Phubbing dan Gen Z, Ketika Smartphone Menghancurkan Interaksi Nyata

Hernawan | Rion Nofrianda
Phubbing dan Gen Z, Ketika Smartphone Menghancurkan Interaksi Nyata
Ilustrasi phubbing (Pexels/Thomas Shockey)

Di era digital yang semakin berkembang pesat, manusia tak lagi bisa lepas dari teknologi komunikasi, terutama perangkat elektronik seperti smartphone. Kehadiran smartphone telah membawa perubahan besar dalam cara manusia berkomunikasi, mencari informasi, dan bersosialisasi. Namun, di balik manfaatnya yang luar biasa, smartphone juga menghadirkan berbagai tantangan, salah satunya adalah fenomena phubbing.

Phubbing adalah istilah yang berasal dari gabungan dua kata, yaitu "phone" (telepon) dan "snubbing" (mengabaikan). Perilaku ini menggambarkan situasi di mana seseorang lebih memilih untuk fokus pada smartphone dibandingkan berinteraksi dengan orang lain secara langsung. Dalam konteks sosial, phubbing sering kali menjadi penghalang dalam komunikasi yang sehat, menciptakan jarak emosional, dan menurunkan kualitas hubungan interpersonal.

Generasi Z, yang lahir antara tahun 1995 hingga 2010, merupakan kelompok yang paling terdampak oleh fenomena ini. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang dipenuhi dengan teknologi digital dan memiliki akses tak terbatas ke internet serta media sosial. Sebagai digital natives, Gen Z menghabiskan banyak waktu untuk menjelajahi dunia maya, baik untuk mencari hiburan, berkomunikasi, maupun mendapatkan informasi terkini. Sayangnya, kecenderungan ini juga meningkatkan risiko phubbing di kalangan mereka.

Dua faktor utama yang memengaruhi perilaku phubbing adalah Fear of Missing Out (FOMO) dan boredom proneness (kecenderungan mudah bosan). FOMO merupakan perasaan takut ketinggalan informasi, momen, atau pengalaman yang dialami oleh orang lain. Ketakutan ini membuat seseorang terus-menerus memantau media sosial, khawatir bahwa mereka akan melewatkan sesuatu yang penting atau menyenangkan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nababan, Riza, dan Aisha (2024) yang diterbitkan dalam GUIDENA: Jurnal Ilmu Pendidikan, Psikologi, Bimbingan dan Konseling terhadap 208 partisipan Gen Z di Karawang, ditemukan bahwa FOMO berkontribusi secara signifikan terhadap perilaku phubbing. Mereka yang memiliki tingkat FOMO tinggi cenderung lebih sering memeriksa smartphone mereka, bahkan saat sedang berada dalam interaksi sosial secara langsung.

Di sisi lain, boredom proneness juga berperan dalam mendorong perilaku phubbing. Individu yang mudah merasa bosan sering kali mencari stimulasi baru untuk mengisi waktu luang mereka. Ketika berada dalam situasi yang dianggap membosankan atau kurang menarik, mereka akan lebih memilih untuk mengalihkan perhatian ke smartphone. Media sosial, dengan berbagai konten menariknya, menjadi pelarian yang efektif dari kebosanan tersebut. Akibatnya, mereka lebih sering mengabaikan orang-orang di sekitar dan lebih asyik dengan dunia digital.

Penelitian yang dilakukan di Karawang menunjukkan bahwa kombinasi antara FOMO dan boredom proneness berpengaruh sebesar 43,2% terhadap perilaku phubbing di kalangan Gen Z pengguna media sosial. Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat FOMO dan boredom proneness seseorang, semakin besar kemungkinan mereka untuk melakukan phubbing.

Dalam kehidupan sehari-hari, dampak phubbing tidak bisa dianggap remeh. Perilaku ini dapat merusak hubungan interpersonal, baik dalam lingkungan keluarga, pertemanan, maupun pekerjaan. Misalnya, dalam sebuah pertemuan keluarga, jika seseorang lebih fokus pada layar smartphone daripada berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya, maka kedekatan emosional antaranggota keluarga bisa terhambat. Begitu juga dalam lingkungan pertemanan, ketika seseorang lebih sibuk dengan smartphone dibandingkan berbincang dengan teman-temannya, hubungan sosial yang seharusnya erat bisa menjadi renggang.

Selain itu, di tempat kerja, phubbing dapat menurunkan produktivitas dan efektivitas komunikasi. Seorang karyawan yang lebih sering mengecek smartphone daripada mendengarkan rekan kerja atau atasannya akan kehilangan fokus dan informasi penting yang dapat memengaruhi kinerjanya. Hal ini juga dapat menciptakan kesan negatif, seperti kurangnya rasa hormat atau profesionalisme dalam lingkungan kerja.

Lalu, bagaimana cara mengatasi atau setidaknya mengurangi perilaku phubbing di kalangan Gen Z? Salah satu solusi utama adalah meningkatkan kesadaran akan dampak negatif phubbing terhadap hubungan sosial. Edukasi mengenai pentingnya komunikasi tatap muka dan dampak psikologis dari terlalu sering menggunakan smartphone perlu digalakkan. Misalnya, institusi pendidikan dapat memasukkan materi tentang etika digital dan dampak media sosial dalam kurikulum mereka.

Selain itu, menetapkan aturan atau kebiasaan tertentu dalam kehidupan sehari-hari juga bisa menjadi langkah efektif. Misalnya, memberlakukan kebijakan "no phone zone" di meja makan atau saat berkumpul bersama keluarga dan teman. Dengan cara ini, individu bisa lebih fokus pada interaksi sosial tanpa terganggu oleh smartphone.

Manajemen waktu penggunaan media sosial juga sangat penting. Membatasi waktu yang dihabiskan untuk berselancar di dunia maya dapat membantu mengurangi ketergantungan pada smartphone. Penggunaan fitur seperti screen time pada smartphone dapat menjadi alat bantu untuk mengontrol seberapa lama seseorang mengakses media sosial setiap harinya.

Terakhir, meningkatkan kualitas interaksi sosial di dunia nyata juga bisa menjadi solusi efektif. Menemukan aktivitas yang menarik dan bermanfaat, seperti olahraga, seni, atau kegiatan sosial, dapat membantu mengurangi kebiasaan mengecek smartphone secara terus-menerus. Dengan memiliki keterlibatan yang lebih besar dalam aktivitas fisik dan sosial, individu akan merasa lebih terhubung dengan lingkungan sekitarnya dan tidak lagi merasa perlu untuk selalu online.

Secara keseluruhan, phubbing merupakan fenomena yang semakin marak di era digital, terutama di kalangan Gen Z pengguna media sosial. FOMO dan boredom proneness terbukti memiliki peran signifikan dalam mendorong perilaku ini. Oleh karena itu, penting bagi individu dan masyarakat secara luas untuk lebih sadar akan dampak negatif phubbing dan berupaya mengurangi kebiasaan ini demi menjaga kualitas hubungan interpersonal dan kesejahteraan sosial.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak