Negara Tiongkok menghadapi salah satu peristiwa yang terbesar sekaligus terkelam dalam era modern yakni Perang Saudara Tiongkok. Kedua belah pihak yang terlibat yakni tentara PLA (People Liberation Army) dan (NRA) National Revolutionary Army saling berperang melawan saudara sebangsanya sendiri demi ideologi yang mereka usung masing-masing. Terlepas dari kontroversi antara pihak atau ideologi mana yang paling benar, kedua pihak sama-sama menghadapi perang saudara yang kelam dan penuh dengan pertumpahan darah menumpahkan darah saudaranya sendiri.
Sejarah kelam Perang Saudara Tiongkok digambarkan secara dramatis dalam film sejarah yang berjudul Assembly yang mengambil perspektif dari seorang perwira PLA bernama Gu Zidi.
Bukan sekadar film propaganda
Assembly bukan sekadar film propaganda. Tidak ada pihak manapun yang digambarkan sebagai pihak yang benar, karena menang makan arang, kalah menjadi abu. Kedua pihak sama-sama digambarkan mengalami tekanan batin yang besar dalam berperang melawan saudara sebangsanya sendiri.
Bahkan Kozo, seorang kritikus film menyampaikan bahwa film Assembly mampu seimbang dalam menggambarkan kedua pihak yang berperang. Karena baginya, fokus film ini adalah lebih ke sisi kemanusiaannya. Yakni, bahwa yang berperang adalah manusia dengan segala pengorbanan dan derita yang mereka alami untuk memperjuangkan kebenaran yang mereka percayai masing-masing, sehingga perang digambarkan sebagai tragedi, bukan sebuah jalan utama perjuangan tersebut.
Mengisahkan kepahlawanan sosok Gu Zidi, perwira PLA
Film ini mengambil sudut pandang dari seorang perwira PLA bernama Gu Zidi. Pada pembukaan film, ia digambarkan mengalami kehilangan rekannya dan akhirnya mendekam di penjara militer akibat mengambil langkah yang drastis dalam membalas kematian salah satu rekan terdekatnya. Semasa Gu Zidi dipenjara, Ia bertemu dengan seorang guru yang direkrut sebagai prajurit melalui wajib militer.
Gu Zidi akhirnya dibebaskan dari tahanan militer dan ditugaskan untuk mempertahankan sebuah garis wilayah yang penting. Karena rekannya yang meninggal adalah perwira penting, posisi tersebut lowong sehingga Gu Zidi memutuskan untuk mengangkat guru yang ia temui di penjara sebagai perwira tangan kanannya.
Film ini berpusat pada perjuangan Gu Zidi dalam mempertahankan garis wilayah tersebut. Pasukan yang ia pimpin harus berkorban banyak hingga titik darah penghabisan. Film ini juga menunjukkan beberapa segmen cerita nasib pasukan Gu Zidi di penghujung misi tersebut.
Penuh aksi dan tragedi yang saling seimbang
Layaknya film perang yang berkualitas, Assembly menyeimbangkan antara elemen aksi dan tragedi. Adegan pertempuran diwarnai dengan letupan senjata api dan meriam artileri yang memekik, serta aksi para prajurit dalam berperang melawan musuh dengan penuh keberanian.
Namun, di mana ada perang, di situ pasti ada korban jiwa. Banyak kematian tokoh-tokoh yang disayangi oleh audiens berkat watak mereka yang baik dan menjadi sahabat bagi tokoh utama. Sehingga, film ini menggambarkan tragedi kehilangan sahabat rekan tercinta dan keluarga mereka di kampung halaman.
Film ini layak ditonton karena tidak hanya sekadar film propaganda ideologis, namun memiliki banyak pesan yang ingin disampaikan oleh penulis bahwa selain keberanian dan kepahlawanan, perang juga membawa kesedihan yang mendalam.