Judul : Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda 1970an
Penulis : Aria Wiratma Yudhistira
Penerbit : Marjin Kiri
Tebal : xxii + 180 halaman
Cerakan : Pertama (2010)
Peraturan cukur rambut untuk mahasiswa baru saat ospek tentu sudah tidak asing lagi. Sebagai mahasiswa baru akan manut saja terhadap peraturan yang ditetapkan. Walaupun beberapa mahasiswa mengumpat di dalam hatinya, tetapi mereka tidak banyak tanya mengenai alasannya, yang penting mereka ikuti saja daripada terkena sanksi. Kedisiplinan dan kerapihan memang harus dimiliki setiap orang. Namun, peraturan ospek tersebut justru dianggap sebagai sikap menikmati kuasa sesaat terhadap junior.
Buku dengan tebal 180 halaman yang ditulis oleh Aria Wiratma Yudhistira ini mengingatkan kita terhadap warisan feudal dalam dunia pendidikan mengenai peraturan absurd tentang objektivitas tubuh. Buku ini menggambarkan tentang bagaimana praktik kuasa Orde Baru dengan segala macam peraturan yang tak penting untuk diurusi. Seperti hal yang diatur saat ospek, yaitu rambut gondrong. Rambut gondrong dianggap mengancam masa depan anak muda dan stabilitas nasional. interpretasi tentang rambut gondrong selalu dikaitkan dengan perilaku yang negatif seperti perilaku kriminal. Dengan rambut yang “urak-urakan,” rambut gondrong dinilai menyingkapkan nilai kepribadian bangsa.
Dalam buku "Dilarang Gondrong!" ini, Penulis memberikan gambaran tentang praktik kuasa saat Orde baru. Penulis mencari tahu alasan mengenai awal mula rambut gondrong yang menjadi kecaman persoalan saat Orde Baru. Penulis menjelaskan tentang sikap acuh tak acuh para pemuda terhadap pemerintahan karena pada masa itu penilaian subjektif terhadap rambut gondrong sudah dianggap terpengaruh oleh budaya kebarat-baratan.
Buku "Dilarang Gondrong!" ini juga menjelaskan bahwa pada masa Orde Baru terdapat badan khusus untuk mengurusi rambut gondrong, yaitu Badan Koordinasi Pemberantasan Rambut Gondrong (Bakorperagon). Tujuan badan khusus ini yaitu membasmi tata cara pemeliharaan rambut yang tak sesuai dengan kepribadian dan kebudayaan Indonesia (Hal. 119). Peraturan pemerintah ini terjalankan dengan bentuk-bentuk perlawanannya seperti yang dijelaskan Penulis pada bab 5.
Selain memberikan gambaran tentang praktik kuasa saat Orde Baru, buku ini juga menjelaskan tentang stratifikasi orang tua yang menganggap dirinya lebih tua secara umur dan menganggap anak muda membutuhkan tuntunan agar tak menyimpang dari budaya, serta memiliki masa depan yang terstruktur.
Buku "Dilarang Gondrong!" ini bukan hanya menjelaskan mengenai sejarah saja, tetapi juga membantu kita secara sosiologis untuk merefleksikan diri bahwa Indonesia pernah mengalami sebuah rezim yang senang melakukan pengendalian sosial dengan cara paksaan. Selain itu, buku ini menggambarkan mengenai penggunaan kekuasaan yang dijadikan alat untuk menormalisasi individu melalui rangkaian norma dan peraturan yang ditetapkan, seperti yang tercermin pada peraturaan pelarangan rambut gondrong saat ospek.