Pandemi Virus Covid-19 yang melanda di seluruh dunia mulai terlihat dampak negatifnya bagi sektor perbankan dan lembaga keuangan. Hal ini bisa terjadi, salah satu sebabnya karena menurunnya ativitas ekonomi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan bahwa akan melakukan penangan dengan cepat ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan agar tidak kehilangan kepercayaan dari masyarakat terhadap jasa keuangan.
“Ketika ada hal-hal yang tidak diinginkan, maka akan segera dilakukan penanganan dengan cepat dan tepat. Hal ini dilakukan agar tidak memberikan dampak negative terhadap kepercayaan masyarakat di sektor jasa keuangan,” kata Wimboh Santoso dalam meeting online, Rabu (1/4/2020).
Selain itu, bagi lembaga keuangan yang mengalami masalah dalam likuiditas dan permodalan pada masa pandemi Covid-19 ini, Wimboh mengatakan apabila sangat mendesak keadaannya, maka akan dilakukan merger. Langkah terakhir ini dilakukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat karena kondisi sektor keuangan yang mulai tidak normal.
Dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020 memberikan kewenangan kepada OJK untuk memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi.
“Kita memang memerlukan untuk melakukan merger lebih dini. Tetapi jika kondisi pandemi Covid-19 berakhir, hal ini tidak perlu dilakukan. Merger itu otomatis dilakukan kalau permodalannya benar-benar berkurang dan ini prosesnya pasti kita meminta dulu kepada pemilik atau perusahaan induknya untuk melakukan solusi. Jadi merger ini sebenarnya hal-hal dalam kondisi yang sangat sudah terakhir dilakukan,” kata Wimboh dalam telekonferensi, Minggu (5/4/2020).
Untuk saat ini, lembaga keuangan yang terdampak akibat Covid-19, masih dalam pemantauan dan belum bisa ditetapkan.
Sebelum langkah terakhir itu dilakukan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral, diantaranya menerapkan Kebijakan Moneter Kuantitatif dan Loose Money Policy. Kebijakan tersebut dilakukan untuk menstabilkan kembali pertumbuhan perekonomian, sehingga sektor jasa keuangan dan perbankan akan terdampak pulih kembali.
Kondisi panemi Covid-19 menyebabkan penurunan pertumbuhan perekonomian. Kebijakan Moneter Kuantitatif dilakukan untuk memengaruhi jumlah penawaran uang dan tingkat suku bunga dalam perekonomian.
Loose Money Policy merupakan langkah kebijakan untuk menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat dengan cara menurunkan tingkat suku bunga. Ketika tingkat suku bunga turun, maka masyarakat akan menarik uangnya kembali dari bank karena tingkat suku bunganya kecil.
Selain itu, Pemerintah juga dapat membeli surat-surat berharga dari masyarakat. Ketika pemerintah membeli surat berharga dari masyarakat, maka jumlah uang yang beredar akan naik dan investasi pun akan ikut naik juga. Dengan naiknya investasi, diharapkan pertumbuhan ekonomi akan pulih kembali sehingga dampak negatif yang akan timbul pada masa pendemi Covid-19 ini dapat segera diatasi.