Kuliner negara tetangga, terutama dari Asia Timur sudah menjamur di kota-kota besar Indonesia, utamanya Jakarta.
Diawali masakan Cina, bertahun-tahun silam, kini lidah orang Jakarta pun sudah terbiasa dengan panganan Jepang, macam sushi dan ramen, juga kuliner Korea Selatan (Korsel) seperti bulgogi, lalu bimbimbap.
Nah, selain negara-negara di atas, Taiwan, yang juga asal timur Asia, juga tak mau kalah bersaing mengenalkan kulinernya di Jakarta.
Buktinya, panganan Taiwan, kini sudah marak dijumpai di mal-mal Jakarta. Bahkan, orang Jakarta, termasuk saya rela antre untuk dapat menyantap lezatnya masakan Taiwan.
Beberapa waktu lalu, saya menjajal dua kedai Taiwan di Jakarta. Saya ingin menjadi Chef Juna, yang dapat mengomentari masakan-masakan ini, lewat tulisan yang saya posting dalam Yoursay suara.com, hehehe.
Shihlin Taiwan Street Snack
Setelah mengantre cukup lama, akhirnya, saya sampai juga ke muka kasir untuk memesan makanan, hufff. Tanpa babibu, saya pun langsung pesan satu porsi ayam dengan bumbu barbeque, yang harganya cukup akur untuk kantong saya: Rp35.000. Menunggu sekitar lima menit, ayam pesanan saya pun meluncur. Saya melihat kemasan yang sederhana di menu yang saya inginkan. Daging ayam besar sekitar 25 sentimeter dipotong-potong kecil dan dibumbui dengan serbuk, yang kemudian dimasukkan ke kantung kertas. Cara memakannya pun mudah, hanya tinggal memakai tusukan yang dicomot-comot. Hmm, sungguh gurih sekali, lezat, ada aroma kayu manisnya pula. Pantas saja orang rela antre memesan makanan ini.
Hot-Star Taiwan Shilin
Kedai yang satu saya temukan di Pondok Indah Mal, Jakarta Selatan. Tidak seperti Shihlin, tak banyak orang antre di dalam kedai ini. Saya pun langsung memesan satu porsi ayam dengan bumbu black pepper, dengan harga Rp40.000 ribu, lebih mahal sedikit daripada Shihlin. Menunggu sekitar 10 menit, pesanan saya pun jadi. Ayamnya memiliki panjang sama dengan Shihlin, yakni 25 sentimeter. Bedanya, ayam tersebut tidak dipotong-potong, melainkan langsung disajikan 'utuh’, seperti steik yang sudah diolesi bumbu saus. Kemasannya pun serupa dengan Shihlin, dimasukkan ke kantung kertas. Namun saya diberi piring dan garpu agar mudah menyantapnya. Rasanya memang tak segurih Shihlin, namun ayam yang berukuran besar ini cukup mengenyangkan perut saya.
Dari dua jajanan di atas, saya lebih memilih membeli Shihlin. Selain harganya lebih murah, rasanya pun lebih enak, dan gampang pula menyantapnya. Inilah jajanan yang paling saya inginkan untuk dibawa ke dalam bioskop. Nonton sambil ‘ngemil’ Shihlin, ahh serasa mampir ke surga selama satu jam setengah hehe.
Upps, sayangnya gak boleh yah bawa makanan dari luar bioskop! Huhuhu...
Dikirim oleh Okta Wulan
Anda memiliki email atau cerita menarik? Silakan kirim ke email: [email protected]