Orang-orang biasa (Ordinary People) adalah novel ke-10 yang diterbitkan Andrea Hirata bersama Penerbit Bentang Pustaka. Andrea Hirata menulis novel Orang-Orang Biasa antara karena kekecewaan yang besar akan kegagalannya memperjuangkan seorang anak miskin yang pintar untuk masuk Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu.
Identitas Buku
Judul buku: Orang-Orang Biasa
Genre: Roman
Penerbit: Yogyakarta, Bentang Pustaka
Penulis: Andrea Hirata
Tahun terbit: 2019
Jumlah halaman: 300 hlm
Nomor edisi terbit: ISBN 978 602 291 524 9
Sinopsis
Novel ini menceritakan sebuah kisah perjuangan seorang anak miskin nun jauh di pedalaman sana dalam menggapai cita-cita nya untuk masuk kuliah kedokteran. Ia diterima di Fakultas Kedokteran ternama, namun harus terhenti karena terhalang biaya kuliah yang sangat mahal.
Bermula dari sebuah desa di pedalaman kota Bengkulu, Belantik namanya. Sebuah kota yang penduduknya lupa berbuat jahat. Adalah Inspektur Rojali, seorang polisi yang mengidolakan Sahrukh khan, yang sialnya ditugaskan di daerah Belantik yang tenang dan minim kriminal. Karena terlalu damai, sampai-sampai Inspektur Rojali merindukan sebuah kata ''angkat tangan'' sambil menodongkan senjata.
Di suatu tempat, terdapat sekumpulan orang-orang biasa yang beranggotakan 10 orang yakni Handai, Tohirin, Honorun, Sobri, Rusip, Salud, Debut dan tiga anak perempuan Nihe, Dinah dan Junailah. Persahabatan yang dimulai dari bangku sekolah hingga mereka tua. Mereka dikenal akan kebodohan dan kepolosannya, hingga suatu hari saat mereka sudah berumah tangga, salah satu dari anggota kelompok nya yakni Dinah memiliki anak yang luar biasa cerdas, berbeda dengan orang tuanya.
Anak ini memiliki cita-cita yang tinggi, termotivasi karena Ayahnya sakit dan hanya dokter spesialis lah yang bisa menyembuhkannya. Karena miskin dan tidak punya biaya untuk berobat, Aini memiliki tekad ingin menjadi dokter spesialis agar bisa menyembuhkan Ayahnya.
Suatu hari, ketika kesepuluh orang ini tahu bahwa Aini ingin menjadi dokter dan ingin kuliah di Fakultas Kedokteran, namun terhambat biaya mereka memiliki sebuah rencana besar. Rencana merampok sebuah bank agar bisa membiayai kuliah Aini. Namun, karena pada dasarnya mereka ini bodoh dan polos, apakah rencana mereka berhasil? Tentu tidak.
Karena sejak awal, mereka pikir dengan membantu meringankan beban salah satu temannya itu, meskipun dengan cara kriminal, mereka beranggapan sebagai tindakan yang mulia. Sebuah tindakan pencurian bertopeng monyet yang hanya berbekal meniru adegan-adegan dari film-film di TV, tanpa satu orang pun yang memiliki pengalaman dalam merampok bank.
Rencana perampokan mereka terendus oleh Inspektur Rojali, sesuatu yang ia impikan selama ini. Sebuah kejahatan di Belantik. Namun, karena mereka hanyalah perampok amatiran, alhasil mereka gagal total dalam merampok bank tersebut.
Pendapat Saya Mengenai Novel Ini
Dari pertama saya baca novel Laskar Pelangi, saya begitu jatuh cinta dengan karya-karya Pak Cik Andrea Hirata. Terlebih, karya yang beliau terbitkan selalu mengacu pada kehidupan yang begitu keras ini. Apalagi kisah Aini dalam novel ini, menceritakan bagaimana usaha seorang anak miskin di sebuah desa di pedalaman sana ingin mengapai cita-cita nya yang mulia meski terkedala akan biaya.
Jika kita menilik kembali kisahnya, Pak Cik Andrea Hirata seakan bercerita bahwa kisah itu menggambarkan tentang pendidikan di masa sekarang. Di mana seseorang terhambat menggapai cita karena biaya, serta bagaimana seseorang dengan gigih belajar meskipun banyak keterbatasan yang dimiliki.
Hal lain yang saya sukai, karya Pak Cik yang kental akan bahasa Melayumenjadikan novel ini tidak membuat bosan dan jenuh. Pemilihan diksi yang tepat serta bahasa penulis yang begitu menyentuh seakan-akan kitalah yang mengalami kondisi tersebut.
Namun, jika membahas kekurangannya mungkin terlalu banyak karakter di dalamnya. Jika pembaca yang masih awam dengan karya Pak Cik ini mungkin akan kebingungan, tapi menurut saya jika membaca tak hanya satu karya mungkin akan terbiasa dengan banyak nya karakter yang terdapat di dalamnya.
Dan hal lain, terkadang saya bisa membaca dua kali teks tersebut karena masih bingung mencernanya, mungkin karena tingkat sastra yang dikembangkan dalam novel ini tinggi dicampur dengan bahasa Melayu yang kental, membuat saya sedikit bingung dan harus membaca ulang.