Muara dari proses interogasi tersangka dalam sebuah perkara hukum adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat dan dapat memberikan kejelasan dan kepastian bukti tindak kejahatan (Memon, Vrij, & Bull, 2003). Pendapat seorang ahli mengatakan, tujuan dari interogasi adalah untuk mengetahui kebenaran tentang rincian kejahatan dari seseorang yang diduga melakukan kejahatan (Ajayi, 2014).
Berbagai informasi dan bukti yang telah ditemukan akan menentukan hasil penyelidikan (Ask, Karl & Rebelius, 2008), dan gaya interogasi kemungkinan akan dipengaruhi oleh faktor-faktor ini juga. Mengapa gaya atau teknik interogasi menjadi penting?
Ketepatan penggunaan teknik atau strategi interogasi akan menentukan keberhasilan penanganan sebuah kasus, lebih khusus lagi dalam upaya menggali kebenaran informasi dan bukti. Sebagai contoh, teknik interogasi persuasif dan “tidak profesional” berdampak pada inkonsistensi pernyataan, dan hal ini tentunya tidak diharapkan dalam proses interogasi (Deeb et al.,2018).
Akibatnya, banyak “kegagalan” yang dihasilkan dari teknik tersebut, seperti salah menetapkan tersangka hingga salah vonis.
Sementara itu, beberapa peneliti juga memberikan pandangannya tentang dampak taktik yang tidak profesional dalam proses interogasi. Sebagai contoh, cara-cara “non-humanis” yang digunakan oleh para “oknum” penyidik kepolisian dapat menghasilkan pernyataan bias, pengakuan palsu, dan cenderung hanya mendapatkan pengakuan saja, bukan kebenaran informasi (Gudjonsson, 2003; Häkkänen, 2009; Kassin, 2014; McGrath, 2014).
Misalnya, konfrontasi tidak bisa efektif dalam mendorong tersangka untuk berbicara dengan jujur, sebaliknya, metode ini membuat tersangka enggan untuk bekerja sama dengan polisi (Leahy, 2012). Kerja sama yang kooperatif antara petugas polisi dan pemangku kepentingan diperlukan dalam menangani kasus-kasus pidana.
Tidak hanya dari interogator, tetapi peran ahli bahasa forensik juga dianggap perlu. Sekali lagi, penggunaan taktik dalam interogasi adalah aspek penting dan menjadi keharusan. Penggunaan taktik interogasi diharapkan bertujuan untuk memperjelas dan memperkuat pernyataan yang ambigu.
Ketika berurusan dengan suatu kasus, seorang interogator harus berangkat dari bukti kuat untuk menghindari kemungkinan beberapa pernyataan atau informasi yang ambigu. Oleh karena itu, dalam meminimalkan pernyataan ambigu dari hasil proses interogasi, dapat dilakukan dengan menerapkan analisis teks baik oleh profesional maupun software/teknologi.
Seperti yang sering penulis sebutkan dalam tulisan sebelumnya, peran ahli bahasa forensik memainkan peran penting dalam memecahkan masalah ambiguitas.
Masih sama, salah satu program analisis teks yang sedang penulis kembangkan dan masih digunakan untuk mengekstrak fitur bahasa berbasis teks tulis, yaitu Linguistic Inquiry dan Word Count (LIWC). Dengan melihat fitur yang ditawarkan, perangkat lunak ini akan menjadi salah satu perkembangan teknologi potensial, terutama di bidang linguistik forensik, tidak hanya dapat diterapkan di negara maju seperti Amerika dan Eropa, tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia.
Perangkat lunak ini menampilkan fitur-fitur penting seperti dimensi emosi, makna sosial, kata ganti, pemikiran analitis, pengaruh, otentik dan artikel dalam bentuk persentase. Penulis akan menggunakan fitur-fitur ini dalam menyoroti dokumen terkait, terutama dalam menyikapi pernyataan yang ambigu. Kolaborasi antara ekstraksi perangkat lunak LIWC dan perspektif linguistik akan digunakan sebagai indikator dasar dalam menganalisis dan menafsirkan seluruh dokumen.
Pengirim : Oleh: Sigit Apriyanto, S.Pd.,M.Pd
Doctoral Candidate of Forensic Linguistics, Under Faculty of Applied Science and Technology, University Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM)
Dosen Pendidikan dan Sastra Inggris UM Lampung
Kepala Urusan Internasional dan Kerjasama UM Lampung
Ketua Bidang Pendidikan, Pelatihan Aparatur dan Kebijakan (Pusat Studi Kelembagaan Desa)
Anggota Komunitas Linguistik Forensik Indonesia (KLFI)