Korps Marinir TNI-AL atau yang dahulu dikenal dengan nama KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) merupakan salah satu divisi tempur di tubuh TNI yang paling kenyang dengan pengalaman di medan pertempuran. Hal ini selain karena kemampuan personilnya yang dikenal cukup cekatan, sistem persenjataan yang menunjang beragam misi tempur pasukan mariner juga dikenal merupakan deretan alutsista terbaik dikelasnya.
Salah satu alutsista yang pernah menjadi bagian dari inventory marinir Indonesia pada masa orde lama adalah peluncur roket multilaras (Multiple Launch Rocket System (MLRS)) BM-14/17. BM sendiri adalah singkatan dari Boyevaya Mashina yang berarti kendaraan tempur. Alutsista peluncur roket swa-gerak ini merupakan MLRS generasi pertama yang dioperasikan oleh pihak TNI pada masa orde lama.
BACA JUGA: Pos Indonesia Beri Bantuan Tabung Gas untuk Korban Erupsi Semeru
1. Didatangkan Langsung dari Uni Soviet
Kedekatan Indonesia dengan negara-negara blok timur, khususnya Uni Soviet pada periode akhir dekade 50-an hingga awal 60-an. Dilansir dari situs indomiliter.com, BM-14/17 datang ke Indonesia pada tahun 1961 bersamaan dengan alutsista lainnya dari Uni Soviet yang juga dioperasikan oleh pihak marinir seperti tank amfibi PT-76, kendaraan pengangkut personil BTR-50 dan beragam persenjataan lainnya.
Pada saat itu, peluncur roket multilaras ini ditempatkan di Batalyon Roket Pasukan Marinir-1 di Surabaya dan Batalyon Roket Pasukan Marinir-2 di Jakarta. Saat itu total ada 6 baterai yang setiap baterai diperkuat oleh 6 unit peluncur roket. Lazimnya saat itu terdapat 3 baterai dalam 1 batalyon.
2. Dipasang Pada Platform Kendaraan Truk
Unit peluncur BM-14/17 ini umumnya dipasang pada platform kendaraan truk, meskipun ada yang dipasang pada kendaraan beroda rantai atau terpasang stationery sebagai pertahanan titik. Dilansir dari military-today.com, kendaraan yang dipilih adalah truk buatan Uni Soviet yakni GAZ-66. Kaliber yang diusung oleh peluncur roket multilaras ini menggunakan kaliber 140 mm yang lazimnya ada dua baris peluncur, masing-masing baris terdapat 8 tabung peluncur yang ditotal berjumlah 16 buah.
BACA JUGA: The Atlas Lions Siap Terkam Portugal Demi Sejarah Baru Wakil Afrika di Piala Dunia 2022
Dilansir dari wikipedia.com, daya tembak dari peluncur roket ini terbilang cukup pendek yakni hanya sekitar 9-10 km. Untuk hulu ledak roket ini sendiri mampu menggunakan beragam peledak dengan berat sekitar 2-4 kg. Bahkan, hulu ledak roket tersebut juga dapat dipasangi oleh bom pembakar fosfor putih (white Phosphorus) yang dilarang dalam perang.
Adapula yang menggunakan hulu ledak kimia yang mampu mencapai bobot 2 kg. Penggunaan kedua hulu ledak tersebut umumnya dilarang dalam peperangan karena dikhawatirkan akan menimbulkan efek berkepanjangan bagi kehidupan.
3. Digunakan Pada Operasi Seroja di Timor-Timur
Alutsista kebanggaan korps Marinir ini mulai merasakan medan pertempuran sesungguhnya saat terjun dalam operasi Seroja di Timor-Timur pada tahun 1975-1976. Saat itu peluncur roket ini melakukan penembakan di kawasan yang diyakini sebagai basis pasukan Fretilin di Timor-Timur. Meskipun sebagian kalangan menganggap peluncur roket BM-14/17 ini kurang bertenaga, akan tetapi hal tersebut tidak menutupi keefektivan serangan dengan menggunakan peluncur roket multilaras yang sangat merusak tersebut.
Peluncur roket multilaras BM-14/17 ini kemudian dipensiunkan pada awal tahun 2000-an dikarenakan sudah terlewat masa pakai, ditambah komponen amunisi dan suku cadang untuk unit-unit peluncur roket ini sudah tidak diproduksi lagi. Kini korps Marinir menggantikan peluncur roket legendaris tersebut dengan RM-70 Grad dan RM-70 Vampire yang berasal dari Republik Ceko.
Video yang Mungkin Anda Suka.