Cikole adalah dusun di ujung Kabupaten T, terjepit di pegunungan Pasundan. Jalannya rusak, berkelok, naik-turun tanpa penerangan. Sekali masuk, rasanya seperti meninggalkan dunia. Angkutan umum hanya lewat satu kali sehari, jam lima pagi, itu pun belum tentu lewat. Sejuk di siang hari, tapi malamnya… lain cerita.
Dua belas mahasiswa KKN dari Universitas Islam Al-Hajar (UNHAJ) ditempatkan di sana. Enam laki-laki, enam perempuan. Latar belakang keislaman mereka membuat warga percaya. Mereka diberi tugas untuk mengajar ngaji atau sekedar ikut majelis taklim dari pagi, siang, hingga malam dari kampung ke kampung.
Posko dipisah. Perempuan tinggal di rumah Bu Nur, sederhana tapi hangat. Laki-laki menempati rumah panggung tua milik keluarga Ema Ijah. Kayunya menghitam, lantainya berderit, dan anehnya… pewaris rumah itu sendiri enggan menempatinya.
Hari pertama, selepas magrib, mereka berkumpul membaca Yasin.
“Biar aman, ya,” ucap Febri, ketua KKN, suaranya lirih.
Malam itu malam Jumat.
Sekitar pukul sebelas, tok… tok… tok! terdengar dari pintu posko bersama. Pelan. Teratur.
“Siapa?” tanya Rifa, menahan napas.
Tak ada jawaban. Hanya sekelebat hitam melintas di jendela.
Tiba-tiba dua mahasiswi menjerit. Tubuh mereka kaku, suara berubah parau.
"Saria teh kalotor! miceun getih sagawayah di taneuh aing!" (Kalian kotor… buang darah sembarangan di tanahku…) suara nenek-nenek keluar dari mulut mereka.
Tangis pecah. Ayat-ayat dibacakan tergesa. Malam pertama langsung menyisakan trauma.
Hari-hari berikutnya terasa lebih tenang, tapi bukan berarti aman. Minggu pertama, dua warga dekat posko meninggal dunia. Pemakaman dilakukan di bukit, dari sore hingga magrib. Kabut turun perlahan, azan magrib bersahutan saat tanah terakhir ditimbun.
“Han, kamu yakin mau turun ke liang?” bisik seseorang.
Arhan hanya mengangguk. “Bismillah.”
Beberapa malam kemudian, Febri mengajak rapat ke balai desa. Jalan pulang melewati pabrik kayu di tanjakan—tempat yang pantang dilewati malam hari.
Tiba-tiba Deuis menjerit, “ITU… MULUTNYA…!”
Sosok nenek berdiri di pinggir jalan, lidah menjulur, mata kosong menatap. Mereka langsung berlari meninggalkan tempat itu.
Di kesempatan lain, motor Yuni dan Sania mati mendadak di turunan. Tiba-tiba sebuah karung jatuh, disusul cekikikan pelan dari dalam karung itu.
“LARI!” teriak Rifa.
Saat mereka menjauh, motor menyala sendiri. Mereka melanjutkan perjalanan sambil keheranan.
Semua kejadian itu terlewati dengan doa dan mengaji yang tak pernah putus.
Namun malam terakhir adalah puncaknya.
DUK… DUK… DUK…!
Pintu posko perempuan digedor. Seorang lelaki paruh baya berdiri di luar, mata melotot, kapak di tangan.
Tangis tertahan. Tubuh gemetar.
"Baralik sia kehed ti tempat aing!" (Pulang kalian semua dari tempatku!) teriak sosok itu.
“Itu… yang aku lihat di kamar mandi…” bisik Riki.
Pak Husain, kepala dusun, datang membacakan ayat dengan suara tegas. Sosok itu menjerit, lalu lenyap.
“Dia penunggu rumah panggung,” kata Pak Husain pelan. “Kalian hanya numpang. Jangan sombong di wilayah orang.”
Rupanya beberapa dari mahasiswa sering kali mengabaikan pantangan-pantangan yang ada di dusun. Bahkan, Riki dengan santainya mandi hampir setiap malam di kamar mandi rumah panggung, atau Siti yang sering begadang tak kenal waktu sambil tertawa melihat video lucu di handphone-nya. Atau kebiasaan membuang bekas pembalut sembarangan. Itulah perilaku yang memancing sosok-sosok aneh datang kepada mereka.
Pagi harinya, mereka pulang. Membawa nilai, pengabdian… dan pelajaran yang tak akan pernah hilang dari ingatan.
Cikole memang indah. Tapi tidak semua keindahan ingin disentuh sembarangan.
Catatan: nama tempat dan tokoh sengaja disamarkan untuk menghindari ketersinggungan.
Baca Juga
-
Rel di Depan SMA 3: Gerbang Senja yang Tak Pernah Sepenuhnya Tertutup
-
Mengenal Efek Barnum, Alasan Seseorang Memercayai Ramalan Zodiak
-
5 Cara Menghilangkan Pikiran Negatif agar Hidup Jadi Lebih Tentram
-
Tidak akan Sembuh Sendiri, Ini 5 Cara Menyembuhkan Luka Batin
-
Filosofi Jiraiya: Memaknai Kegagalan Dalam Hidup dari Salah Satu Karakter 'Naruto'
Artikel Terkait
-
4 Rekomendasi Mobil MPV dengan Kabin Paling Kedap dan Lega, Anti Mabuk saat Perjalanan!
-
7 Mobil Bekas Kabin Lega untuk Perjalanan Jauh: Harga Bersahabat Dibawah Rp80 Juta
-
Mengintip Tren Terbaru: Mengapa Perjalanan Mewah Kini Makin Diminati Wisatawan Indonesia?
-
Dari Warung Kopi ke Tanah Suci: Kisah-kisah Haru di Balik Perjalanan Umrah 114 Jemaah
-
5 Motor Matic dengan Tangki Besar: Sahabat Setia Para Penggemar 'Long Ride'
Cerita-misteri
Terkini
-
4 Sunscreen dengan Ferulic Acid untuk Proteksi UV dan Cegah Flek Hitam
-
Agak Laen 2 Raih 8,3 Juta Penonton, Jadi Film Terlaris ke-5 di Indonesia
-
Media Belanda Ungkap Calon Tunggal Pelatih Timnas Indonesia, John Herdman?
-
5 Scrub Alami yang Bisa Kamu Dapatkan dari Dapur Rumah, Murah Meriah!
-
4 Inspirasi OOTD Kai EXO untuk Gaya Sehari-hari yang Simpel dan Fleksibel