Punya hobi baca buku kadang jadi bahan candaan yang serius. “Wah, kamu pasti boros, ya? Buku mahal-mahal dibeliin terus!” Kalimat semacam itu terdengar sepele, tapi cukup sering mampir ke telinga mereka yang gemar membaca.
Seolah-olah kegiatan membaca identik dengan pengeluaran yang berlebihan dan tidak esensial. Tapi, benarkah pembaca buku itu boros? Atau justru yang keliru adalah cara kita melihat apa itu boros?
Memang harus diakui, harga buku di Indonesia tidak selalu bersahabat dengan kantong. Rata-rata harga buku baru berkisar antara Rp80.000 hingga Rp150.000.
Untuk kalangan tertentu, harga ini bukan masalah, tapi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang penghasilannya masih di bawah rata-rata, buku adalah barang mewah. Di sinilah muncul persepsi bahwa membeli buku adalah bentuk pengeluaran yang tidak penting.
Namun, perlu diingat bahwa membaca bukan konsumsi kosong. Membaca adalah bentuk investasi jangka panjang, untuk pengetahuan, wawasan, empati, dan cara berpikir.
Dari satu buku, seseorang bisa menemukan perspektif baru, pengalaman orang lain, sejarah yang tak ia alami sendiri, dan pemahaman yang bisa mengubah caranya melihat dunia. Apakah semua itu bisa dianggap boros?
Ironisnya, saat seseorang membeli kopi susu tiap hari, langganan streaming bulanan, atau mengoleksi barang koleksi edisi terbatas, tidak banyak yang mempersoalkan.
Namun, membeli buku seolah harus dipertanyakan. Padahal, hobi apa pun bentuknya pasti menimbulkan pengeluaran. Hanya karena buku tidak tampak sebagai benda pamer, bukan berarti nilainya lebih rendah.
Fakta lainnya tidak semua pembaca buku harus punya dompet tebal. Banyak pembaca buku cerdas yang justru mengandalkan berbagai alternatif untuk tetap hemat dalam membeli buku bacaan.
Lagi pula, banyak cara untuk tetap membaca tanpa harus boros. Misalnya, memanfaatkan perpustakaan digital gratis seperti iPusnas yang menyediakan ratusan judul buku tanpa biaya.
Atau ikut komunitas baca yang sering mengadakan sesi pinjam dan tukar buku antaranggota. Kalau ingin mengoleksi buku fisik, kamu bisa berburu di toko buku bekas, bazar buku, atau lapak preloved yang kini banyak dijual lewat marketplace maupun media sosial.
Bahkan, beberapa akun jual buku bekas juga sering memberikan diskon besar-besaran untuk buku dengan kondisi masih sangat layak baca.
Ada juga platform seperti Google Books yang menyediakan e-book gratis dan legal. Bahkan cukup dengan meminjam dari teman, kamu tetap bisa memperkaya bacaan tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam.
Selain itu, banyak toko buku online di marketplace yang rutin memberikan diskon, cashback, hingga voucher gratis ongkir. Promo-promo seperti Harbolnas, Payday, atau Flash Sale bisa jadi kesempatan emas untuk mendapatkan buku dengan harga lebih hemat.
Yang lebih penting justru bagaimana masyarakat kita perlu lebih menghargai aktivitas membaca. Sebab membaca bukan hanya tentang hobi, melainkan juga bentuk perlawanan terhadap ketidaktahuan.
Dalam buku, ada keberanian untuk bertanya, untuk berpikir lebih dalam, dan untuk tidak mudah percaya. Ini adalah bentuk pengayaan diri yang tidak ternilai harganya.
Maka jika seseorang memilih untuk boros pada buku, izinkanlah. Setiap orang berhak punya prioritas. Dan siapa tahu, dari halaman-halaman yang ia baca, lahir ide-ide besar yang bisa mengubah lingkungan sekitarnya.
Karena pada akhirnya, semua orang boros pada sesuatu. Ada yang boros untuk tren, ada yang boros untuk gaya hidup. Tapi jika kamu boros untuk buku, itu bukan pemborosan, itu bentuk cinta.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS