Sebagai mahasiswa, pendidik, calon pendidik, dan masyarakat umum yang mau mengetahui bagaimana cara memanusiakan manusia, maka tidak salah apabila memilih buku “Pendidikan Kaum Tertindas” sebagai salah satu bahan bacaannya. Buku yang ditulis oleh Paulo Freire (intelektual asal Brazil) dengan judul asli “Pedagogy of the Oppresed” ini membahas tentang pendidikan yang membebaskan dan juga bagaimana rakyat bisa terbebas dari penindasan.
Buku pendidikan tertindas ini terbagi menjadi 4 bab bahasan dengan jumlah halaman xxxvii + 221. Buku ini cetak oleh LP3ES pada tahun 2008 dan dicetak kembali pada tahun 2013 (edisi ke tujuh).
Pada bab pertama, buku ini membahas seputar kaum penindas dan kaum tertindas. Kontradiksi kaum penindas dan kaum kaum tertindas dan cara mengatasinya. Pembebasan kaum tertindas yang notabene adalah orientasi kemanusiaan.
“Dehumanisasi yang menandai bukan saja mereka yang telah dirampas kemanusiaannya, tetapi juga (biarpun dalam cara yang berbeda) mereka yang telah merampasnya adalah sebuah penyimpangan fitrah untuk menjadi manusia sejati. Penyimpangan ini terjadi sepanjang sejarah, namun bukan fitrah sejarah. Sesungguhnya, mengakui dehumanisasi sebagai suatu fitrah sejarah akan membawa kepada suatu sinisme atau sikap putus asa menyeluruh. Perjuangan untuk humanisasi, untuk emansipasi kaum pekerja, untuk mengatasi keterasingan, untuk pengesahan manusia sebagai pribadi-pribadi akan tidak bermakna. Perjuangan ini hanya mungkin karena dehumanisasi, meskipun merupakan fakta sejarah yang konkret, bukanlah suatu takdir yang tinggal diterima begitu saja tetapi hasil suatu tatanan tidak adil yang melahirkan kekejaman pada kaum penindas yang kemudian melahirkan dehumanisasi terhadap kaum tertindas.” (Pendidikan Kaum Tertindas, hlm 11 dan 12)
Bab selanjutnya membahas tentang pendidikan gaya bank sebagai alat penindas. Konsep pendidikan hadap-masalah sebagai alat pembebasan. Kontradiksi guru-murid dalam konsep pendidikan gaya bank yang diselesaikan dengan konsep pendidikan hadap-masalah.
Dalam bab ini Paulo Freire membahas bagaimana konsep pendidikan gaya bank. Konsep ini menganggap peserta sebagai suatu individu yang tidak mengatahui apa-apa, sehingga guru dianggap satu-satunya sumber pengetahuan. Konsep ini merupakan bentuk penindasan karena manusia lain (peserta didik) tidak dibebaskan dalam berpikir, menemukan pengetahuannya sendiri, dan lain sebagainya.
Bab ketiga dalam buku ini membahas dialogika seputar hakikat pendidikan sebagai praktik kebebasan. Dialog dan pencarian isi program. Hubungan manusia-dunia. Tema-tema generatif dan isi program pendidikan sebagai praktik kebebasan. Penelitian tema-tema generatif dan metodologinya.
Bab terakhir membahas tentang antidialogika dan dialogika sebagai matriks dari teori tindakan kebudayaan yang berlawanan (sebagai alat penindasan dan sebagai alat pembebasan). Teori tindakan antidialogis dan watak-wataknya; penaklukan, pecah lalu perintah, manipulasi, dan serangan budaya. Teori tindakan dialogis dan watak-wataknya; kerja sama, persatuan, organisasi, dan sintesa kebudayaan. Bahasan pada bab ini sangat menyeluruh, menyingkap bagaimana kerja penindas dalam menindas dan juga bagaimana cara tertindas untuk terbebas dari kungkungan penindas.
“Rakyat hanya memiliki dua kemungkinan dalam memasuki proses sejarah, apakah mereka berorganisasi secara murni bagi pembebasan dirinya atau mereka akan dimanipulasi oleh kaum elite. Organisasi murni sudah tentu tidak akan ditumbuhkan oleh kaum penguasa. Ini merupakan tugas para pemimpin revolusi”. (hlm 163)
Itulah sekilas tentang Pendidikan Kaum Tertindas, buku yang sangat memperjuangkan kemanusiaan sejak dalam pikiran apalagi perbuatan. Buku Pendidikan Kaum Tertindas sangat cocok dibaca oleh siapapun yang merasa dirinya adalah manusia. Dengan membaca buku ini, setidaknya kita akan tahu bagaimana menjadi manusia dan memanusiakan manusia.