Apa jadinya kalau momen paling glamor di SMA, yakni malam prom, berubah jadi ajang pembantaian berdarah? Netflix kembali menggali horor remaja dengan judul: ‘Fear Street – Prom Queen’ yang tayang sejak 23 Mei 2025. Film terbaru dalam semesta ‘Fear Street’ yang diangkat dari novel R.L. Stine ini, rupanya sebatas mengambil judul dan konsep dasarnya doang.
Setelah sukses dengan trilogi Fear Street, kali ini waralaba kembali dengan pendekatan lebih klasik dalam genre slasher 80-an, yang berdarah-darah, dengan unsur drama remaja yang kental. Sayangnya, meski di permukaan terkesan menggiurkan, eksekusinya masih setengah hati.
Film ini disutradarai Matt Palmer, sutradara asal Skotlandia yang sebelumnya bikin film thriller, Calibre (2018). Kali ini Matt Palmer bekerja sama dengan Donald McLeary dalam menulis naskah, dan film ini diproduksi Chernin Entertainment bersama Netflix.
Bintang-bintang yang terlibat pun menjanjikan lho, di antaranya:
- India Fowler sebagai Lori Granger
- Suzanna Son sebagai Megan Rogers
- Fina Strazza sebagai Tiffany Falconer
- Dan masih banyak bintang pendukung lainnya
Sekilas tentang Film Fear Street – Prom Queen
Prom Queen bakal ngajak Sobat Yoursay balik ke tahun 1988, ke Shadyside High School, sekolah di Kota Shadyside, tetangga kota dari Sunnyvale yang pastinya sudah familier buat penonton setia 'Fear Street'.
Di sana, persiapan malam prom sedang berlangsung dengan penuh semangat. Semua mata tertuju pada ajang pemilihan prom queen, ajang yang menentukan hierarki sosial remaja setempat.
Tiffany Falconer, gadis populer dan licik yang merasa dirinya nggak tergantikan, menjadi kandidat terkuat. Namun, ada pesaing yang nggak disangka-sangka: Lori Granger, siswi pendiam dengan masa lalu kelam.
Ibunya Lori Granger pernah dituduh membunuh ayah Lori sendiri, dan sejak saat itu Lori tumbuh dengan stigma dan intimidasi. Satu-satunya orang yang selalu mendukungnya adalah Megan, sahabat nyentrik yang jago membuat efek gore ala film horor. Mereka berdua menjalani hari-hari dengan penuh kecemasan, hingga suatu malam, satu per satu kandidat prom queen mulai terbunuh sama sosok misterius berjas hujan merah dan topeng nggak berwajah.
Ngeri banget, kan? Tapi ….
Impresi Selepas Nonton Film Fear Street – Prom Queen
Di awal-awal, aku antusias menonton film ini. Premisnya menjanjikan, soalnya ada kombinasi antara Film Carrie, Film Prom Night, dan sedikit bumbu dari Film I Know What You Did Last Summer.
Namun begitu film berjalan, aku mulai merasa kalau filim ini lebih banyak menurut ketimbang menciptakan sesuatu yang baru.
Nostalgia tahun 80-an yang mestinya menjadi nilai jual utama malah terasa seperti tempelan. Musik pop lawas diputar hampir tiap menit, busana mencolok hadir berlebihan, bahkan ada adegan dance-off diiringi lagu ‘Gloria’ yang terasa lebih cringe.
Secara visual, film ini berusaha meniru tampilan film VHS lama dengan efek grainy, tapi hasilnya terlihat seperti filter digital seadanya. Penataan adegan dan pencahayaan juga kurang menggigit.
Matt Palmer, meski berhasil menggarap satu dua adegan pembunuhan dengan sadisme yang kece, misalnya adegan pemotongan dengan alat pemotong kertas atau wajah yang dihantam gergaji listrik, tapi sayangnya nggak ada ketajaman atau kengerian kuat seperti dalam trilogi ‘Fear Street’ sebelumnya. Ada jarak yang jelas antara teriakan horor dan ketegangan yang benar-benar membuat dada sesak.
Akting para pemain muda memang cukup bervariasi. India Fowler membawakan karakter Lori dengan cukup emosi, meski terkadang terasa datar. Yang justru paling mencuri perhatian adalah Suzanna Son sebagai Megan, sahabat Lori yang eksentrik dan tampaknya punya lebih dari sekadar rasa sayang biasa. Chemistry keduanya menjadi titik terang di tengah plot yang cenderung datar dan dipenuhi karakter stereotip. Sementara itu, Fina Strazza tampil memikat sebagai Tiffany, menyebalkan tapi lumayan ikonik, layaknya mean girl klasik.
Ada pula penampilan singkat dari aktor senior lho. Katherine Waterston dan Chris Klein sebagai orang tua Tiffany, serta Lili Taylor sebagai wakil kepala sekolah yang dingin dan misterius. Sayang, kehadiran mereka nggak banyak ngasih warna karena porsi peran yang sangat terbatas.
Salah satu kelemahan paling terasa, terkait bagaimana film ini mencoba menyisipkan konflik keluarga dan kutukan masa lalu tanpa benar-benar membangunnya dengan serius. Alih-alih mendalam, alur mitologi seputar Shadyside dan tragedi masa lalu Lori terasa tempelan dan terlalu terburu-buru diurai.
Dengan durasi ±90 menit, ‘Fear Street – Prom Queen’ memang terasa ringkas, tapi sayangnya nggak efisien. Saat film mencoba memperlambat tempo untuk menjelaskan motivasi dan latar belakang karakter, cerita malah jadi membosankan. Padahal seharusnya, di sinilah letak keunikan yang bisa membedakannya dari slasher generik lainnya. Sangat disayangkan!
Skor: 1/5