Muhammad Arsyad, Pejuang Bangsa yang Pernah Menjadi Pengurus Partai Masyumi

Hikmawan Firdaus | Budi Prathama
Muhammad Arsyad, Pejuang Bangsa yang Pernah Menjadi Pengurus Partai Masyumi
Foto isi buku Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan, termasuk Muhammad Arsyad. (Dok pribadi/@BudiPrathama)

Nama Muhammad Arsyad mungkin sangat sedikit orang yang mengenalnya di kalangan rakyat Indonesia. Namanya masih kalah populer dengan Haji Agus Salim, Muhammad Natsir, maupun Muhammad Hatta. Tetapi kiprahnya dalam perjuangan bangsa Indonesia tidak boleh disepelekan, dirinya juga pernah terlibat untuk menentang penjajahan bangsa asing yang pernah bercokol di tanah air. Muhammad Arsyad juga pernah menjadi pengurus partai Majelis Syuro Muslimin (Masyumi) di masanya.

Nama lengkapnya adalah Muhammad Arsyad Thalib Lubis, dilahirkan di Stabat, Langkat, Sumatra Utara, pada bulan Oktober 1908. Ia merupakan putra dari pasangan Lebai Thalib bin H. Ibrahim Lubis dan Markoyom Nasution, seperti ditulis dalam buku “Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan” karangan Johan Prasetya. Ayah Muhammad Arsyad dikenal sebagai petani agamis, sehingga ia pun mendapatkan panggilan ‘lebai’ (panggilan kehormatan di daerahnya atas ilmu agama yang dimiliki.

Semasa hidupnya, Arsyad aktif mengajar di beberapa Madrasah al-Washliyah di Aceh maupun di Medan. Selanjutnya menjadi Lector di sekolah persiapan perguruan tinggi islam Indonesia di Medan pada tahun 1953-1954. Selain itu, Arsyad juga menjadi Guru Besar ilmu Fiqh dan Usul Fiqh pada Universitas Islam Sumatra Utara (UISU) tahun 1954-1957, serta menjadi dosen tetap di Universitas al-Washliyah (UNIVA) dari tahun 1968 hingga akhir hayatnya.

Dari dunia organisasi, Muhammad Arsyad terlibat dalam lahirnya organisasi al-Jam’iyatul Washliyah. Sejak didirikannya organisasi tersebut pada 30 November 1930, Arsyad menjadi pengurus besarnya sampai 1956.

Sementara dalam kegiatan dakwah, Muhammad Arsyad aktif dalam zending (mubaligh) Islam Indonesia. Puluhan ribu orang dari tanah Batak dan Karo, Sumatra Utara, masuk Islam di tangannya. Bahkan menjelang akhir hayatnya, Arsyad telah mengislamkan sekitar dua ratus orang di kabupaten Deli Serdang.

Muhammad Arsyad juga lihai dalam soal tulis-menulis, hingga membuat karyanya banyak di muat di Majalah Fajar Islam di Medan. Keterlibatan Arsyad dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, ia mampu membangkitkan semangat jihad melawan bangsa penjajah dengan menulis buku Tuntunan Perang Sabil.

Dari berbagai perjuangan yang dilakukan Arsyad, hingga membuat dirinya ditangkap pada 29 Maret 1949 oleh pihak Negara Sumatra Timur (NST) yang bertindak sebagai perpanjangan tangan Belanda. Arsyad pun ditahan sebagai tawanan politik di penjara Sukamulia, Medan, Sumatra Utara, mulai dari 29 Maret - 23 Desember 1949.

Setelah kiprah dan perjuangan yang dilakukan oleh Muhammad Arsyad, tepat pada hari Kamis, 6 Juli 1972, ia pun meninggal dunia karena sakit di Rumah Sakit Pirngadi, Medan, Sumatra Utara. Dirinya pun meninggal pada usia 63 tahun.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak