Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Ellen Yohana
Film Budi Pekerti (IMDb)

Dua tahun yang lalu, kita menyaksikan debut sutradara panjang Wregas Bhanuteja melalui film "Penyalin Cahaya" (2021), meskipun perjalanan produksinya dipenuhi kontroversi karena skandal yang melibatkan salah satu penulis naskahnya. Meski demikian, film ini menerima tanggapan positif. Pada tahun 2023, Wregas kembali dengan karyanya yang kedua, "Budi Pekerti," yang meraih 17 nominasi di Festival Film Indonesia.

Cerita "Budi Pekerti" dimulai dari fenomena kemarahan yang menjadi viral di media sosial. Kisahnya sederhana, mengikuti seorang guru BK, Bu Prani (Sha Ine Febriyanti), yang tengah memesan kue putu di pasar. Suaminya, Didit (Dwi Sasono), sedang mengalami depresi akibat kegagalan bisnis di tengah pandemi Covid-19.

Kejadian tak terduga terjadi saat seorang bapak menyerobot antrean, memicu emosi Bu Prani. Insiden ini direkam oleh netizen dan menjadi viral, mengubah secara drastis kehidupan keluarga Bu Prani. Netizen ikut campur tangan di dunia maya, menggali kesalahan Bu Prani dan mengarah pada dampak negatif bagi anak-anaknya, Tita (Prilly Latuconsina) dan Muklas (Angga Yunanda).

Kisah ini terus berkembang, mengancam karier Bu Prani di sekolah. Wregas Bhanuteja menggunakan netizen sebagai bencana tak terhindarkan yang menguji ketahanan keluarga Bu Prani. Kritik, ancaman, dan komentar negatif datang silih berganti, menghancurkan kehidupan keluarga tersebut.

Permasalahan yang dihadapi Bu Prani dalam film ini sangat relevan dengan pengalaman banyak orang. Film ini berhasil membuat penonton merenung, mengajak mereka untuk bersikap lebih hati-hati di ruang publik dan bijak dalam menggunakan media sosial.

Pemeran utama film ini, seperti Sha Ine Febriyanti, Dwi Sasono, Prilly Latuconsina, dan Angga Yunanda, berhasil menyampaikan emosi karakter mereka dengan baik. Sha Ine Febriyanti menggambarkan Bu Prani yang mampu menjaga emosi sambil menyelesaikan masalahnya. Dwi Sasono berhasil menggambarkan kondisi seseorang yang mengidap bipolar, sedangkan Prilly dan Angga berhasil menampilkan perasaan gundah anak-anak dalam menghadapi masalah orang tua mereka.

Selain ceritanya yang dapat dirasakan oleh banyak orang, film ini juga menarik secara visual. Meskipun beberapa simbol semiotika kurang jelas, teknik pengambilan gambar tetap membuat adegan terasa dramatis. Scoring dan soundtrack film ini juga berhasil meningkatkan nuansa emosional.

"Budi Pekerti" merupakan karya kolaborasi yang hangat dan memberikan pesan kepada penontonnya. Semoga film ini memberikan dampak positif dan mengajak para pengguna media sosial untuk lebih bijak dalam penggunaannya.

Ellen Yohana