Desa Karangrejo berada di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur yang menjadi satu-satunya desa pengrajin kain tenun. Dikelilingi pemandangan pegunungan dan sawah menjadikan daerah ini terlihat asri dan sejuk. Siapa sangka jika profesi penduduknya tidak hanya bertani, melainkan juga sebagai pengrajin kain tenun. Simak yuk!
Mendongkrak skala nasional melalui digitalisasi
Para pengrajin kain tenun di Desa Karangrejo masih bisa kita temui hingga kini meskipun profesi ini mulai ditinggalkan. Perlu adanya campur tangan pemerintah daerah setempat untuk melakukan strategi agar kain tenun produksi Desa Karangrejo bisa menjejak skala nasional.
Sudah banyak organisasi dan komunitas yang berkontribusi pada perkembangan sentra kain tenun Pasuruan. Di antaranya melalui liputan, kolaborasi, konten media sosial bahkan menjadi objek penelitian mahasiswa. Dilansir dari Pable.id, mereka diajak kolaborasi dengan Pable sebagai startup di bidang lingkungan yang menyulap limbah tekstil menjadi produk berdaya guna tinggi.
Kolaborasi ini termasuk strategi yang brilian karena para pengrajin tidak hanya memproduksi barang downcyle seperti keset dan serbet, namun bisa lebih bernilai tinggi. Salah satu produk unggulan yang ingin mereka upcylce adalah kain tenun. Mereka mengumpulkan limbah pakaian bekas untuk didaur ulang menjadi benang yang kemudian ditenun menjadi kain.
Tentunya, kain tenun memiliki nilai yang lebih tinggi karena digunakan dalam bidang fashion yang akan menarik perhatian tidak hanya di dalam negeri tapi juga dapat dinikmati oleh penduduk mancanegara.
Produksi tenun secara tradisional
Sejak tahun 1960, pengrajin tenun dii Desa Karangrejo menggunakan mesin tradisional atau manual digerakkan dengan tangan dan kaki. Biasa disebut dengan ATBM (alat tenun bukan mesin). Para pengrajin di desa ini mempunyai keahlian menenun yang diturunkan langsung oleh orang tua mereka. Sehingga mereka sudah terbiasa menenun sejak kecil.
Kain tenun yang diproses secara tradisional dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) dengan bahan utama benang katun atau benang daur ulang yang telah dipola. Benang yang sudah melewati proses pengikatan dan pewarnaan di tenun dengan proses pemintalan.
Adapun pada alat tenun ATBM yang sudah terpola dengan bahan lusi (benang tenun yang disusun sejajar (biasanya memanjang) dan tidak bergerak (terikat di kedua ujungnya)) untuk menjadi bahan dasar utama yang selanjutnya juga menentukan motif dan warna dasar kain tersebut.
Ada alasan mengapa mereka memilih mempertahankan ATBM karena biaya operasionalnya yang tidak terlalu tinggi. Sebab, tidak butuh daya listrik untuk memproduksi kain tenun tersebut. Sekarang, beberapa diantaranya sudah menggunakan mesin tenun. Meski begitu, hal ini tidak mengurangi keunikan kain tenun dari Desa Karangrejo.