Lagu LUNA oleh ONEUS: Elegi Cinta dalam Cahaya Bulan

Ayu Nabila | Inggrid Tiana
Lagu LUNA oleh ONEUS: Elegi Cinta dalam Cahaya Bulan
Potret grup ONEUS (X/official_ONEUS)

Lagu "LUNA" dari ONEUS merupakan title track dari mini album ke-6 mereka bertajuk "BLOOD MOON". Lagu yang rilis tahun 2021 ini merupakan campuran dari synthwave dan elemen tradisional yang terasa seperti novel.

Seperti yang bisa ditebak dari judulnya, MV “LUNA” milik ONEUS berpusat pada bulan sebagai simbol utama, baik dari segi cerita maupun visualnya. Cahaya bulan menjadi elemen penting dalam perjalanan emosional yang disampaikan lagu ini.

Melalui MV dan liriknya, ONEUS menggambarkan bulan sebagai simbol cinta yang hilang, dan jarak yang kini memisahkan mereka dengan orang yang mereka cintai. Terangnya bulan tak lagi melambangkan cinta yang menyala, melainkan justru memperlihatkan sisi gelap dari kehilangan.

Di balik lagu ini terdapat analogi yang dalam, yakni cinta yang hilang diibaratkan seperti bunga kaktus malam, atau yang dikenal sebagai Queen of the Night. Bunga ini hanya mekar di tengah malam, bersamaan dengan terbitnya bulan, namun layu dalam waktu satu jam sebelum matahari terbit.

Cerita ini juga terinspirasi dari dongeng Tiongkok yang menggambarkan kerinduan akan cinta yang tak bisa digapai. Dalam lirik lagu, jelas tergambar bahwa cinta itu sudah berlalu, dan terlalu terlambat untuk kembali.

Kesedihan dan penyesalan yang dibawa ONEUS disajikan dengan penuh keanggunan, nyaris seperti dongeng. Ini terlihat jelas dalam setiap adegan para membernya. Pakaian, pencahayaan, dan properti dalam setiap set membentuk suasana hati yang muram namun indah. Usaha mereka yang sia-sia untuk meraih kembali cinta yang telah hilang disimbolkan melalui cahaya bulan yang kini tak lagi menerangi jalan mereka.

MV dimulai dengan adegan Leedo di atas atap dengan bulan purnama bersinar terang di belakangnya. Latar belakang menunjukkan pagoda dan bangunan khas, yang tampak misterius berkat bayangan yang dilemparkan cahaya bulan. Musik latar menggabungkan instrumen tradisional Korea seperti gayageum, haegeum, dan seruling, menciptakan suasana etnik yang menyatu dengan melodi tradisional.

Namun, kehadiran bulan secara langsung hanya terlihat di beberapa bagian, seperti adegan gurun tempat Hwanwoong berjalan dengan kepala tertunduk. Sisanya, mayoritas set individu para member mencoba menciptakan kembali atmosfer bulan dan cahaya cintanya yang telah sirna.

Adegan Keonhee menunjukkan perasaan kehilangan secara jelas. Ia berdiri di antara dua pohon sakura dengan kelopak bunga yang berjatuhan, disinari cahaya lembut yang menyelimuti jas putihnya. Meski terlihat damai, bayangan yang muncul di belakangnya mengisyaratkan luka yang belum sembuh.

Sementara itu, suasana dalam adegan Seoho lebih dingin dan tajam. Dibalut cahaya biru kehijauan dan disorot secara intens, ekspresinya terlihat datar namun dalam. Ia berdiri di tengah pancaran cahaya yang menyerupai bentuk bulan, seolah mencoba menghidupkan kembali kenangan cintanya, tapi hanya bayangan yang tersisa. Bait dalam lagu, “Akankah aku mekar lalu layu mengikuti cahaya itu?” memperkuat makna kehilangan yang tak terelakkan.

Nuansa tradisional semakin kental dalam adegan Xion dan Leedo. Xion mengenakan jubah putih, menaiki tangga kecil menuju lukisan gulung bergambar bulan dan pegunungan. Tangga itu berakhir begitu saja, menandakan jarak yang tak bisa ia jangkau. 

Leedo pun memiliki adegan serupa, namun kali ini dengan latar lukisan bergaya Barat, yang menampilkan pohon pinus dan bulan terang. Ia duduk membelakangi kamera, tangannya menyentuh lukisan bulan seolah ingin menggapainya, tapi tahu bahwa itu hanyalah bayangan.

Jika Xion dan Leedo mewakili keindahan alam dan cahaya alami bulan, maka Hwanwoong dan Ravn menampilkan sisi buatan dari cahaya. Hwanwoong berlutut di bawah lentera bulat yang menggantung tipis, sementara bayangan oranye dari pasir menambah kesan sunyi. Ia jarang menatap ke atas, menyiratkan kepasrahan akan cinta yang tak dapat diraih.

Ravn, di sisi lain, tampil dalam ruangan berbentuk kotak cahaya dengan panel transparan yang berganti warna putih, biru, dan merah. Ia lebih tampak seperti siluet daripada manusia, dan cahaya di sekelilingnya mempermainkan persepsi, sekaligus menyinari dan menyembunyikan dirinya.

“LUNA” adalah karya yang kaya akan simbolisme dan nuansa emosi. Baik lagu maupun MV-nya berhasil menyatukan estetika visual yang kuat dengan makna lirik yang mendalam. Paduan elemen musik tradisional Korea, cahaya bulan, bunga, dan lukisan menjadikan lagu ini sebagai karya seni yang menyentuh, penuh penyesalan dan kerinduan.

Melalui lagu ini, ONEUS tidak hanya menunjukkan identitas musikal mereka, tetapi juga memperkuat posisi mereka sebagai salah satu grup K-pop yang patut dilirik.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak