Di kota yang dipenuhi kafe, kos-kosan, dan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, Jogja seharusnya menjadi tempat yang hangat dan penuh ruang untuk bertemu. Tetapi, kenyataannya tidak sesederhana itu. Banyak anak muda hidup dalam lingkaran kesepian, bahkan ketika mereka tinggal di kota yang selalu ramai. Hal ini menjadikan Jogja sebagai kota dengan tingkat kesepian tertinggi di Indonesia.
Fenomena tersebut tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga dibenarkan oleh salah satu praktisi kesehatan mental.
“Data menunjukkan bahwa tingkat kesepian tertinggi di Indonesia adalah di Yogyakarta dan hal tersebut adalah sesuatu yang perlu diantisipasi,” kata Karel Tuhehay, Kepala Departemen Kesehatan Jiwa dan Disabilitas Yayasan Satunama.
Jogja ramai, tetapi banyak hati di dalamnya yang merasakan kesunyian.

Teman Pergi, Kota Tetap Sibuk, Hidup Tetap Sepi
Dewi telah merasakan hal itu sejak lama. Ia datang sebagai perantau di Jogja untuk kuliah, lalu mulai bekerja. Ketika masa kuliah berakhir, banyak temannya yang pulang ke kota asal maupun pindah untuk bekerja. Lingkar sosial yang dulu padat kian menghilang.
“Teman-teman banyak yang keluar kota. Akhirnya jadi sendiri di Jogja… akhirnya ya jadi sepi di tanah rantau.”
Jogja yang dahulu terasa hidup kini berubah menjadi kota yang ia jalani sendirian. Foto-foto ceria di media sosial tidak menggambarkan realitas kehidupan yang makin hari makin sunyi.
Gaya Hidup Digital Membuat Kita Menarik Diri
Menurut Karel, kesepian di Jogja bukan hanya soal tidak punya teman, melainkan juga soal perubahan gaya hidup. Teknologi, kemudahan akses, dan kenyamanan kos membuat orang “betah sendiri”.

Dari keresahan-keresahan itu, lahirlah Kenal.ID, sebuah acara yang mempertemukan enam hingga tujuh orang asing untuk makan dan berbagi cerita bersama: “Dinner with Stranger”.
Uniknya, pendiri acara ini membuatnya karena ia sendiri merasakan kesepian sebagai perantau yang tinggal di Jogja. Sejak awal acara ini dibuat, antusiasme dari masyarakat yang tinggal di Jogja menunjukkan bahwa mereka senantiasa mencari ruang aman untuk berbicara, mendengar, didengar, dan sekadar merasa terhubung.
Bagaimana Rasanya Datang ke Dinner With Strangers?
Rian Ramadhan, seorang partisipan asal Magelang, rela menempuh perjalanan jauh hanya untuk menghadiri acara ini. Apa yang ia cari? Jawabannya sederhana: relasi.
“Di zaman sekarang, relasi sangat dibutuhkan… dalam pertemanan maupun informasi pekerjaan.”
Ruang seperti Kenal.ID memberinya kesempatan untuk melakukan hal yang mulai jarang dirasakan dalam hidup orang dewasa: memulai pertemanan dari nol.
“Pengalaman pertama itu langsung berjumpa dengan orang baru… kita harus berani memperkenalkan diri, bersalaman, dan membawa topik.”
Hal yang menarik, menurut Rian, bukan hanya soal networking. Ada pula kebutuhan emosional yang ia sebutkan dengan sangat jujur.
“Kadang kita itu cuma ingin didengar… meskipun dengan orang baru, tapi kita punya satu tujuan: mencurahkan isi hati tanpa takut dihakimi.”

Ia pulang dengan perasaan puas, merasa menemukan orang-orang yang bisa menjadi teman baru.
Mengapa Ruang Semacam Ini Penting?
Kembali kepada sudut pandang ahli, Karel menegaskan bahwa solusi untuk kesepian bukanlah hal yang rumit, namun membutuhkan sebuah keberanian.
“Yang bisa dilakukan adalah berteman… ketika dia punya komunitas, dia bisa berbagi cerita.”
Kenal.ID, tanpa label komunitas formal, menyediakan apa yang banyak orang cari: interaksi yang tidak menghakimi, percakapan yang tulus, dan ruang aman yang lebih hangat daripada di balik layar ponsel.
Kesimpulan: Melawan Sepi Tidak Harus Sendirian
Jogja tetap menjadi kota yang istimewa dengan label kota pelajar dan budayanya. Tetapi, semakin jelas bahwa kehangatan itu tidak datang dengan sendirinya dan tidak dirasakan oleh semua orang yang hidup di dalamnya.
“Dalam kehidupan sehari-hari, manusia itu membutuhkan interaksi sosial… sedapat mungkin jalani kehidupan dengan melibatkan banyak orang,” ucap Karel.
Di kota yang kian ramai ini, kadang yang kita butuhkan hanyalah satu langkah kecil: berani keluar dari zona nyaman, duduk bersama orang asing, dan membiarkan percakapan menyelamatkan kita dari sunyi yang sebenarnya tidak pernah kita akui.