Menguak Isu Perfeksionisme: Berkah atau Beban dalam Karier?

Hayuning Ratri Hapsari | Sherly Azizah
Menguak Isu Perfeksionisme: Berkah atau Beban dalam Karier?
Ilustrasi pekerja perfeksionis (Pexels/Pavel Danilyuk)

Perfeksionisme sering dianggap sebagai kualitas yang membawa kesuksesan. Siapa yang tidak ingin bekerja dengan sempurna, memastikan setiap detailnya tepat dan hasil akhirnya memuaskan? Banyak orang yang merasa bahwa untuk mencapai puncak karier, mereka harus menjadi yang terbaik tanpa cela.

Namun, apakah perfeksionisme benar-benar membawa dampak positif bagi karier kita, atau malah menjadi beban yang memperlambat laju kemajuan?

Di satu sisi, kesempurnaan dapat memberikan manfaat. Dalam dunia yang kompetitif, ketelitian dalam pekerjaan sering kali dihargai.

Mereka yang cenderung memperhatikan setiap detail dapat menghasilkan karya yang luar biasa, menjaga kualitas tinggi, dan membangun reputasi yang kokoh.

Bagi sebagian orang, ini bisa menjadi sumber kebanggaan dan motivasi, memastikan bahwa setiap proyek yang diselesaikan tidak hanya mampu, tetapi luar biasa. Dalam profesi tertentu, seperti desain, arsitektur, atau teknik, ketelitian ini bisa menjadi kunci utama keberhasilan.

Namun, ada sisi gelap dari perfeksionisme yang sering kali diabaikan. Ketika seseorang terlalu fokus pada kesempurnaan, mereka bisa terjebak dalam siklus berulang tanpa henti, selalu merasa bahwa pekerjaan mereka belum cukup baik.

Hal ini bisa mengarah pada kelelahan, stres, bahkan rasa tidak puas meskipun hasil akhirnya sudah lebih dari cukup.

Selain itu, perfeksionisme juga bisa menghambat kemajuan karena takut membuat kesalahan, yang pada akhirnya memperlambat keputusan dan pengambilan risiko yang diperlukan untuk berkembang.

Di dunia kerja yang serba cepat, kemampuan untuk menyelesaikan tugas dengan baik dalam waktu yang terbatas sering kali lebih dihargai daripada mencari kesempurnaan.

Terlalu lama mengerjakan satu hal demi mencapai kesempurnaan bisa mengorbankan kesempatan untuk mengambil proyek lain atau mencoba ide-ide baru.

Hal ini bahkan dapat menyebabkan ketegangan dalam waktu, terutama ketika tenggat waktu semakin dekat dan hasil akhir yang ideal terasa sulit dicapai.

Bagaimana dengan kreativitas? Perfeksionisme bisa mengekang ide-ide baru. Ketika seseorang merasa tertekan untuk selalu mencapai hasil yang sempurna, mereka mungkin enggan untuk bereksperimen atau mencoba cara-cara yang belum terbukti.

Ini bisa membatasi inovasi, karena kreativitas sering kali membutuhkan ruang untuk gagal dan mencoba lagi.

Jadi, apakah perfeksionisme baik untuk karier? Jawabannya bergantung pada bagaimana kita mengelolanya. Perfeksionisme yang sehat, kita berusaha memberikan yang terbaik tanpa terlalu memaksakan diri, dapat menghasilkan pekerjaan berkualitas tinggi.

Namun, ketika perfeksionisme berujung pada kecemasan, penundaan, dan rasa tidak puas, justru menjadi beban. Kunci utama adalah mengenali kapan harus melepaskan dan menerima ketidaksempurnaan dalam proses.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak