Review Film Cinta Laki-Laki Biasa: Romansa yang Sederhana tapi Memikat

Hernawan | Athar Farha
Review Film Cinta Laki-Laki Biasa: Romansa yang Sederhana tapi Memikat
Poster Film Cinta Laki-Laki Biasa (IMDb)

Terkadang, kita butuh sebuah cerita yang sederhana, yang meskipun nggak mengejutkan dengan drama yang terlalu bombastis, tapi tetap bisa menyentuh hati. 

‘Cinta Laki-Laki Biasa’ termasuk salah satu film yang menawarkan kisah cinta sederhana tapi cukup mengesankan. Di balik judul yang mungkin terdengar klise, film ini punya banyak hal yang layak untuk dinikmati lho. 

Disutradarai Guntur Soeharjanto, yang sebelumnya bekerja sama dengan penulis Asma Nadia dan Alim Sudio dalam Film Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea, film ini hadir dengan sentuhan berbeda. 

Di bawah naungan rumah produksi Starvision, Film Cinta Laki-Laki Biasa mempertemukan dua bintang utama yang beradu chemistry, yaitu Deva Mahenra dan Velove Vexia, dalam sebuah drama romansa yang ringan tapi begitu menyentuh. 

Sekilas tentang Film Cinta Laki-Laki Biasa

Film ini mengisahkan Nania (Velove Vexia), calon arsitek yang sedang menjalani tugas kuliah dalam proyek pembangunan rumah sederhana. 

Di sana, dia bertemu dengan Rafli (Deva Mahenra), pria sederhana yang bekerja sebagai pimpinan lapangan dan ditunjuk untuk menjadi mentor Nania. 

Mereka pun mulai dekat, dan hubungan mereka berkembang menjadi kisah cinta yang penuh kebahagiaan. Meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda—Nania berasal dari keluarga mampu, sementara Rafli hanyalah pria biasa—cinta mereka tetap tumbuh kuat. 

Ketika Rafli melamar Nania, kisah mereka dipenuhi dengan tantangan, terutama dari keluarga Nania yang nggak setuju dengan hubungan mereka.

Dan terjadi kecelakaan tragis, menyebabkan Nania mengalami amnesia, dan kehilangan ingatan akan cintanya pada Rafli. Rafli nggak menyerah begitu saja, dia berusaha keras agar Nania bisa kembali mengingat dan merasakan cinta yang pernah mereka bagi. Pertarungan emosional antara kenangan dan kebahagiaan pun dimulai.

Menarik banget ya? Gimana dengan filmnya? Sini kepoin bareng!

Impresi Selepas Nonton Film Cinta Laki-Laki Biasa 

Sebagai penonton, aku langsung merasakan film ini bukan hanya tentang cinta antara dua orang yang berbeda latar belakang. Itu memang salah satu tema utama, tapi ada hal yang lebih penting, yakni bagaimana cinta bisa bertahan meskipun didera berbagai cobaan. 

Naskah yang ditulis Asma Nadia dan Alim Sudio berhasil menyampaikan pesannya dengan baik tanpa terasa maksa. Alur cerita mengalir cukup natural, dan meskipun ada beberapa momen klise—seperti kisah cinta segitiga yang muncul tanpa perkembangan yang kuat—film ini tetap bisa menarik perhatian.

Salah satu hal yang aku apresiasi adalah bagaimana film ini menghindari jebakan melodrama yang berlebihan. Nggak ada momen yang terasa dibuat-buat, dan alur penceritaannya sangat terasa manusiawi. 

Ada kalanya aku merasa seperti sedang melihat kehidupan nyata—di mana cinta itu bisa terhalang banyak hal, dari perbedaan status sosial hingga kejadian yang nggak disangka-sangka seperti amnesia yang terjadi pada Nania. Konflik yang muncul pun nggak berlebihan, malah terasa lebih menyentuh hati karena porsi penceritaan yang tepat dan nggak terlalu dipaksakan.

Nggak bisa dipungkiri, salah satu alasan utama kenapa Film Cinta Laki-Laki Biasa bisa mengalir dengan lancar adalah karena chemistry antara Deva Mahenra dan Velove Vexia. Keduanya membangun hubungan yang sangat meyakinkan dan hangat. 

Deva Mahenra mampu menunjukkan karakter pria yang penuh ketulusan, sabar, dan penuh cinta. Begitu juga dengan Velove Vexia, yang memainkan peran Nania dengan sangat baik. Chemistry mereka nggak hanya terlihat di layar, tapi juga terasa begitu alami dan menyentuh. 

Ya, aku merasa terikat dengan perjalanan emosional mereka berdua, terutama saat Rafli berusaha keras agar Nania mengingat kembali momen-momen indah dalam hidup mereka.

Meskipun demikian, aku harus mengakui ada satu karakter yang agak terasa kurang berkembang, yaitu Tyo Handoko yang diperankan oleh Nino Fernandez. Karakternya hadir sebagai pihak ketiga yang sedikit mengganggu hubungan antara Nania dan Rafli, tapi sayangnya, peran Tyo nggak pernah benar-benar berkembang dengan baik. Momen-momen di mana Tyo mencoba untuk menjadi karakter antagonis terasa dipaksakan, dan pada beberapa bagian, dia lebih seperti alat untuk menciptakan konflik daripada karakter yang benar-benar punya tujuan dalam cerita.

Kerennya, Guntur Soeharjanto sebagai sutradara tetap mampu mengarahkan film ini dengan cukup baik. Pacing-nya terasa pas, nggak terlalu terburu-buru maupun terlalu lambat. Meski pada bagian ketiga film terasa agak dipercepat untuk mencapai konklusi, secara keseluruhan pengarahannya cukup solid. 

Film ini layak untuk ditonton, terutama buat Sobat Yoursay yang suka drama romansa yang ingin menikmati kisah hangat dan penuh emosi.

Skor: 3,3/5

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak