Ulasan Novel Timun Jelita: Bukti Mengejar Mimpi Nggak Ada Kata Terlambat!

M. Reza Sulaiman | dea ramadhani
Ulasan Novel Timun Jelita: Bukti Mengejar Mimpi Nggak Ada Kata Terlambat!
novel timun jelita karya raditya dika (Gramedia)

Siapa bilang novel Raditya Dika hanya soal cinta absurd dan humor receh anak muda? Lewat novel Timun Jelita, Raditya Dika datang dengan cerita yang lebih dewasa dan hangat, tetapi tetap ringan serta menghibur.

Novel ini cocok sekali bagi Anda yang sedang merasa hidup “begini-begini saja” atau merasa mimpi lama sudah terlalu jauh untuk dikejar.

Dengan total 174 halaman dan 8 bab, Timun Jelita adalah tipe buku yang bisa Anda tamatkan dalam sekali duduk. Alurnya cepat, bahasanya sederhana, dan ceritanya terasa dekat dengan kehidupan nyata, khususnya soal mimpi, realitas, dan keberanian untuk memulai lagi.

Sinopsis Singkat Timun Jelita

Cerita Timun Jelita berfokus pada seorang pria berusia 40 tahun yang bekerja sebagai akuntan. Hidupnya berjalan biasa saja, sampai suatu hari ayahnya meninggal dan meninggalkan sebuah gitar tua. Dari sinilah semuanya berubah.

Gitar itu membangkitkan kembali hasrat bermusik yang dulu pernah ia kubur dalam-dalam. Bersama saudara perempuannya, seorang mahasiswi yang cenderung tertutup dan sulit percaya pada orang baru, mereka akhirnya membentuk sebuah grup musik bernama Timun Jelita.

Novel ini bukan tentang mengejar popularitas atau mimpi menjadi musisi terkenal. Justru, ceritanya lebih menyorot proses berdamai dengan diri sendiri, masa lalu, dan pilihan hidup yang terasa “tidak ideal” menurut standar sosial.

Alur Cerita Ringan tapi Punya Makna

Salah satu kekuatan utama novel Timun Jelita adalah alur ceritanya yang sederhana tapi mengena. Tidak ada konflik besar yang membuat emosi berlebihan, tetapi setiap kejadian terasa realistis dan relevan.

Raditya Dika dengan cerdas menyisipkan humor khasnya di sela-sela cerita, membuat pembaca tersenyum bahkan tertawa kecil. Namun, di balik itu, ada pesan yang cukup dalam: hidup sering kali memaksa kita untuk memilih jalan lain, tanpa benar-benar menghapus mimpi lama.

Bagi Gen Z yang sering merasa tertinggal, insecure, atau bingung dengan arah hidup, novel ini terasa seperti pelukan hangat yang tidak menggurui, tetapi mengerti.

Karakter yang Relatable dan Manusiawi

Karakter-karakter di Timun Jelita ditulis dengan sangat manusiawi. Tidak ada tokoh yang sempurna. Semua punya keraguan, ketakutan, dan luka masing-masing.

Tokoh utama menggambarkan realitas banyak orang dewasa: punya mimpi, tetapi terjebak rutinitas dan tuntutan hidup. Sementara itu, karakter saudaranya merepresentasikan generasi muda yang masih belajar memercayai orang lain dan dunia di sekitarnya. Relasi mereka terasa natural, hangat, dan kadang canggung. Justru hal itu yang membuat ceritanya terasa hidup.

Tidak Ada Kata Terlambat!

Lewat Timun Jelita, Raditya Dika seolah ingin mengatakan bahwa tidak ada kata terlambat untuk mengejar mimpi, bahkan ketika usia dan realitas terasa tidak mendukung. Salah satu kutipan yang cukup membekas adalah:

“Tapi hidup terkadang terlalu tega untuk mimpi-mimpi kita…”

Kalimat ini terasa jujur dan realistis. Novel ini tidak menjanjikan akhir yang bombastis, tetapi justru menyuguhkan keikhlasan, penerimaan, dan keberanian untuk melangkah lagi, sekecil apa pun langkahnya.

Worth It atau Tidak?

Jawabannya: sangat worth it, terutama bagi Anda yang:

  • Lagi butuh bacaan ringan tapi bermakna.
  • Suka novel dengan alur cepat.
  • Lagi mempertanyakan mimpi dan arah hidup.
  • Kangen gaya humor Raditya Dika yang lebih dewasa.

Timun Jelita bukan novel yang mengubah hidup secara instan, tetapi bisa menjadi teman baca yang menenangkan, sekaligus pengingat bahwa mimpi lama tidak pernah benar-benar mati.

Jika Anda mencari novel Indonesia yang ringan, inspiratif, dan relatable, Timun Jelita jelas layak masuk dalam daftar bacaan Anda.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak