Bagi sebagian orang, komunitas hanya sebatas hobi dan kesenangan. Tapi bagi anggota Japanese Club, berkumpul berarti lebih dari itu. Lahir dari perkumpulan kecil pada 2016, komunitas ini kini tumbuh menjadi ruang belajar bahasa dan budaya, tempat berjejaring, sekaligus “rumah aman” bagi anak muda untuk menyalurkan minat pada kultur Jepang.
Awalnya, Japanese Club hanya lingkaran kecil pecinta jejepangan yang nongkrong santai.
“Tadinya cuma kumpul circle doang sih, makin lama makin rame, yasudah dari situ kita seriusin,” kata Arsil, anggota lama. Dari obrolan ringan, mereka bertransformasi menjadi organisasi dengan struktur jelas, logo, dan agenda kegiatan yang konsisten.
Ketua komunitas, Jemima Cliantha, menegaskan identitas utama mereka ada pada konsistensi. “Di Japanese Club tiap minggu selalu ada kegiatan. Bukan sekadar event sesaat, tapi benar-benar jadi wadah belajar dan berkembang,” ujarnya. Setiap Kamis, mereka fokus belajar bahasa Jepang dengan bimbingan Sensei dari Sastra Jepang Unsada. Sementara Sabtu, giliran mendalami budaya Jepang.
Keistimewaan lain Japanese Club ada pada keberagaman anggotanya—mulai dari pelajar SMA, mahasiswa, hingga pekerja. Suasananya pun cair dan inklusif. “Bukan cuma belajar, tapi juga ngerangkul. Jadi kayak sharing session antar hobi, akhirnya nyambung kayak keluarga,” tambah Arsil.
Kebersamaan itu membuat anggota lama betah dan yang baru selalu menemukan hal segar. Di luar kegiatan rutin, mereka juga aktif berkolaborasi, seperti ikut festival Jiu Matsuri di UNJ atau latihan gabungan dengan komunitas lain.
Namun, perjalanan mereka tak mulus. Stigma soal komunitas jejepangan kerap membuat mereka dipandang sebelah mata.
“Padahal kami serius membangun wadah ini,” tegas Jemima. Tantangan lain: menjaga semangat anggota agar tetap hidup.
Meski begitu, cita-cita mereka jelas: menjadikan Japanese Club sebagai komunitas inklusif yang diterima masyarakat. “Semoga makin diterima dan bisa jadi tempat berkembang bagi siapa pun yang punya hobi sama,” harap Arsil.
Dengan konsistensi kegiatan, atmosfer kekeluargaan, dan semangat berkolaborasi, Japanese Club membuktikan: komunitas bukan sekadar tempat kumpul. Ia adalah ruang belajar, jejaring, dan wadah ekspresi generasi muda—sekaligus jembatan mempererat nilai kebersamaan di tengah masyarakat.
Penulis: Muhammad Ryan Sabiti
Baca Juga
-
Mediasi Berubah Jadi Petaka, Siswa SMA Hajar Wakasek di Depan Polisi: Gimana Kronologinya?
-
Jelang Tayang pada 5 Oktober, Anime Mechanical Marie Luncurkan PV Terbaru
-
4 Acne Serum Lokal Tea Tree di Bawah Rp60 Ribuan, Bikin Jerawat Auto Sembuh
-
Kasus Lama Terkuak, Nadya Almira Bantah Tudingan Lari dari Tanggung Jawab
-
Detik-Detik Thariq Halilintar 'Buffering' Ditanya Deddy Corbuzier Soal Bisnis, Kenapa Begitu Ya?
Artikel Terkait
Community-hub
-
Ekspedisi Patriot: Jejak Anak Muda di Tengah Tantangan Kawasan Transmigrasi
-
Plan to End Violence: Gerakan Orang Muda Lawan Kekerasan di Sekolah
-
Mengenal Komunitas Love and Light: Ruang Tumbuh Melalui Journaling
-
Seni untuk Semua: Komunitas Dreamity Indonesia Hadirkan Ruang Kreatif Tanpa Batas
-
Berbagi Kebahagiaan Seharian: Intip Inisiatif Komunitas Gembira Seharian Ini Yuk
Terkini
-
Mediasi Berubah Jadi Petaka, Siswa SMA Hajar Wakasek di Depan Polisi: Gimana Kronologinya?
-
Jelang Tayang pada 5 Oktober, Anime Mechanical Marie Luncurkan PV Terbaru
-
4 Acne Serum Lokal Tea Tree di Bawah Rp60 Ribuan, Bikin Jerawat Auto Sembuh
-
Kasus Lama Terkuak, Nadya Almira Bantah Tudingan Lari dari Tanggung Jawab
-
Detik-Detik Thariq Halilintar 'Buffering' Ditanya Deddy Corbuzier Soal Bisnis, Kenapa Begitu Ya?