Review 'Pacar Seorang Seniman', Ketika Penyair WS Rendra Menulis Cerpen

Hayuning Ratri Hapsari | Fathorrozi 🖊️
Review 'Pacar Seorang Seniman', Ketika Penyair WS Rendra Menulis Cerpen
Buku Pacar Seorang Seniman karya W.S. Rendra (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

Buku Pacar Seorang Seniman karya WS Rendra ini seakan menunjukkan bahwa selain seorang penyair, Rendra juga merupakan seorang cerpenis. Rendra merupakan pujangga terbesar yang pernah dimiliki Indonesia. Ia lahir di Surakarta, 7 November 1935 dan meninggal dunia di Depok, 6 Agustus 2009.

Nama lengkapnya adalah Willybrordus Surendra Bhawana Rendra. Ayahnya bernama Brotoatmojo yang merupakan seorang guru Bahasa Indonesia dan Jawa Kuno. Leluhur ayahnya dulu, para tumenggung jago perang dan guru-guru bela diri. Nama kecil sang ayah adalah Sugeng.

Rendra yang dijuluki Burung Merak dari Parangtritis ini, di Yogyakarta dulu pernah hidup rukun dengan tiga istri dalam satu rumah. Sunarti yang dikawininya tahun 1959, Sitoresmi tahun 1970, dan Ken Zuraida tahun 1976. Sito dan Zuraida sebelum menjadi istri Rendra adalah anggota Bengkel Teater.

Ada tiga belas judul cerita pendek dalam buku kumpulan cerpen ini. Di antaranya, Pacar Seorang Seniman, Ia Punya Leher yang Indah, Ia Teramat Lembut, Pertemuan dengan Roh Halus, Orang-Orang Peronda, Muka yang Malang, Ia Masih Kecil, Sehelai Daun dalam Angin, Pohon Kamboja, Gaya Herjan, Wasya ah Wasya, Napas Malam dan Ia Membelai-belai Perutnya.

Rata-rata cerpen garapan Rendra panjang-panjang dan tidak selesai baca dalam sekali duduk. Seperti cerpen Ia Punya Leher yang Indah, cerita ini tertulis hingga dua belas halaman, yaitu dari halaman 15 hingga halaman 26. Cerpen dengan judul ini mengisahkan tentang wanita bernama Maryam yang tidak menyadari kecantikannya.

Kepada Paman Kirdjo, Maryam mencurahkan kegalauan bahwa di sekolah teman-temannya banyak yang berbicara tentang pakaian-pakaian dan perhiasan-perhiasan. Teman-temannya ngomong tentang kalung, nilon, dan anting-anting yang sangat artistik. Mereka juga berpakaian sangat indah.

Maryam juga mengatakan kepada bibinya bahwa lehernya telanjang, tidak ada kalung. Tidak sama dengan leher teman-temannya. Lalu bibinya menanggapi, kalau leher bagus tak perlu kalung.

"Mereka selalu jadi perhatian orang karena kalung mereka," ucap Maryam.

"Biar saja mereka diperhatikan orang karena kalung mereka, tapi kau diperhatikan orang karena kau cantik," balas bibinya.

"Percayalah, kau lebih cantik dari mereka. Mata lelaki akan mengatakan begitu. Lihat saja mata lelaki. Laki-laki mengatakan kecantikan wanita dengan mata mereka," imbuh bibinya.

Cerpen ini mengajak kepada penikmat cerita agar mampu menjadi hamba yang bersyukur, dan tidak selalu menuntut untuk selalu sama dengan orang lain. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak