7 Our Family: Luka Keluarga dari Sudut Anak Paling Terlupakan

Sekar Anindyah Lamase | Ardina Praf
7 Our Family: Luka Keluarga dari Sudut Anak Paling Terlupakan
Novel 7 Our Family (goodreads.com)

Novel 7 Our Family menghadirkan kisah keluarga yang getir, sunyi, dan penuh pengorbanan lewat sudut pandang seorang anak bungsu bernama Razi Raharja.

Ini bukan cerita keluarga hangat yang penuh pelukan, melainkan potret rumah yang kehilangan cinta sejak kematian orang tua mereka.

Kusdina Ain menulis kisah ini dengan nada emosional yang pelan tapi menghantam, membuat pembaca perlahan menyelami luka demi luka yang dipendam tokoh utamanya.

Razi adalah salah satu anak dari tujuh saudara yang tumbuh tanpa kehadiran ibu dan ayah. Setelah kehilangan rumah dan salah satu kakaknya, ia harus hidup bersama para abang yang keras dan dingin.

Demi keluarga, Razi mengorbankan mimpinya untuk sekolah, merawat kakaknya yang menyandang disabilitas, dan menjadi penyangga rumah tangga yang rapuh.

Tekanan hidup yang terus menumpuk akhirnya menyeret Razi ke titik terendah, memaksanya memilih antara menyerah atau bertahan demi secercah harapan.

Salah satu kelebihan utama novel ini terletak pada karakterisasi Razi yang kuat dan manusiawi. Ia digambarkan bukan sebagai tokoh sempurna, melainkan anak yang lelah, terluka, namun tetap memilih bertahan.

Pembaca akan mudah bersimpati pada Razi karena pengorbanannya terasa realistis dan menyakitkan.

Tema family angst yang diolah dengan cukup dalam, terutama dalam menggambarkan bagaimana duka yang tak terselesaikan bisa mengubah seseorang menjadi dingin dan kejam, bahkan terhadap darah dagingnya sendiri.

Novel ini juga berhasil menyoroti isu kesehatan mental, khususnya depresi akibat tekanan keluarga, tanpa terkesan menggurui.

Dari sisi emosi, 7 Our Family cukup konsisten menggugah perasaan. Banyak adegan sederhana seperti Razi menahan tangis, menelan lelah, atau memilih diam yang justru terasa paling menyayat.

Penulis tidak perlu adegan dramatis berlebihan untuk menunjukkan penderitaan; kesunyian dan ketidakadilan yang berulang sudah cukup membuat pembaca sesak.

Namun, novel ini juga memiliki beberapa kekurangan. Konflik yang terus menekan tanpa jeda bisa membuat sebagian pembaca merasa emosionalnya terlalu berat.

Selain itu, penggambaran karakter para abang cenderung satu arah, keras dan dingin, sehingga pembaca mungkin berharap ada eksplorasi lebih dalam tentang latar batin mereka.

Beberapa bagian juga terasa repetitif dalam menggambarkan penderitaan Razi, sehingga ritme cerita di tengah novel sedikit melambat.

Soal gaya bahasa, Kusdina Ain menggunakan bahasa yang sederhana, lugas, dan mudah dipahami. Narasinya mengalir dengan kalimat-kalimat pendek yang efektif membangun suasana muram dan tertekan.

Tidak banyak metafora rumit, namun justru kesederhanaan inilah yang membuat emosinya terasa dekat. Gaya penulisan seperti ini cocok untuk pembaca yang ingin fokus pada rasa dan konflik batin tokoh, bukan pada permainan bahasa yang kompleks.

Adapun makna yang bisa diambil dari novel ini cukup kuat. Pertama, tentang arti keluarga yang tidak selalu identik dengan rasa aman.

Kedua, tentang pengorbanan yang sering kali dilakukan anak paling “tak terlihat”. Ketiga, novel ini mengingatkan bahwa memendam luka terlalu lama bisa menghancurkan diri sendiri.

Melalui Razi, pembaca diajak memahami pentingnya harapan, sekecil apa pun, dan keberanian untuk bertahan meski dunia terasa tidak adil.

Secara keseluruhan, 7 Our Family adalah novel yang emosional, kelam, dan menyentuh. Cocok untuk pembaca yang menyukai kisah keluarga realistis dengan konflik batin mendalam.

Meski menyakitkan, kisah Razi meninggalkan pesan penting, yaitu bertahan memang melelahkan, tapi harapan, sekecil apa pun selalu layak diperjuangkan.

Meskipun sedih, novel ini cukup membuatmu mengambil banyak pelajaran kehidupan yang bagus.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak