semu dan memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih interaktif, menarik, dan bermanfaat untuk membangun sekolah yang benar-benar berpusat pada siswa.

Mari wujudkan impian anak Indonesia untuk mewujudkan masa depan cerah di era digital.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak