"Don’t Let Her Stay" adalah novel bergenre thriller psikologis karya Nicola Sanders yang menawarkan ketegangan keluarga dalam suasana rumah tangga yang tampak biasa. Novel ini mengangkat tema besar tentang kepercayaan, gaslighting, dan bahaya tersembunyi dalam hubungan personal, terutama saat orang asing memasuki lingkaran keluarga yang rapuh.
Cerita berfokus pada Joanne Atkinson, seorang ibu baru yang tinggal bersama suaminya, Richard, dan bayi mereka yang masih sangat kecil. Mereka hidup di rumah yang nyaman di pedesaan, mencoba menata kehidupan sebagai keluarga kecil. Namun, ketenangan itu mulai retak saat Chloe, anak perempuan Richard dari pernikahan sebelumnya, datang dan ingin tinggal bersama mereka.
Awalnya, kehadiran Chloe diterima dengan tangan terbuka. Joanne, walau sedikit canggung, mencoba menjadi tuan rumah yang baik dan membangun hubungan dengan anak tiri yang baru dikenal itu. Chloe pun tampak ramah dan antusias membantu mengurus bayi. Namun, ada sesuatu yang mengganggu intuisi Joanne.
Seiring waktu, tingkah laku Chloe mulai menunjukkan keanehan. Ia sering mencampuri urusan rumah tangga tanpa diminta, mulai dari cara mengurus bayi hingga pengaturan rumah. Lebih jauh lagi, ia menunjukkan kecenderungan menguasai, seakan ingin menggantikan posisi Joanne sebagai ibu dan istri.
Ketegangan semakin memuncak ketika Richard justru lebih membela Chloe dalam setiap konflik kecil. Joanne mulai merasa disalahkan, diragukan, bahkan dituduh terlalu sensitif. Situasi ini membuat Joanne mempertanyakan kewarasannya sendiri, apakah ia benar-benar melihat sesuatu yang salah, atau hanya lelah dan stres sebagai ibu baru?
Nicola Sanders dengan cermat menyajikan dinamika psikologis dalam rumah tangga tersebut. Ia memanfaatkan teknik naratif orang pertama dari sudut pandang Joanne untuk menampilkan ketegangan batin yang perlahan tumbuh menjadi ketakutan. Pembaca ikut merasa frustrasi dan cemas bersama tokoh utama.
Tema gaslighting menjadi sangat sentral dalam cerita. Chloe secara halus namun sistematis membelokkan kenyataan, membuat Joanne terus meragukan dirinya. Ini ditunjukkan melalui kejadian-kejadian kecil seperti suara yang tak terdengar, barang yang berpindah, dan komentar-komentar manipulatif dari Chloe.
Ketika Joanne mencoba bicara dengan orang di sekitarnya, termasuk Richard, ia tidak dipercaya. Bahkan Richard mulai menganggapnya mengalami baby blues atau post-partum psychosis. Inilah momen ketika ketegangan benar-benar terasa mencekik, karena Joanne terjebak dalam rumahnya sendiri.
Karakter Chloe ditulis dengan sangat kuat. Ia bukan hanya sekadar penjahat satu dimensi, tetapi sosok yang kompleks dan ambigu. Penampilannya manis dan tenang di depan orang lain, namun memiliki sisi gelap yang hanya ditampilkan kepada Joanne. Ketidakmampuan Joanne membuktikan hal ini menjadi sumber utama konflik.
Sementara itu, Richard digambarkan sebagai pria rasional namun keras kepala. Ia begitu ingin mempercayai Chloe sebagai anaknya, hingga mengabaikan insting pasangannya sendiri. Kesetiaannya yang salah tempat inilah yang membuat bencana akhirnya tak terhindarkan.
Dalam babak-babak akhir novel, Joanne mulai mengumpulkan keberanian untuk melawan. Ia menyelidiki latar belakang Chloe dan menemukan petunjuk mengerikan tentang masa lalu gadis itu, termasuk kemungkinan keterlibatan dalam kematian tragis ibu kandungnya.
Ketegangan mencapai puncaknya ketika Chloe diketahui merencanakan sesuatu terhadap Evie, bayi Joanne. Ini bukan lagi tentang persaingan antara ibu dan anak tiri, melainkan ancaman langsung terhadap keselamatan keluarga. Joanne harus memilih antara bertahan atau melawan dengan cara apapun.
Dalam adegan klimaks yang penuh intensitas, terjadi pertikaian mematikan yang membuat Richard kehilangan nyawa. Chloe, yang sebelumnya tampak tak tersentuh, akhirnya menunjukkan wajah aslinya. Peristiwa ini membuka mata semua orang, termasuk orang tua Chloe sendiri, bahwa ada sesuatu yang sangat salah dengan dirinya.
Namun, twist dari novel ini bukan hanya pada pengungkapan akhir, melainkan pada konsekuensi moral yang ditinggalkan. Joanne akhirnya memutuskan untuk membawa Chloe dan Evie pergi dari rumah itu. Ia mencoba memberi kesempatan baru, tetapi dengan kewaspadaan yang sangat tinggi.
Dari sisi teknis, gaya penulisan Sanders sangat efektif dalam membangun atmosfer tegang. Kalimat-kalimatnya tajam dan tepat sasaran. Ia menggunakan deskripsi yang detail namun tidak berlebihan, menciptakan suasana claustrophobic yang pas untuk cerita yang hampir seluruhnya berlatar di rumah.
Struktur cerita bergerak secara gradual, ketegangan dibangun pelan-pelan, tidak langsung meledak. Ini membuat pembaca ikut merasakan penurunan stabilitas mental Joanne, sekaligus memupuk rasa penasaran terhadap motif Chloe yang sebenarnya.
Salah satu kekuatan novel ini adalah kemampuannya mengaburkan batas antara kewarasan dan kecurigaan. Pembaca diajak bertanya-tanya, apakah Joanne terlalu paranoid, ataukah ia satu-satunya yang masih waras di tengah kepura-puraan yang disusun oleh Chloe?
"Don’t Let Her Stay" tidak hanya menyuguhkan cerita misteri atau thriller biasa, melainkan komentar sosial tentang relasi keluarga, ketidakpercayaan dalam hubungan, dan dampak psikologis dari isolasi emosional. Novel ini memberikan refleksi yang dalam tentang pentingnya mendengarkan suara dari mereka yang terpinggirkan dalam keluarga.
Secara keseluruhan, "Don’t Let Her Stay" adalah bacaan yang menegangkan, emosional, dan menggugah. Nicola Sanders berhasil menulis kisah yang bukan hanya membuat jantung berdegup kencang, tetapi juga menyentuh isu-isu psikologis dengan cara yang halus namun mengena. Novel ini cocok untuk siapa pun yang menyukai kisah penuh intrik dalam balutan kehidupan rumah tangga yang tampak sempurna namun menyimpan bahaya besar di dalamnya.
Identitas Buku
Judul: Don't Let Her Stay
Penulis: Nicola Sanders
Penerbit: Kindle Edition
Tanggal Terbit: 9 Februari 2023
Tebal: 288 Halaman
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS