Pada dekade 1930-an, pihak militer Hindia Belanda yang bertugas di divisi penerbangan atau LA-KNIL (Luchtvaartafdelling-KNIL) mulai mencari pesawat baru guna mendukung kegiatan militer dan pengawasan teritori udara di Hindia Belanda. Pada saat itu, militer Hindia Belanda hanya memiliki pesawat dengan sayap ganda (biplane) dan kokpit terbuka yang merupakan ciri khas pesawat dari dekade 1920-an.
Oleh karena itu, pemerintah Hindia Belanda melakukan pengadaan pesawat dengan spesifikasi terbaru yang sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan pihak militer. Kemudian dipilihlah pesawat Martin B-10 yang merupakan pesawat dengan kemampuan bomber (pesawat pengebom) untuk memperkuat alutsista Hindia Belanda.
1. Lebih Dipilih Karena Memiliki Keunggulan Dibanding Pesawat Tempur
Pihak militer Hindia Belanda memiliki pesawat dengan tipe bomber seperti Martin B-10 bukanlah tanpa alasan. Pesawat bomber dipilih karena dianggap memiliki daya jelajah yang cukup jauh dibandingkan dengan pesawat tempur konvensional.
Dilansir oleh situs aviahistoria.com, pihak militer kala itu menganggap untuk melindungi kawasan Hindia Belanda yang luas diperlukan pesawat dengan daya jelajah tinggi dan memiliki tingkat keselamatan yang baik pula. Oleh karena itu, pesawat dengan tipikal bomber pada akhirnya dipilih dan Martin B-10 yang menjadi pilihan pesawat baru LA-KNIL pada saat itu.
Martin B-10 sejatinya merupakan pesawat buatan pabrikan Glen Martin dari Amerika Serikat. Pesawat ini tergolong merupakan pesawat baru yang dikembangkan dan diproduksi pada dekade 1930-an. Versi yang dioperasikan oleh LA-KNIL merupakan varian 139WH yang dibuat khusus untuk kebutuhan militer Hindia Belanda.
2. Mampu Membawa Muatan Bom Seberat 1 Ton
Martin B-10 sebagai pesawat dengan kemampuan bomber tentunya memiliki muatan atau payload yang cukup besar untuk mengakomodasi muatan bom. Dilansir dari wikipedia.com, pesawat yang diawaki 3 orang ini mampu membawa muatan bom seberat 1.025 kg atau sekitar 1 ton. Untuk sistem persenjataan lainnya, pesawat ini dilengkapi dengan 3 pucuk senapan mesin dengan kaliber 7.62 mm.
BACA JUGA: Hasil Semifinal Piala AFF 2022: Timnas Indonesia Ditahan Seri 0-0 di SUGBK, Vietnam di Atas Angin
Pesawat ini ditenagai dengan sepasang mesin Wright R-1820-33 Cyclone (F-3) 9-cylinder air-cooled radial piston yang mampu membuat pesawat ini terbang dengan kecepatan maksimal 340 km/jam dan memiliki jarak jangkauan sekitar 2.000 km. Jarak jangkauan yang terbilang cukup jauh inilah yang menjadi alasan dipilihnya pesawat tersebut oleh LA-KNIL.
3. Menjadi Bulan-bulanan Pesawat Tempur Jepang
Pada dekade 1940-an, diketahui militer Hindia Belanda memiliki sekitar 121 unit pesawat Martin B-10 yang bertugas menjaga langit Hindia Belanda. Jumlah tersebut tentunya terbilang cukup banyak dan ideal guna menjaga kawasan teritorial di Hindia Belanda.
Akan tetapi, keputusan pihak LA-KNIL yang lebih memilih menggunakan pesawat bomber secara masif untuk menjaga kawasan Hindia Belanda justru menjadi ‘senjata makan tuan’. Hal ini dikarenakan pesawat bomber Martin B-10 yang dimiliki oleh Hindia Belanda menjadi bulan-bulanan pesawat tempur Jepang ketika serbuan pihak Jepang di tahun 1942.
Bahkan, saat dikawal sekalipun pesawat Martin B-10 yang dimiliki oleh LA-KNIL tidak mampu menghadapi kedigdayaan pesawat tempur Jepang yang didominasi oleh A6M2 Zero dan pesawat Nakajima Ki-43 Hayabusa. Pada akhirnya sekitar 17 unit pesawat Martin B-10 berhasil direbut oleh Jepang ketika menginvasi kawasan Hindia Belanda. Banyak ahli berpendapat hal ini dikarenakan kesalahan konsep yang diterapkan oleh pihak militer ketika melakukan pembelian pesawat tersebut.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS