"Nyala Semesta" karya Farah Qoonita adalah bacaan yang menarik bagi penyuka novel aksi thriller. Mengambil latar di Gaza, buku ini mengajak pembacanya untuk ikut merasakan perjuangan di tempat ini.
Novel ini bercerita tentang seorang ayah yang melepas anaknya merantau. Ia kemudian berpesan, "Gaza adalah kota sempurna untuk ruhiyahmu. Semua kemewahan perjuangan bisa kau rasakan di sini. Tapi di luar sana, tak ada yang bisa menjamin! Kau akan melihat segala fasilitas, kemewahan, dan kesenangan hidup di sana."
Sebagai orang penting di Gaza yang diburu Israel, tentu tidak mudah membiarkan anaknya merantau ke negara lain untuk menuntut ilmu.
Novel yang berangkat dari kisah nyata dan fakta ini membuat saya akhirnya mengetahui kalau di tanah Palestina tersebut ada kerajaan bawah tanah Gaza yang sampai detik ini masih belum ditemukan oleh Israel. Padahal mereka sudah menciptakan lebih dari 500 kawah dengan kedalaman minimal 12 meter akibat genosida.
Selain itu, saya juga menemukan cerita sperma yang diselundupkan dalam novel ini. Padahal, seperti yang kita tahu, bayi tabung memerlukan biaya yang luar biasa besar. Namun di sinilah keajaiban terjadi. Allah menunjukkam kuasaNya dan membukakan jalan bagi mereka yang bertakwa.
Novel ini mengajarkan saya bersyukur. Bisa jadi banyaknya keturunan yang selama ini kita keluhkan justru menjadi kemewahan dan nikmat bagi orang lain.
Lalu tak lupa kisah para jurnalis di tempat ini yang berusaha untuk memberitakan tentang Gaza ke seluruh dunia. Perjuangan mereka tentu tak main-main dan sidah seperti mujahid yang bertempur di medan perang.
Kenyamanan yang kita rasakan setiap hari membuat kita lupa kalau di sana, ada ratusan jurnalis yang diincar oleh para tentara Israel. Tak hanya itu, bahkan keluarga mereka juga dibombardir oleh Zionis.
Israel memang paling takut akan keberadaan jurnalis karena mereka tidak ingin kebohongannya terkuak dan tidak akan dipercaya oleh dunia.
Setelah membiarkan anaknya merantau ke luar Gaza hingga lulus, sang anak akhirnya kembali. Ia pun berpesan yang membuat saya tersentuh.
"Tidak semua orang Allah izinkan punya pendidikan tinggi. Bukti keberhasilan bukanlah medali wisuda atau gelar mastermu, tapi AMALmu. Bentuk syukur tak bisa hanya sekedar ucap, tapi kebermanfaatan dirimu. Ingat, kesudahan buah yang matang adalah busuk."
Kalimat-kalimat ini membuat saya merenung tentang apa tujuan pendidikan yang telah saya raih selama ini.