Adu Jajanan Ajaib! Zenitendo vs Tatarimedo di Toko Jajanan Ajaib Zenitendo 4

Sekar Anindyah Lamase | Ardina Praf
Adu Jajanan Ajaib! Zenitendo vs Tatarimedo di Toko Jajanan Ajaib Zenitendo 4
Novel Toko Jajanan Ajaib Zenitendo 4 (goodreads.com)

Buku Toko Jajanan Ajaib Zenitendo sudah sampai ke seri keempatnya. Pada seri inim Reiko Hiroshima masih konsisten dengan novel magisnya yang penuh warna. Jajanan unik yang penuh pelajaran hidup tersembunyi di baliknya menjadi inti utama novel ini.

Kali ini, suasana terasa sedikit berbeda. Bukan hanya tentang pembeli dan jajanan ajaib dari Nyonya Beniko, tapi juga munculnya ancaman nyata dari pesaing baru: Toko Tatarimedo milik Yodomi.

Persaingan antara Zenitendo dan Tatarimedo tetap menjadi konflik utama di novel ini. Kalau di buku-buku sebelumnya lebih fokus pada pengalaman pembeli, kali ini ada pengembangan konflik. Hal itu tampak pada bagian adu kekuatan antara dua toko ajaib dengan jajanan sebagai senjatanya.

Tatarimedo datang membawa tawaran yang tak kalah menggiurkan, yaitu jajanan-jajanan dengan kekuatan yang terdengar lebih "wah". Sebut saja Bakpao Serigala, Telur Cokelat Goblin, hingga Permen Sirup Jagung Pelangi.

Setiap pembeli yang datang pasti tergoda dengan iming-iming kekuatan besar dibalik jajanan yang dijual. Namun, perlu disadari bahwa hal itu diiringi dengan konsekuensi yang besar pula.

Konsep buku keempat ini masih sama dengan yang sebelumnya: Nyonya Beniko akan menjual enam jajanan ajaib kepada enam pembeli terpilih. Mereka ini bukan orang sembarangan. Masing-masing datang dengan masalah hidupnya sendiri.

Tentunya, jajanan yang mereka pilih akan menentukan nasibnya. Apakah mereka bisa memilih jajanan dengan bijak? Atau justru memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi?

Yang membuat buku ini makin menarik adalah kehadiran Yodomi dari Tatarimedo. Karakternya membawa kontras yang jelas. Jika Zenitendo penuh ketenangan dan kebijaksanaan, Tatarimedo tampil lebih agresif dan penuh jebakan.

Yodomi tidak hanya ingin mengambil pelanggan Nyonya Beniko, tapi juga ingin membuat mereka menyesal—seakan rasa sesal adalah bagian dari "pembayaran" atas pilihan mereka. Di sinilah pembaca mulai bisa merasakan aroma pertarungan antara kebaikan dan keburukan, tapi tetap dibungkus dalam cerita ringan dan sarat makna.

Masing-masing cerita dalam buku ini menggambarkan berbagai sisi manusia: ada yang serakah, ada yang bijak, ada pula yang gemar playing victim.

Pembaca diajak merenung kenapa manusia selalu merasa kurang? Kenapa saat diberi bantuan, masih ada yang tergoda pada tawaran lain yang tampaknya lebih menguntungkan, padahal belum tentu lebih baik?

Kadang, kita terlalu fokus untuk mencari yang “lebih” dan meninggalkan apa yang sudah kita miliki.

Yang menarik, konflik kali ini tidak hanya soal si pembeli dan dampak jajanan ajaibnya. Konflik besar antara dua toko juga memberi lapisan cerita yang baru.

Tatarimedo tidak hanya menjual jajanan untuk "membantu", tapi lebih ke menjebak dan membuat korbannya menyesal. Jadi, tidak ada yang benar-benar bebas dari konsekuensi. Hal inilah yang membuat cerita justru semakin seru.

Secara keseluruhan, Toko Jajanan Ajaib Zenitendo 4 tetap berhasil mempertahankan daya tarik uniknya. Bagi pembaca yang menyukai kisah magis namun masih relate dengan kehidupan nyata, buku ini sangat layak untuk dinikmati.

Cerita-ceritanya pendek tapi padat, ringan namun mengandung pesan. Format antologi dengan enam cerita berbeda membuat pembaca tidak mudah bosan karena tiap cerita hadir dengan konflik dan tokoh yang unik.

Dan di balik semua itu, tetap ada harapan kecil: andai dunia nyata punya tempat seperti Zenitendo, mungkin akan ada lebih banyak orang yang belajar dari kesalahannya, dan tidak ada orang jahat yang betah dengan kejahatannya sendiri. Dunia magis Zenitendo mungkin hanya fiksi, tapi pelajarannya nyata dan bisa kita bawa ke dunia sehari-hari.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak