Di ujung kota kecil bernama Sagara, ada satu rumah tua yang selalu membuat orang menoleh dua kali. Bukan karena bentuknya menyeramkan, bukan pula karena kisah hantu. Alasannya sederhana namun aneh: lampu teras rumah itu selalu menyala setiap malam.
Hujan atau panas, listrik normal atau padam, lampu itu tetap menyala.
Warga sekitar sudah lama berhenti mempertanyakannya. Mereka hanya melewati rumah itu dengan langkah cepat. Seolah takut jika terlalu lama memandang, rasa penasaran akan berubah menjadi sesuatu yang tidak nyaman.
Rumah itu dikenal sebagai rumah lampu.
Tidak ada yang benar-benar tinggal di sana. Setidaknya, tidak ada yang terlihat.
Arka pindah ke Sagara bersama ibunya setelah ayahnya meninggal. Kota ini terasa sunyi, terlalu sunyi bagi remaja seusianya. Malam-malam di Sagara sering gelap karena pemadaman listrik bergilir. Namun di tengah gelap itu, lampu rumah tua selalu menjadi satu-satunya cahaya.
Malam pertama Arka melihatnya, ia mengira itu hanya kebetulan.
Malam kedua, ketiga, dan seterusnya—lampu itu tetap menyala.
Hingga suatu malam, pemadaman listrik berlangsung lebih lama dari biasanya. Seluruh kota tenggelam dalam gelap pekat. Tidak ada suara televisi, tidak ada lampu jalan. Hanya suara jangkrik dan angin.
Dan lampu itu… masih menyala.
“Bu, rumah itu pakai genset ya?” tanya Arka.
Ibunya hanya menggeleng pelan.
“Katanya sih nggak,” jawabnya singkat.
Jawaban itu justru membuat rasa penasaran Arka semakin besar.
Malam itu, Arka membawa senter kecil dan melangkah keluar rumah. Hatinya berdebar saat ia berdiri tepat di depan pagar rumah tua itu. Catnya mengelupas, namun tidak terlihat terbengkalai. Seolah seseorang masih merawatnya, meski jarang terlihat.
Pintu depannya sedikit terbuka.
Dengan ragu, Arka mendorongnya perlahan.
Tidak ada suara. Tidak ada bau lembap seperti rumah kosong pada umumnya. Di dalamnya bersih, sederhana, dan terasa… hangat.
Di dinding tergantung banyak foto lama. Foto seorang pria muda berseragam petugas listrik. Di beberapa foto, pria itu berdiri di dekat tiang listrik, tersenyum bangga. Di foto lain, ia terlihat bersama warga, memperbaiki kabel saat hujan deras.
Arka berhenti di depan satu foto yang paling besar.
Di bawahnya tertulis nama: Bima Santosa.
Di atas meja kayu kecil, Arka menemukan buku catatan lusuh. Halamannya menguning, tapi tulisannya masih jelas.
Ia membaca perlahan.
“Hari ini listrik kembali menyala di ujung kota. Anak-anak tertawa. Aku lelah, tapi bahagia.”
“Jika suatu hari aku tak lagi di sini, semoga cahaya tetap ada. Tidak harus terang. Asal cukup untuk mengingatkan bahwa gelap bisa dilawan.”
Arka menelan ludah.
Ia mulai mengerti.
Bima bukan sekadar pemilik rumah. Ia adalah orang yang pernah menjaga terang kota ini—secara harfiah.
Saat Arka keluar dari rumah itu, angin berhembus pelan. Lampu teras yang selama ini menyala tiba-tiba berkedip. Cahaya kuningnya melemah… lalu padam.
Untuk pertama kalinya, rumah lampu menjadi gelap.
Arka berdiri terpaku. Dadanya terasa sesak, seperti baru saja kehilangan sesuatu yang penting, meski ia baru mengetahuinya malam itu.
Keesokan harinya, Arka kembali ke rumah itu dengan sebuah lampu baru di tangannya. Ia mengganti bohlam lama yang sudah kehitaman. Tangannya gemetar, bukan karena takut, tapi karena perasaan aneh yang sulit dijelaskan.
Saat malam tiba, tepat pukul tujuh, Arka menyalakan saklar.
Lampu menyala kembali.
Tidak seterang dulu, tapi cukup.
Sejak malam itu, lampu rumah tua kembali menyala setiap hari. Bukan lagi karena seseorang yang tinggal di sana, melainkan karena seseorang memilih untuk menjaga cahaya agar tidak padam.
Dan di kota kecil bernama Sagara, orang-orang mulai percaya kembali—bahwa harapan, seperti lampu kecil di teras rumah tua itu, akan selalu menemukan cara untuk tetap hidup.
Baca Juga
Artikel Terkait
Cerita-fiksi
Terkini
-
4 Ide OOTD Musim Dingin ala Seulgi Red Velvet, Nyaman dan Tetap Gaya!
-
Haus Itu Minum, Bukan Mencari Validasi: Refleksi Kebutuhan Diri di Era Pamer
-
Bocoran Spek IQOO Z11 Turbo: Performa Monster Dibalut Resolusi Kamera Raksasa
-
Bak Putri di Dunia Nyata, 4 ide Gaun ala Wonyoung IVE untuk Acara Spesialmu
-
Disebut Bakal Tangani Timnas Senior hingga U-23, John Herdman Digaji Tak Masuk Akal?